PENDOKUMENTASIAN BERBASIS KOMPUTERISASI SEBAGAI PILIHAN METODE DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN TERKINI PADA PASIEN TRAUMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT
PENDOKUMENTASIAN BERBASIS KOMPUTERISASI
SEBAGAI PILIHAN METODE
DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN TERKINI
PADA PASIEN TRAUMA DI INSTALASI GAWAT
DARURAT
Masalah mengenai bagaimana teknik
pendokumentasian yang
tepat untuk diterapkan pada
lingkup keperawatan gawat darurat telah lama menjadi bahan bahasan yang
menarik. Hal yang membuat masalah ini menarik
didasarkan pada setting ruang dan jenis pasien yang berbeda karakteristiknya
dengan departemen keperawatan yang lain. Penanganan
pasien gawat di setting ruang gawat darurat memerlukan tindakan yang bersifat cepat dan
memerlukan tindakan yang tepat (Blair & Smith,2012). Perawat gawat darurat dituntut harus dapat mengkaji pasien trauma
akibat kecelakaan dan ruda paksa dengan cepat sambil merencanakan intervensi
serta berkolaborasi dengan dokter gawat darurat dalam rentang waktu yang
relatif singkat. Perawat gawat
darurat juga dituntut untuk mampu melakukan dan mendokumentasikan tindakan
medis dan tindakan keperawatan termasuk waktu sesuai dengan standar yang disetujui.
Pendokumentasian pada penanganan pasien trauma
sebenarnya tidaklah mudah. Hal ini disebabkan karena pendokumentasian pada
kondisi trauma memerlukan waktu yang cepat namun kompleks.
Pendokumentasian pada setting kegawatdaruratan dimulai dari fase triage sampai dengan transfer pasien ke unit pelayanan lain. Menurut Iyer dan Camp
(2005), proses
pendokumentasian pada tahap triage meliputi waktu dan datangnya alat
transportasi, Keluhan utama saat pasien datang, pengkodean warna prioritas
setelah ditriage dan Intervensi awal yang diberikan. Sehingga point yang penting dalam pendokumentasian di setting gawat darurat adalah
pre hospital, primary survey, dan secondary survey. Menurut Bergh et al (2012), kepuasan pasien saat pertama kali
masuk ke Instalasi Gawat Darurat adalah pada bagaimana perawat
melakukan triage. Karena bila pasien sudah merasa puas pada awal triage maka
semua pelayanan pada proses keperawatan pun telah dinilai baik dan memuaskan
menurut pasien. Pendokumentasian
yang lain adalah proses keperawatan yang meliputi pengkajian, intervensi dan
evaluasi. Fokus tindakan pasien trauma di IGD adalah pada kemampuan survival
dan kualitas hidup setelah traumanya.
Setting ruang gawat darurat dengan karakteristik pasien yang
unik, disertai beragam kondisi yang mengancam jiwa membutuhkan suatu sistem / format pendokumentasian yang
singkat, jelas dan mudah untuk digunakan. Menurut Thompson (2006) tuntutan pasien terhadap
perawat sering disebabkan pendokumentasian yang tidak tepat, dan tidak lengkap. Pasien dengan trauma diketahui telah
mengalami banyak stress yang tidak hanya fisiologis tetapi juga bersifat
psikologis. Hal ini tidak hanya mempengaruhi pasien akan tetapi juga keluarga
pasien. Kecemasan dan takut akan menjelang ajal menjadi masalah yang tersering
terjadi. Dampak pada kecemasan dan ketakutan pada keluarga pasien akan
bermanifestasi dengan tuntutan akan pelayanan yang optimal dan efektif. Menurut
Berg et al (2012) bahwa tingkat kepuasan pasien trauma yang dirawat di IGD
lebih banyak disebabkan karena pelayanan perawatan yang komunikatif. Padahal kondisi di IGD, perawat dan tim medis lain memiliki
banyak kesulitan untuk dapat berkomunikasi yang efektif karena minimnya waktu
dan banyaknya tindakan penyelamatan yang harus dilakukan pada pasien trauma. Dalam essay ini, saya akan membahas mengenai sistem pendokumentasian apa
yang tepat diterapkan pada setting ruang kegawatdaruratan, bagaimana sistem
pendokumentasian yang telah berkembang di negara maju,dimana disana telah diterapkan
sistem pendokumentasian dengan berbasis komputerisasi, apa saja keuntungan dan
kerugian dalam penggunaan teknologi komputeri untuk proses pendokumentasian, lalu
bagaimana bila sistem tersebut diterapkan di Indonesia. Dan persiapan apa saja
yang perlu dilakukan agar sistem pendokumentasian tersebut dapat berjalan baik.
