REEVALUASI PENGGUNAAN DIAGNOSTIK
PERITONEAL LAVAGE SEBAGAI SALAH SATU METODE PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PADA KASUS
TRAUMA ABDOMEN
(2500 kata)
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Cidera atau trauma
tembus maupun trauma tumpul merupakan keadaan yang bersifat serius dan segera
memerlukan pembedahan (Kemmeter et al, 1998). Mortalitas pada trauma abdomen biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul
daripada trauma penetrasi. Trauma penetrasi abdomen menyebabkan kerusakan
jaringan sedangkan luka tembak menyebabkan lebih banyak cidera dalam abdomen
karena perjalanannya lebih panjang di dalam tubuh. Selain itu trauma tumpul
abdomen biasa terjadi karena pukulan langsung dan dapat mengakibatkan cidera
tekanan atau tindasan pada isi abdomen (Malhotra, 2002).
Kasus trauma tumpul abdomen adalah suatu tantangan tersendiri bagi perawat
dan dokter di ruang instalasi gawat darurat karena adanya potensi cidera yang
tersembunyi dan mungkin sulit untuk dideteksi. Evaluasi dan penatalaksanaan
terhadap cidera ini lebih diutamakan daripada cidera abdomennya karena insidensi
komplikasi pada kasus trauma abdomen merupakan suatu tindakan yang serius bilamana
penanganannya terlambat untuk dilakukan (Ruesseler et al, 2009). Sehingga diperlukan segera penentuan injury pada organ intra abdomen. Penentuan diagnostik pada trauma tumpul dan penetrasi
abdomen meliputi pemeriksaan fisik, diagnostik peritoneal lavage, computerized
axial tomography, Abdominal ultrasonography dan diagnostic laparoscopy.
Salah satu test khusus yang telah lama dikenal adalah
diagnostic peritoneal lavage. Seiring
dengan kemajuan perkembangan alat pemeriksaan diagnostik radiologi untuk kasus
trauma abdomen pada khususnya, maka penggunaan diagnostik peritoneal lavage
kini sudah mulai ditinggalkan (Wang et al,2012). Penggunaan diagnostik peritoneal
lavage saat ini sudah dapat digantikan dengan prosedur pemeriksaan diagnostik
lain yang cepat, memiliki tingkat keakuratan yang sama dan terpenting lagi tidak
bersifat invasif seperti penggunaan ultrasound dan computed tomograpy(Lenzini,2006).
Memang bila dibandingkan dengan dua metode
pemeriksaan diagnostik lainnya seperti pemeriksaan ultrasound dan computed
tomography, pemeriksaan diagnostik peritoneal lavage adalah satu – satunya
pemeriksaan diagnostik yang bersifat invasif. Tindakan yang bersifat invasif
kini sudah dinilai tidak relevan lagi bila digunakan pada kasus- kasus
emergensi seperti pada trauma abdomen Hal ini disebabkan resiko komplikasi prosedur,
penggunaan waktu, harus dilakukan oleh dokter yang ahli dan berpengalaman
Pada essay ini saya ingin membahas mengenai relevansi
penggunaan diagnostic peritoneal lavage sebagai salah satu pemeriksaan
diagnostik pada kasus trauma abdomen untuk digunakan pada saat ini, bagaimana keuntungan
dan kerugian dari penggunaan diagnostic peritoneal lavage dan bagaimana bila dibandingkan
dengan pemeriksaan ultrasound dan computed tomography baik dari segi waktu,
biaya , keakuratan, kesensitifan dan keakuratannya.
Diagnostik peritoneal lavage adalah satu- satunya
pemeriksaan diagnostik yang digunakan dalam penentuan insiden trauma abdomen
terutama trauma tumpul pada era tahun 1900an dimana penggunaan ultrasonography
dan computed tomography masih belum dikenal. Prosedur
ini pertama kali diperkenalkan oleh Root et al pada tahun 1965 (Root , 1965 dalam Klein
et al, 2003). Prosedur ini dahulu digunakan untuk mendeteksi
perdarahan intra abdomen dan perforasi abdomen akibat trauma.
