Langsung ke konten utama

PENDOKUMENTASIAN BERBASIS KOMPUTERISASI SEBAGAI PILIHAN METODE DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN TERKINI PADA PASIEN TRAUMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT


PENDOKUMENTASIAN BERBASIS KOMPUTERISASI SEBAGAI PILIHAN METODE DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN  TERKINI PADA PASIEN TRAUMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT

Masalah mengenai bagaimana teknik pendokumentasian yang tepat untuk diterapkan pada lingkup keperawatan gawat darurat telah lama menjadi bahan bahasan yang menarik. Hal yang membuat masalah ini menarik didasarkan pada setting ruang dan jenis pasien yang berbeda karakteristiknya dengan departemen keperawatan yang lain. Penanganan pasien gawat di setting ruang gawat darurat memerlukan tindakan yang bersifat cepat dan memerlukan tindakan yang tepat (Blair & Smith,2012). Perawat gawat darurat dituntut harus dapat mengkaji pasien trauma akibat kecelakaan dan ruda paksa dengan cepat sambil merencanakan intervensi serta berkolaborasi dengan dokter gawat darurat dalam rentang waktu yang relatif singkat. Perawat gawat darurat juga dituntut untuk mampu melakukan dan mendokumentasikan tindakan medis dan tindakan keperawatan termasuk waktu sesuai dengan standar yang disetujui. Pendokumentasian pada penanganan pasien trauma sebenarnya tidaklah mudah. Hal ini disebabkan karena pendokumentasian pada kondisi trauma memerlukan waktu yang cepat namun kompleks.  
Pendokumentasian pada setting kegawatdaruratan dimulai dari fase triage sampai dengan transfer pasien ke unit pelayanan lain. Menurut Iyer dan Camp (2005), proses pendokumentasian pada tahap triage meliputi waktu dan datangnya alat transportasi, Keluhan utama saat pasien datang, pengkodean warna prioritas setelah ditriage dan  Intervensi awal yang diberikan. Sehingga point yang penting dalam pendokumentasian di setting gawat darurat adalah pre hospital, primary survey, dan secondary survey. Menurut Bergh et al (2012), kepuasan pasien saat pertama kali masuk ke Instalasi Gawat Darurat adalah pada bagaimana perawat melakukan triage. Karena bila pasien sudah merasa puas pada awal triage maka semua pelayanan pada proses keperawatan pun telah dinilai baik dan memuaskan menurut pasien. Pendokumentasian yang lain adalah proses keperawatan yang meliputi pengkajian, intervensi dan evaluasi. Fokus tindakan pasien trauma di IGD adalah pada kemampuan survival dan kualitas hidup setelah traumanya. 
Setting ruang gawat darurat dengan karakteristik pasien yang unik, disertai beragam kondisi yang mengancam jiwa membutuhkan suatu sistem / format pendokumentasian yang singkat, jelas dan mudah untuk digunakan. Menurut Thompson (2006) tuntutan pasien terhadap perawat sering disebabkan pendokumentasian yang tidak tepat, dan tidak lengkap. Pasien dengan trauma diketahui telah mengalami banyak stress yang tidak hanya fisiologis tetapi juga bersifat psikologis. Hal ini tidak hanya mempengaruhi pasien akan tetapi juga keluarga pasien. Kecemasan dan takut akan menjelang ajal menjadi masalah yang tersering terjadi. Dampak pada kecemasan dan ketakutan pada keluarga pasien akan bermanifestasi dengan tuntutan akan pelayanan yang optimal dan efektif. Menurut Berg et al (2012) bahwa tingkat kepuasan pasien trauma yang dirawat di IGD lebih banyak disebabkan karena pelayanan perawatan yang komunikatif. Padahal kondisi di IGD, perawat dan tim medis lain memiliki banyak kesulitan untuk dapat berkomunikasi yang efektif karena minimnya waktu dan banyaknya tindakan penyelamatan yang harus dilakukan pada pasien trauma. Dalam essay ini, saya akan membahas mengenai sistem pendokumentasian apa yang tepat diterapkan pada setting ruang kegawatdaruratan, bagaimana sistem pendokumentasian yang telah berkembang di negara maju,dimana disana telah diterapkan sistem pendokumentasian dengan berbasis komputerisasi, apa saja keuntungan dan kerugian dalam penggunaan teknologi komputeri untuk proses pendokumentasian, lalu bagaimana bila sistem tersebut diterapkan di Indonesia. Dan persiapan apa saja yang perlu dilakukan agar sistem pendokumentasian tersebut dapat berjalan baik.
Pendokumentasian merupakan salah satu bagian yang tidak bisa terlepaskan dari proses keperawatan. Kegiatan pendokumentasian juga dinilai sebagai salah satu aspek legal hukum perawat dalam melakukan asuhan keperawatan. Bukti kualitas asuhan keperawatan juga dievaluasi dari bukti pendokumentasian proses keperawatan (Hentschke,2009 ; Prldeaux, 2011). Hal ini menjadi tantangan bagi profesi perawat dalam menentukan metode pendokumentasian apa yang efektif untuk mengakomodasi kelengkapan dan keakuratan data pasien, mengakomodasi komponen proses keperawatan terutama pengkajian, intervensi dan evaluasi selama proses resusitasi. Bila perawat gagal dalam melakukan pendokumetasian yang tepat maka akan berdampak pada tuntutan keluarga pasien, yang akhirnya akan berujung pada ketidakpercayaan terhadap profesional perawat sehingga akan menurunkan mutu kualitas asuhan keperawatan (Curtis et al ,2002). Hal ini tidak terlepas dari indikator profesionalisme keperawatan yang dilihat dengan kualitas dokumentasinya