Pendokumentasian merupakan salah satu bagian yang tidak bisa terlepaskan dari proses keperawatan.
Kegiatan pendokumentasian juga dinilai sebagai
salah satu aspek legal hukum perawat dalam melakukan asuhan keperawatan. Bukti
kualitas asuhan keperawatan juga dievaluasi dari bukti pendokumentasian proses
keperawatan (Hentschke,2009 ; Prldeaux, 2011). Hal ini menjadi tantangan
bagi profesi perawat dalam menentukan metode pendokumentasian apa yang efektif
untuk mengakomodasi kelengkapan dan keakuratan data pasien, mengakomodasi komponen proses keperawatan terutama
pengkajian, intervensi dan evaluasi selama proses resusitasi. Bila perawat gagal dalam melakukan pendokumetasian yang tepat maka
akan berdampak pada tuntutan
keluarga pasien, yang akhirnya akan
berujung pada ketidakpercayaan terhadap profesional perawat sehingga akan
menurunkan mutu kualitas asuhan keperawatan (Curtis et al ,2002). Hal ini tidak terlepas dari indikator
profesionalisme keperawatan yang dilihat dengan kualitas dokumentasinya
Pada era perkembangan kemajuan
informasi dan teknologi seperti saat ini, perawat juga dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan zaman. Salah
satunya adalah dengan ide menggunakan teknologi komputer dalam pendokumentasian
tindakan keperawatan. Ide mengenai penggunaan
komputer untuk pendokumentasian di setting keperawatan emergensi pada kasus
trauma sebenarnya telah
ada pada era tahun 1990an. Chua et al pada tahun 1993 melakukan penelitian
dengan melibatkan 24 perawat emergensi sebagai responden untuk
mendokumentasikan proses penanganan pasien mulai dari awal masuk sampai
pemindahan ke unit lain. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk membandingkan penggunaan handwritten data entry dengan computerized bar code data entry
pada penanganan resusitasi pasien trauma. Responden diminta untuk mendokumetasikan suatu tindakan resusitasi pasien
trauma yang ditamplikan melalui stimulasi video.
Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa tingkat kesalahan pencatatan
dengan metode computerized bar code data entry
lebih sedikit kesalahannya daripada dengan handwritten
data entry.
Saat ini pendokumentasian di negara- negara maju sudah
beralih menggunakan software komputer. Beberapa negara maju yang sudah lama beralih pada pendokumentasian dengan
sistem komputerisasi adalah Jerman, Amerika Serikat Australia, Inggris, Kanada,
Perancis (Probst et al, 2006). Mereka telah mengembangkan sistem pendokumentasian trauma dengan
komputerisasi. Komputerisasi dalam praktik
keperawatan dinilai membantu dalam mengurangi tingkat kesalahan,
menstandarisasi rencana asuhan keperawatan dan mendokumentasikan semua hal
mengenai pasien sesuai dengan standar keperawatan dan kebijakan RS (Krogh,& Naden, 2008). Menurut Green dan Thomas (2008), penggunaan pendokumentasian dengan
berbasis komputerisasi memberikan hasil yang lebih baik karena informasi
mengenai pasien menjadi lebih jelas dan lengkap, Sehingga kolaborasi perawat
dan dokter atau dengan interdisiplin lain menjadi lebih nyata dalam
berkomunikasi mengenai kondisi pasien. Banyak model pendokumentasian proses
keperawatan yang ditawarkan pada setting kegawatddaruratan.