Diagnostik
peritoneal lavage merupakan salah satu test yang paling akurat dan memiliki
sensitivitas yang tinggi yaitu berkisar 98% dalam mendeteksi perdarahan
intraperitoneal maupun ruptur organ yang terjadi akibat trauma tumpul abdomen
(Majewski,2000). Diagnostik peritoneal lavage pada trauma penestrasi
adalah difokuskan pada pasien dengan luka tusuk di anterior abdominal
asimptomatik, memiliki status hemodinamik yang stabil, tidak ada tanda- tanda
peritonitis dan hasil eksplorasi luka menunjukkan positif. Lavase peritoneal
berguna untuk mengetahui adanya perdarahan intra abdomen pada suatu trauma
tumpul bila dengan pemeriksaan fisik dan radiologi seperti foto sinar X,
hasilnya masih diragukan
DPL merupakan tindakan yang invasif dan dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan tertutup maupun semiterbuka. Pada teknik tertutup, kateter dimasukkan secara perkutan sedangkan pada pendekatan
semi terbuka dengan
melibatkan insisi kecil dan diseksi pada rectus fascia. Kateter kemudian dimasukkan melalui
peritoneum ke dalam rongga peritoneum. Pada aspirasi pertama bila ditemukan darah maka tindakan
laparotomi harus segera dilakukan. Namun bila tidak ada maka cairan ringer
laktat yang dihangatkan dimasukkan kedalam sebanyak 1000 cc sambil dilakukan
penekanan abdomen untuk menyakinkan pencampuran cairan dengan isi abdomen
setelah itu dikeluarkan kembali. Hasil cairan tersebut akan diperiksa secara
makroskopis untuk melihat apakah ada isi pencernaan, sel darah merah, sel darah
putih dan cairan empedu. Tes dikatakan positif bila ditemukan kadar sel darah
merah lebih dari 100.000 ml, kadar sel darah putih lebih dari 500 cc atau pada
pewarnaan gram postif ditemukan bakter pencernaan.
Prosedur diagnostic peritoneal lavage dilakukan oleh tim
bedah dengan beberapa kondisi yaitu : 1) Hemodinamik pasien tidak stabil, 2) pasien mengalami multiple trauma, 3)
Pasien mengalami perubahan sensorium akibat cidera kepala, 3) Pasien mengalami
cidera pada struktur yang berdekatan yaitu pada tulang iga bawah, tulang
panggul, tulang belakang , 4) Hasil pemeriksaan fisik meragukan. Pemeriksaan
ini juga dapat dilakukan pada pasien dengan status hemodinamik yang stabil
dimana fasilitas pemeriksaan ultrasonograpy dan computed tomograpy tidak
tersedia pada tempat pelayanan (Jehle et al, 2003). Pasien dikatakan memiliki hemodinamik stabil bila tekanan sistole lebih
dari 90 mmhg dengan pemberian 2 liter ringer laktat dan tranfusi 2 bag darah (Garber et
al, 2000). Salah satu kontraindikasi mutlak
pelaksanaan tindakan diagnostik peritoneal lavage adalah adanya indikasi
laparotomy atau celiotomy. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pada saat
kateter dimasukkan akan dapat menimbulkan luka sekunder selain itu juga akan
menghalangi pengeluaran cairan diagnostik peritoneal lavage yang telah
dimasukkan. Sedang kontraindikasi relatif meliputi ada riwayat operasi abdomen
sebelumnya, pasien dengan kehamilan tri semester pertama dan bila hasil dari
pemeriksaan ini tidak mengubah terapi. Test ini juga tidak boleh dilakukan pada
pasien yang tidak kooperatif dan pasien yang sudah jelas tanda- tanda
peritonealnya dan harus segera melakukan operasi.
Cidera yang terjadi pada trauma abdomen tumpul maupun penetrasi akan
menyebabkan cidera pada organ intra abdomen. Cidera organ intra abdomen
meliputi pecahnya organ solid (hepar dan limpa) dan pecahnya organ berlumen
(lambung, usus halus , kolon). Pecahnya organ solid akan mengakibatkan perdarahan
yang bervariasi dari ringan sampai berat (Mckenney et al, 2001). Sedangkan cidera pada organ berlumen akan menimbulkan peritonitis yang
dapat timbul cepat sekali (Yegiyants et al, 2006). Pasien yang menunjukkan hasil
positif saat pemeriksaan harus segera dilakukan tindakan laparotomy
Salah satu komplikasi darurat pada kasus trauma tumpul abdomen yang lain
adalah terbentuknya perforasi pada
organ berlumen dan dalam kondisi ini pasien harus segera dilakukan laparotomy
selama status hemodinamik stabil. Perforasi pada organ
berlumen sampai saat ini hanya dapat dideteksi dengan tindakan diagnostic
peritoneal lavage (Wang et al, 2012). Sehingga pendeteksian dini kasus perforasi pada organ
berlumen setelah trauma tumpul abdomen dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas dengan segera melakukan laparotomy.