Salah penggunaan sofware komputer dalam upaya peningkatan
kualitas pendokumentasian adalah dengan END-IT (Emergency
Nurse Department – Improvement Tool) yang
telah diterapkan di negara bagian Pennsylvania. Masih banyak lagi sistem
pendokumentasian dengan sistem komputerisasi lainnya seperti elektronic chart, computerized
whiteboard,
Computer-Based Patient Record, Wearable Auto-Event-Recording of Medical
Nursing Automatic
System for Auto-Supervision.
Penggunaan
komputer di bagian perawatan gawat darurat
sangat penting. Hal ini karena
dalam perawatan gawat darurat dibutuhkan analisis tinggi dan cepat sehingga
dapat dengan cepat mengambil
keputusan atas keadaan klien. Beberapa jenis dokumentasi yang diusulkan adalah
sistem pencatatan dengan END-IT (Emergency Nurse Department
– Improvement Tool). Sistem ini diperkenalkan pada
tahun 2008 oleh Wainwright et al dengan menggunakan sistem komputerisasi. Pada
uji coba pertama kali selama 6 bulan yaitu bulan april sampai oktober tahun
2006 sistem pendokumentasian ini telah mengurangi tingkat kesalahan dan
kelalaian perawat dalam pencatatan sebanyak 21 %. Sebelum dimasukkan pada data
base komputerisasi, Sistem END-IT menggunakan lembar alur (Lampiran 1). Pada lembar
alur tersebut baru akan dimasukkan ke data base pusat.
Model pendokumetasian komputerisasi yang lain adalah
elektronic chart. Sistem ini dikembangkan di departemen radiologi. Hasil
penelitian aplikasi ini didapatkan bahwa ada beban kerja perawat dengan sistem
ini menjadi 28,2% lebih rendah dari menggunakan kertas. Beban kerja perawat
secara keseluruhan terjadi penurunan secara bermakna yaitu sebesar 20,6%. beban
kerja staf administrasi meningkat 28,4%
Penelitian dilakukan oleh Dominik Aronsky et al pada tahun 2007 tentang penerapan sistem
komputer di departemen emergensi. Dalam penelitian tersebut dilakukan penerapan
computerized whiteboard,
yaitu sistem informasi keperawatan berbasis komputer yang dimodifikasi dengan
menambahkan layar lebar di Whiteboard.
Tayangan yang lebar di Whiteboard akan memudahkan setiap tenaga kesehatan dan
pasien untuk melihat informasi yang diperlukan, termasuk perkembangan kondisi
kesehatan klien. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terjadi peningkatan
kualitas asuhan pasien dan terjadi efesiensi waktu dan tenaga. Aplikasi sistem
komputerisasi dokumentasi di ruang gawat darurat terus berkembang.
Perkembangan selanjutnya ditemukannya Computer-Based
Patient Record (CPR) systems,
yaitu melakukan pencatatan terhadap kondisi dan perkembangan penyakit pasien
dengan menggunakan komputer. Dalam sistem
ini dilengkapi sistem pemantauan klien secara progresif. Sistem ini
dikembangkan oleh Jose A. pada
tahun 1997. Dalam penelitian mereka tentang aplikasi sistem tersebut, ditemukan
bahwa terjadi penurunan biaya administrasi pendokumentasian dan meningkatkan
kerja tim dalam ruangan gawat darurat. Sistem tersebut diberi nama ASAS (Automatic
System for Auto-Supervision)
Perkembangan lain mengenai model pendokumentasian
adalah dengan model EPR (Electronic
Patient Record). Metode ini menggunakan sistem komputerisasi yang
diperkenalkan oleh Krough dan Naden pada tahun 2008 di Norwegia Sistem ini dilengkapi dengan Nursing Minimum Data Set yang berisi NANDA Nursing Diagnoses, Nursing Intervention Classification, and
Nursing Outcome Classification. EPR sebagai salah satu struktrur teknologi
pelayanan kesehatan telah banyak digunakan oleh disiplin ilmu lain . Struktur
ini berisi mengenai sistem informasi, sistem monitoring biomedikal serta
jaringan komunikasi luar.
Terobosan terkini dalam komputerisasi dokumentasi keperawatan
dengan mengembangkan sistem link
lokal. Sistem ini dikembangkan dengan memadukan teknologi link lokal seperti wifi,
wlan. Media yang digunakan yaitu personal digital assistance (PDA). Sistem ini dikembangkan oleh
Kuwahara pada
tahun 2003 di Kyoto, Jepang. Sistem ini mampu memberikan informasi tentang
asuhan keperawatan. Termasuk didalamnya asuhan dalam keadaan emergensi, atau
dalam keadaan non emergensi. Sistem ini diberi nama Wearable
Auto-Event-Recording of Medical Nursing.
Jadi sistem ini dapat digunakan dalam segala kondisi asuhan keperawatan. Setiap
perawat dilengkapi dengan PDA yang didesain khusus sehingga peka terhadap
kesalahan input dan eror data. Hasil penelitian dari aplikasi sistem ini
menunjukan bahwa ada peningkatan kualitas dokumen dan menghindari dari
keterlambatan tindakan keperawatan dalam keadaan darurat
Semua perangkat lunak di atas pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan kualitas dokumen keperawatan (Probst et al,
2006). Hal yang lebih diutamakan yaitu keberlanjutan dokumen keperawatan. Keberlanjutan dokumen yang baik akan dapat
memberikan informasi yang tepat tentang perkembangan status kesehatan klien
(Wahl et al, 2006). Pemantauan ini sangat
penting mengingat bahwa asuhan keperawatan merupakan suatu siklus proses yang
saling mempengaruhi. Berawal
dari pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi. Data
yang berkesinambungan akan mempengaruhi kualitas siklus tersebut.
Penggunaan pendokumentasian dengan berbasis komputer memiliki
banyak keuntungan. Dimana salah satunya adalah issue standar yang harus ada
dalam suatu pendokumentasian pasien dengan keadaan tertentu dalam hal ini
adalah standar pendokumentasian apa yang harus dilakukan pada pasien dengan
trauma. Standar pendokumentasian mengenai poin –poin yang harus ada pada pasien
telah di install di dalam software komputer sehingga tingkat kesalahan perawat
saat memasukkan data pasien memiliki tingkat kesalahan yang kecil (Wurster et al, 2012). Selain itu untuk proses
penelusuran pasien, perawat juga tidak mengalami kesulitan. Berdasarkan penelitian Kohort yang dilakukan oleh Mahler et al (2007)
dengan melibatkan 4 unit perawatan di Heidelberg selama 18 bulan ditemukan
hasil yang signifikan. Hasil penelitian tersebutkan mengungkapkan bahwa 3 unit
dari 4 unit perawatan yang menggunakan sistem komputerisasi pada sistem
pendokumentasiannya memiliki tingkat keefektifitasan dan kelengkapan data
sebesar 68 % dari yang sebelumnya dimana sistem pendokumentasiannya masih
bersifat tradisional atau tulisan tangan di kertas.
Meskipun banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari
penggunaan komputer sebagai alat bantu sistem pendokumetasian, kerugian pada
penggunaan ini tentu juga ada. Masalah legal etik mengenai keamanan dan privasi
informasi pasien menjadi bahasan yang menarik terkait penggunaan komputer
dengan kata sandi agar dapat mengakses seluruh informasi kesehatan pasien
bahkan informasi yang paling sensitif sekalipun (WainWright et al, 2008) . Permasalahan yang lain adalah bila terjadi gangguan sistem
atau downtime. Hal ini akan
mengakibatkan beberapa informasi pasien akan hilang. Kerugian lain yang sering
dikeluhkan adalah software informasi keperawatan yang membatasi penggunaan teks
bebas mendorong perawat untuk mengabaikan informasi utama tentang pasien (Iyer
& Camp, 2005). Observasi penting tentang pasien yang tidak cocok dalam
sebuh kategori dapat dihilangkan dari rekam medis. Dan yang terakhir adalah
terkait dengan biaya. Pembelian hardware dan software , pendidikan teknologi
untuk staf keperawatannya, sistem keamanan dan pemeliharan perangkat memerlukan
biaya yang tidak sedikit. Tidak jarang beberapa rumah sakit di Australia
kembali beralih pada pencatatan kertas dengan pemikiran biaya agar dapat
dialokasikan untuk pembelian ventilator, pompa infus dan peralatan rumah sakit
lainnya.