Tindakan laparotomy pada pasien dengan komplikasi
perforasi dan perdarahan dilakukan dengan melihat kondisi klinis pasien dan hasil
pemeriksaan diagnostik yang akurat. Namun pada perkembangan selanjutnya beberapa
tindakan laparostomy yang dilakukan ternyata bersifat non therapeutik (Shih et al,1999). Menurut penelitian yang dilakukan Uranus & Dorr
(2010) menemukan prosedur laparostomi yang dilakukan pada trauma abdomen data sebesar
53 % adalah non terapeutik meskipun tindakan tersebut didasarkan pada hasil
pemeriksaan fisik dan penunjang lain positif. Hal ini merugikan pasien karena
selain mengakibatkan angka kesakitan dan efek samping yang tidak baik juga
berhubungan biaya yang harus dikeluarkan. Sehingga perlu dilakukan upaya agar
indikasi laparostomy pada pasien didasarkan pada keakuratan alat diagnostik.
Diagnostik peritoneal lavage digunakan untuk
menyingkirkan kemungkinan terjadi perforasi organ sehingga dapat dilakukan
tindakan laparotomy Salah satu upaya untuk
mengurangi angka tindakan laparostomy non therapeutik dan meningkatkan
kesensitifitasan dari diagnostik peritoneal lavase adalah dengan
mengkombinasikannya dengan laparoscopy yang dikenal dengan L- DPL dengan tingkat
sensitifitasnya sebesar 90 -100 % (Uranus & Dor, 2010 ; Krausz et al 2006). L-DPL sangat sensitif dan akurat dalam menemukan cidera
intra abdomen, mengontrol perdarahan intra abdomen, dan memperbaiki laserasi
pada dinding abdomen dan diafragma pada kasus trauma penetrasi abdomen.
Pada penelitian yang dilakukan Wong et al (2011) dengan melibatkan
pasien dewasa yang mengalami trauma tumpul abdomen dan memiliki status
hemodinamik yang stabil setelah resusitasi awal dan sudah dilakukan pemeriksaan
computerized axial tomographyscan. diagnostik peritoneal lavage dilakukan pada pasien
yang diindikasikan untuk menjalani terapi non operatif dan ada kecurigaan
terjadi rongga perforasi pada abdomen. penelitian ini dilakukan selama periode
5 tahun, kesimpulan yang didapatkan pada penelitian adalah kesensitifitasan 100
% dan kespesifisitasan 75 %. dari rasio
hitung sel untuk diagnosa terjadinya perforasi abdomen adalah dapat disimpulkan
bahwa pasien yang mengalami trauma tumpul abdomen dan berencana untuk terapi
non operatif maka sebaiknya tetap dilakukan diagnostik peritoneal lavage untuk
menyingkirkan kemungkinan terjadi perforasi abdomen dimana perforasi ini tidak
dapat dideteksi dengan computerized axial tomography scan. Tingkat keakuratan penggunaan
diagnostik peritoneal lavage mencapai 95 sampai 98%.