Penggunaan komputer di bagian perawatan gawat darurat sangat
penting. Hal ini karena dalam perawatan gawat darurat dibutuhkan analisis
tinggi dan cepat sehingga dapat dengan cepat mangambil keputusan atas keadaan
klien. Dari
beberapa model pendokumentasian yang dijelaskan diatas, masing –masing memiliki
kekurangan dan kelebihan. Selain itu juga tergantung pada setting ruang keperawatan
apa yang menggunakannya. Namun model pendokumentasian dengan berbasis
komputerisasi akan terus berkembang sebagai upaya perbaikan – perbaikan
terhadap sistem yang telah ada. Perawat pun dalam masa sekarang ini harus
meningkatkan kemampuan dirinya di disiplin ilmu lain yang dalam hal ini adalah
perkembangan informasi dan teknologi. Sehingga ilmu keperawatan pun akan terus
berkembang seiring dengan perkembangan zaman.
Penerapan sistem pendokumentasian dengan
komputerisasi di Indonesia bukanlah tidak mungkin untuk diterapkan ,Meskipun kendala
dan hambatan yang dialami profesi keperawatan di Indonesia masih banyak yang
harus dibenahi. Mulai dari pengakuan profesi yang diatur dalam rencana undang-
undang keperawatan sampai sistem model praktek profesi keperawatan di Indonesia masih menjadi issue yang menarik. Namun perawat di Indonesia tetap harus mampu memberikan pelayanan asuhan
keperawatan yang profesional dan berkualitas. Salah satu bentuk pelayanan
keperawatan yang profesional adalah ditunjukkan
dengan bukti pendokumentasian yang baik. Pendokumentasian di Indonesia masih
menggunakan sistem pendokumentasi manual atau dengan tulisan tangan. Walaupun
tidak menutup kemungkinan komputerisasi pendokumentasian keperawatan akan
diterapkan pada masa datang. Namun masih
banyak beberapa hal yang harus dipersiapkan dalam menyongsong perubahan
tersebut.
Pembenahan pertama yang harus dilakukan
adalah analisis
terhadap kebermanfaatan, biaya, kemudahan pemakaian, efektifitas dan efisiensi.
Setelah semua dipertimbangkan dan ditetapkan satu aplikasi yang akan
diterapkan, langkah berikutnya adalah sosialisasi dan pelatihan. Namun sebelum
ke arah sosialisasi dan pelatihan kita harus menyiapkan sumber daya manusia
dalam hal ini perawat untuk menguasai sistem informasi yang dipadukan dengan
standar asuhan keperawatan dalam hal ini adalah NANDA dan kebijakan RS di
institusi terkait. Menurut Wurshter et al (2012) salah satu kunci keberhasilan
penerapan pendokumentasian dengan sistem komputerisasi adalah sumber daya
manusia yang mampu dalam informasi teknologi.
Namun selain kemampuan sumber daya
manusia dalam pengoperasian software, masalah lain yang penting adalah
resistensi staf dalam upaya perubahan. Sehingga selain persiapan kemampuan
sumber daya manusia, hal lain yang tidak kalah penting adalah sosialisasi
mengenai tujuan perubahan, visi dan misi kedepan mengenai arah perubahan
pendokumentasian di setting gawat darurat yang mengakomodasi kepentingan
perawat dan pasien (Healy et al, 2008). Setelah penyiapan sumber daya
manusia, hal selanjutnya yang harus disiapkan adalah infrastrukturnya dengan
menyiapkan pusat database sistem informasi
dan teknologi informasi terpadu. Dan rencana selanjutnya adalah
melakukan simulasi penerapan aplikasi komputerisasi tersebut. Bila hasilnya
sudah baik maka sudah saatnya untuk memberikan pelatihan kepada perawat
emergensi mengenai cara pendokumentasian berbasis pada komputerisasi
keperawatan.
Akhirnya dari penjelasan essay diatas dapat kita
simpulkan bahwa profesionalitas keperawatan ditentukan
oleh kualitas dokumentasi keperawatan dengan demikian perubahan dari
pendokumentasian manual di setting
gawat darurat ke arah komputerisasi
pendokumentasian akan semakin meningkatkan asuhan keperawatan kepada masyarakat begitu pula seiring dengan kepuasan masyarakat. Dengan
penggunaan sistem komputerisasi ini diharapkan data pendokumentasian pasien trauma dapat menjadi valid, terkini dan
berkesinambungan Penerapan
model pendokumentasian keperawatan
berbasis komputerisasi di Indonesia masih memerlukan banyak
persiapan dan beberapa pembenahan terutama dalam hal sumber daya manusia dan
infrastrukturnya yang dapat dimulai
dengan penyediaan, pelatihan dan sosialisasi
DAFTAR PUSTAKA
Aronsky,
D., Jones, I., Lanaghan, K., & Slovis, C. (2008). Supporting patient care
in the emergency department with a computerized whiteboard system. Journal Of The
American Medical Informatics Association, 15(2), 184-194.
Berg,
G. M., Spaeth, D., Lippoldt, D., Sook, C., & Burdsal, C. (2012). Trauma Patient
Perceptions Of Nursing Care. Journal of Trauma Nursing, 19(2).
Blair,
W., & Smith, B. (2012). Nursing Documentation : Frameworks and barriers. Nursing
Documentation, 41(2).
Chua,
R., Cordell, W., Ernsting, K., Bock, H., & Nyhuis, A. (1993). Accuracy of
bar codes versus handwriting for recording trauma resuscitation events. Annals Of
Emergency Medicine, 22(10), 1545-1550.
Curtis,
K., Bollard, L., & Dickson, C. (2002). Coding errors and the trauma
patient--is nursing case management the solution?. Australian
Health Review: A Publication Of The Australian Hospital Association, 25(4), 73-80.
Healy,
K., Hegarty, J., Keating, G., Landers, F., Leopold, S., & O'Gorman, F.
(2008). The Change Experience : How We Updated Our Perioperative Nursing
Documentation. The Journal of Perioperative Practice, 18(4).
Hentschke,
P. (2009). 24 Hour Rehabilitation Nursing : The Proof is in The Documentation. Rehabilitation
Nursing, 34(3).
Iyer, P. W., & Camp, N. H. (2005). Dokumentasi
Keperawatan. 2005: EGC.
Krogh,
G. V., & Naden, D. (2008). A Nursing Spesific Model Of EPR Documentation :
Organizational and Professional Requirement. Journal of
Nursing Scholarship, 40(1), 68.
Mahler,
C., Ammenwerth, E., Wagner, A., Tautz, A., Happek, T., Hoppe, B., et al.
(2006). Effects of a Computer Based Nursing Documentation System On The Quality
Of Nursing Documentation. Journal Medical System.
Prldeaux,
A. (2011). Issues In Nursing Documentation And Record Keeping Practice. British
Journal Of Nursing, 20(22).
Probst, C., Paffrath, T., Krettek, C., & Pape, H.
C. (2006). Comparative Update on Documentation of Trauma in Seven National
Registries. European Journal of Trauma 32.
WainWright,
G. A., Stehli, C. D., & Wittman, R. A. (2008). Emergency Nurse
Documentation Improvement Tool. Journal of Trauma Nursing, 15(1).
Wahl,
W., Talsma, A., Dawson, C., Dickinson, S., Pennington, K., Wilson, D., &
... Taheri, P. (2006). Use of computerized ICU documentation to capture ICU
core measures. Surgery, 140(4), 684-689.
Wurster,
L. A., Groner, J. I., & Hoffman, J. (2012). Electronic Documentation of
Trauma Resuscitations at a Level 1 Pediatric Trauma Center. Journal Trauma
Nursing, 19(2).
Artikel yang bagus... kini telah tersedia program dokumentasi keperawatan yang terkomputerisasi. Jika berkenan siahkan kunjungi webnya di http://blog.renpra.com atau demo online di http://www.renpra.com/emr
BalasHapusTerima kasih atas artikelnya... mohon izin share.