Setiap trauma abdomen baik trauma tumpul, tajam maupun tempak dapat
menimbulkan perdarahan.Diagnostik perdarahan pada trauma tumpul lebih sulit
bila dibandingkan dengan trauma tajam lebih – lebih pada awal permulaan (Arrilaga et
al, 1999). Sebagai contoh adalah trauma tumpul
pada limpa yang menimbulkan perdarahan namun tidak menunjukkan gejala pada
taraf awal karena darah berkumpul pada sakues lienalis Pada perdarahan pankreas
dan duodenum ,penentuan cidera lebih sulit dilakukan karena organ ini
terlindung dengan baik dan jauh berada di belakang abdomen (Whitehouse
& Weigelt, 2009). Sehingga diagnostik
peritoneal
lavage tidak
sensitif dalam mendeteksi perdarahan retroperitoneal dan sering menunjukkan hasil negatif. Perforasi retroperitoneal pada awal
terjadi cidera tidak terlihat jelas perubahan klinisnya dan akan tampak bila
memberat dan berkembang menjadi peritonitis yang mengancam jiwa. Pada perforasi
retroperitoneal yang masif, keluhan yang
muncul hanyalah kekakuan pada abdomen bagian atas dengan peningkatan suhu yang
proggresif, takikardia dan terkadang terdapat keluhan mual. Diagnostik
peritoneal lavage tidak dapat dipercaya dalam mendeteksi trauma duodenum dan
trauma retroperitoneal (Jehle et al, 2003). Namun bila hanya DPL yang dijadikan alat diagnostik satu – satunya maka
deteksi trauma duodenum dapat ditentukan dengan penemuan amilase dan empedu.
Lalu bagaimana dengan test diagnostik yang lain dan bagaimana kelebihan dan
kekurangannya. Kita mulai dari pembahasan mengenai ultrasonography. Ultrasonography digunakan untuk mengetahui adanya
hemoperitoneum. Ultrasound memiliki sensitivitas, spesifitas dan akurasi yang
dapat dibandingkan dengan diagnostic peritoneal lavage dan computed tomography (Garber et
al, 2000). Pemeriksaan ultrasound dinilai
lebih efektif karena cepat dan tidak invasif. Selain itu dari segi biaya
pemeriksaan ini tergolong murah. Ultrasound juga dapat digunakan untuk
mendiagnosa trauma tumpul atau trauma tembus pada abdomen. Scanning ultrasound
dapat dilakukan di samping tempat tidur dan dapat diulang berkali – kali.
Pemeriksaan ultrasound dapat terhambat akibat kegemukan, adanya udara dibawah
kulit dan pernah melakukan operasi sebelumnya. penggunaan pemeriksaan radiologi
menunjukkan biaya yang signifikan. pemeriksaan radiologi pada kondisi trauma
sangat diperlukan karena kondisi pasien dengan trauma sering tidak memungkinkan
untuk dilakukan pemeriksaan fisik. kondisi tersebut termasuk keluhan nyeri dan
gangguan kesadaran. USG telah lama digunakan di negara eropa dan asia. Mckenney
et al (2001) mengatakan di dalam penelitiannya terhadap pasien trauma abdomen
dengan usia 17 – 44 tahun bahwa hampir 80 % pasien dengan trauma tumpul abdomen
tidak sampai mengalami hemoperitoneum. sehingga pemeriksaan radiologi cukup
dengan menggunakan usg saja. keuntungan dari kegunaan usg adalah cepat dan
bersifat non invasif. Menurut Arrilaga (1999) usg dipandang lebih efektif bila
dibandingkan dengan diagnostik peritoneal lavage atau computerized axial
tomographyscan. usg juga dinilai cukup sensitif pada kasus – kasus trauma
tumpul abdomen. penelitian yang
dilakukan oleh arrilaga et al pada tahun 1999 selama kurun waktu 9 bulan pada
331 pasien suspek trauma tumpul menunjukkan usg sangat efektif dilakukan
sebagai evaluasi diagnostik karena dapat dilakukan baik pada pasien dengan
hemodinamik stabil ataupun tidak stabil.
Computed tomography merupakan prosedur diagnostik yang
memerlukan transport pasien ke scanner. Pada prosedur pelaksanaannya pasien
diberikan kontras oral dan kontras intravena. Scanning dilakukan dari abdomen
atas dan bawah dan juga pada panggul. Tindakan ini memerlukan waktu dan hanya
dapat digunakan pada pasien dengan hemodinamik stabil dimana tidak tampak untuk
dilakukan tindakan laparostomi segera. Computed tomography memberi informasi
yang berhubungan dengan cedera organ tertentu beserta tingkat beratnya. Selain
itu computed tomography juga dapat mendiagnosa cidera retroperitoneum dan organ
panggul yang sukar untuk diakses melalui pemeriksaan fisik atau tidak dapat
dideteksi dengan diagnostik peritoneal lavage (Uranus&Dor,2010).. Kontraindikasi computed tomography adalah bila pasien
alergi terhadap bahan kontras. Sensistifitas computerized axial tomographyscan
dalam mendeteksi perforasi abdomen akibat trauma tumpul sebesar 64 – 95% dan
spesifisitasnya sekitar 97 – 99,6 %. Kekurangan dari computed tomgraphy adalah
tidak sensitif dalam mendeteksi cidera usus dan diafragma. Sehingga bila
ditemukan cairan bebas di dalam rongga perut namun jelas bukan dari cidera pada
hepar maupun lien maka dapat dicurigai sebagai cidera usus dan harus dilakukan
laparotomy.
Penggunaan ultrasounograpy dan computerized axial
tomography scan sudah kurang lebih 10 tahun ini digunakan sebagai alat
diagnostik di negara asia dan eropa Meskipun penggunaannya diagnostik
peritoneal lavage saat ini telah mulai ditinggalkan setelah ditemukan alat
deteksi lain yang memiliki sensitifitas sama dan lebih mudah , cepat dan tidak
bersifat invasif. Sampai saat ini tindakan diagnostik peritoneal lavage masih
menjadi alat yang sensitif dalam mendeteksi perforasi organ berlumen setelah
trauma tumpul abdomen, Perforasi yang terjadi setelah trauma tumpul abdomen
bila segera diterapi akan menurunkan angka mortalitas dan komplikasi yang lebih
berbahaya. Apalagi menurut penelitian yang dilakukan oleh Malhotra (2002)
komplikasi tindakan invasif pada prosedur diagnostik peritoneal lavage hanya
kurang dari 1 %
Dengan demikian dapat kita simpulkan pada essay ini bahwa
penggunaan diagnostic peritoneal lavage masih relevan untuk digunakan pada
kasus – kasus trauma abdomen. Terutama untuk mendeteksi perdarahan intra
abdomen disertai syok di fasilitaas pelayanan yang belum memiliki fasilitas
ultrasonography (FAST), selain itu diagnostik peritoneal lavage juga sangat
baik digunakan untuk menemukan perforasi organ berlumen dan hemoperitoneum. Ketiga
alat diagnostik ini masing – masing memiliki peran yang unik dan memiliki
keuntungan dan kerugian masing – masing seperti pada kasus cidera
retroperitoneal dan ruptur diafragma, diagnostik peritoneal lavage dan
ultrasonography dinilai kurang sensitif bila dibandingkan dengan computerized
axial tomographyscan. Pada kasus lain computerized axial tomographyscan dinilai
tidak efektif dalam mendeteksi cedera pada bowel maupun pada area mesentrika
yang mana hanya dapat dideteksi dengan penggunaan diagnostik peritoneal lavage.
Sehingga bila diurut maka yang paling sensitif adalah diagnostik peritoneal
lavage (Sensitivitas : 100%, Spesifisitas : 100%, Akurasi : 100%) kemudian diikuti dengan computerized tomography scan
(Sensitivitas : 100%, Spesifisitas : 99%, Akurasi : 99%) dan terakhir adalah ultrasonography (Sensitivitas : 92%,
Spesifisitas : 100%, Akurasi : 99%)
Manajemen Pada Kasus Trauma Tumpul
Abdomen
Positif
|
Laparotomy
|
Cari perdarahan lain
|
FAST/DPL
|
Hemodinamically Unstable
|
Blunt Trauma Evaluation
|
Negatif
|
FAST
|
Hemodinamically Stable
|
Injury
|
Normal
|
Observasi
|
Contrast Enhanced CT
|
Consider Discharge
|
Negatif
|
Positif
|
Operative
|
Major – non operative
|
Minor – non operative
|
Hospital Observation
|
ICU Observation
|
Laparotomy
|
Gambar : Algoritme Evaluasi Trauma Tumpul Abdominal
Sumber : Whitehouse, J. S., & Weigelt, J. A. (2009)
Manajemen Pada Kasus Trauma Tumpul Abdomen
Luka Penestrasi / Flank
|
Wound Exploration
|
Laparotomy
|
Facial Penetration
|
Hemodynamically Normal Asymptomatic
|
Hemodynamically Abnormal, peritonitis
or evisceration
|
DPL
|
Observe / Discharge
|
No Fascial Penetration
|
Negatif
|
Positive
|
Laparotomy
|
Observe
|
Gambar : Algoritme Evaluasi Trauma Penetrasi Abdominal
Sumber : Whitehouse, J. S., & Weigelt, J. A. (2009)
REFERENSI
Arrilaga,
A., Graham, R., York, J. W., & Miller, R. S. (1999). Incereased Efficiency
and Cost - Effectiveness In The Evaluation of The Blunt Abdominal Trauma
Patient With The Use of Ultrasound. The American Surgeon, 65(1), 31- 35.
Garber, B.
G., Brigelow, E., Yelle, J. D., & Pagliarello, G. (2000). Use Of Abdominal
Computed Tomography In Blunt Trauma : Do We Scan Too Much. JCC, 43.
Jehle, D. V.
K., Stiller, G., & Wagner, D. (2003). Sensitivity in Detecting Free
Intraperitoneal Fluid With The Pelvic Views of The FAST Exam. American
Journal Of Emergency Medicine, 21(6), 476-478.
Kemmeter, P.
R., Senagore, A. J., Smith, D., & Oostendorp, L. (1998). Dillemmas In The
Diagnosis Of Blunt Enteric Trauma. The American Surgeon, 64(8), 750-754.
Klein, Y.,
Haider, H., Mckenney, M. G., Lynn, M., & Chon, S. M. (2003). Diagnostic
Peritoneal Lavage Through an Abdominal Stab Wound. American Journal Of
Emergency Medicine, 21(7), 559-560.
Krausz, M.
M., Abbou, B., Hersko, D. D., Mahajna, A., Duek, D. S., Bishara, B., et al.
(2006). Laparoscopic Diagnostic Peritoneal Lavage (L-DPL) : A Method for
Evaluation Of Evaluating of Penetrating Abdominal Stab Wounds World Journal
of Emergency Surgery, 1(3), 1-6.
Lenzini, M.
M. (2006). Nonoperative Management of Penetrating Abdominal Trauma. Surgical
Journal, 19(7).
Majewski, W.
(2000). Diagnostoc Laparoscopy For The Acute Abdomen and Trauma. Surgical
Journal(14), 930-937
Malhotra, A.
K., Ivatury, R. R., & Latifi, R. (2002). Blunt Abdominal Trauma :
Evaluation And Indications For Laparotomy. Scandinavian Journal of Trauma,
Resuscitation and Emergency Medicine, 91, 52-57.
Mckenney, M.
G., Mckenney, K. L., Hong, J. J., Compton, R., Chon, S. M., Kirton, O. C., et
al. (2001). Evaluating Blunt Abdominal With Sonography : A Cost Analysis. The
American Surgeon, 67(10), 930-934.
Shih, H. C.,
Wen, Y. S., Ko, T. J., Wu, J. K., Su, C. H., & Lee, C. H. (1999).
Noninvasive Evaluation of Blunt Abdominal Trauma : Prospective Study Using
Diagnostic Algorithms to Minimize Nontherapeutic Laparotomy. World Journal
of Emergency Surgery, 23(3), 265-270.
Ruesseler,
M., Kirschning, T., Breitkreutz, R., Marzi, I., & Walcher, F. (2009).
Prehospital and Emergency Department Ultrasound In Blunt Abdominal Trauma. European
Journal of Trauma, 4(35), 341.
Uranus, S.,
& Dor, K. (2010). Laparoscopy in Abdominal Trauma. European Journal of
Trauma and Emergency Surgery, 36, 19-24
Yegiyants,
S., Lahoud, G. A., & Taylor, E. (2006). The Management of Blunt Abdominal
Trauma Patients with Computed Tomography Scan Findings of Free Peritoneal Fluid
and No Evidence Of Solid Organ Injury. The American Surgeon, 72.
Wang, Y. C.,
Hsieh, C. H., Fu, C. Y., Yeh, C. C., Wu, S. C., & Chen, R. J. (2012).
Hollow Organ Perforation In Blunt Abdominal Trauma : The Role of Diafnostic
Peritoneal Lavage. Academic Emergency Medicine, 30, 570-573.
Whitehouse,
J. S., & Weigelt, J. A. (2009). Diagnostic Peritoneal Lavage : a Review of
Indications, Technique and Interpretation. Scandinavian Journal of Trauma,
Resuscitation and Emergency Medicine, 17(13), 1-5.
Komentar
Posting Komentar