Pada era perkembangan kemajuan informasi dan teknologi seperti saat ini, perawat juga dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan zaman. Salah satunya adalah dengan ide menggunakan teknologi komputer dalam pendokumentasian tindakan keperawatan. Ide mengenai penggunaan komputer untuk pendokumentasian di setting keperawatan emergensi pada kasus trauma sebenarnya telah ada pada era tahun 1990an. Chua et al pada tahun 1993 melakukan penelitian dengan melibatkan 24 perawat emergensi sebagai responden untuk mendokumentasikan proses penanganan pasien mulai dari awal masuk sampai pemindahan ke unit lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan penggunaan handwritten data entry dengan computerized bar code data entry pada penanganan resusitasi pasien trauma. Responden diminta untuk mendokumetasikan suatu tindakan resusitasi pasien trauma yang ditamplikan melalui stimulasi video. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa tingkat kesalahan pencatatan dengan metode computerized bar code data entry lebih sedikit kesalahannya daripada dengan handwritten data entry.
Saat ini pendokumentasian di negara- negara maju sudah beralih menggunakan software komputer. Beberapa negara maju yang sudah lama beralih pada pendokumentasian dengan sistem komputerisasi adalah Jerman, Amerika Serikat Australia, Inggris, Kanada, Perancis (Probst et al, 2006). Mereka telah mengembangkan sistem pendokumentasian trauma dengan komputerisasi. Komputerisasi dalam praktik keperawatan dinilai membantu dalam mengurangi tingkat kesalahan, menstandarisasi rencana asuhan keperawatan dan mendokumentasikan semua hal mengenai pasien sesuai dengan standar keperawatan dan kebijakan RS (Krogh,& Naden, 2008). Menurut Green dan Thomas (2008), penggunaan pendokumentasian dengan berbasis komputerisasi memberikan hasil yang lebih baik karena informasi mengenai pasien menjadi lebih jelas dan lengkap, Sehingga kolaborasi perawat dan dokter atau dengan interdisiplin lain menjadi lebih nyata dalam berkomunikasi mengenai kondisi pasien. Banyak model pendokumentasian proses keperawatan yang ditawarkan pada setting kegawatddaruratan.
Salah penggunaan sofware komputer dalam upaya peningkatan kualitas pendokumentasian adalah dengan END-IT (Emergency   Nurse Department – Improvement Tool) yang telah diterapkan di negara bagian Pennsylvania. Masih banyak lagi sistem pendokumentasian dengan sistem komputerisasi lainnya seperti elektronic chart, computerized whiteboard, Computer-Based Patient Record, Wearable Auto-Event-Recording of Medical Nursing Automatic System for Auto-Supervision.
 Penggunaan komputer di bagian perawatan gawat darurat  sangat  penting. Hal ini karena dalam perawatan gawat darurat dibutuhkan analisis tinggi dan cepat sehingga dapat dengan cepat mengambil keputusan atas keadaan klien. Beberapa jenis dokumentasi yang diusulkan adalah sistem pencatatan dengan END-IT (Emergency Nurse Department – Improvement Tool). Sistem ini diperkenalkan pada tahun 2008 oleh Wainwright et al dengan menggunakan sistem komputerisasi. Pada uji coba pertama kali selama 6 bulan yaitu bulan april sampai oktober tahun 2006 sistem pendokumentasian ini telah mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian perawat dalam pencatatan sebanyak 21 %. Sebelum dimasukkan pada data base komputerisasi, Sistem END-IT menggunakan lembar alur (Lampiran 1). Pada lembar alur tersebut baru akan dimasukkan ke data base pusat.
Model pendokumetasian komputerisasi yang lain adalah elektronic chart. Sistem ini dikembangkan di departemen radiologi. Hasil penelitian aplikasi ini didapatkan bahwa ada beban kerja perawat dengan sistem ini menjadi 28,2% lebih rendah dari menggunakan kertas. Beban kerja perawat secara keseluruhan terjadi penurunan secara bermakna yaitu sebesar 20,6%. beban kerja staf administrasi meningkat 28,4%
Penelitian dilakukan oleh Dominik Aronsky et al pada tahun 2007 tentang penerapan sistem komputer di departemen emergensi. Dalam penelitian tersebut dilakukan penerapan computerized whiteboard, yaitu sistem informasi keperawatan berbasis komputer yang dimodifikasi dengan menambahkan layar lebar di Whiteboard. Tayangan yang lebar di Whiteboard akan memudahkan setiap tenaga kesehatan dan pasien untuk melihat informasi yang diperlukan, termasuk perkembangan kondisi kesehatan klien. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terjadi peningkatan kualitas asuhan pasien dan terjadi efesiensi waktu dan tenaga. Aplikasi sistem komputerisasi dokumentasi di ruang gawat darurat terus berkembang.
Perkembangan selanjutnya ditemukannya Computer-Based Patient Record (CPR) systems, yaitu melakukan pencatatan terhadap kondisi dan perkembangan penyakit pasien dengan menggunakan komputer. Dalam sistem ini dilengkapi sistem pemantauan klien secara progresif. Sistem ini dikembangkan oleh Jose A. pada tahun 1997. Dalam penelitian mereka tentang aplikasi sistem tersebut, ditemukan bahwa terjadi penurunan biaya administrasi pendokumentasian dan meningkatkan kerja tim dalam ruangan gawat darurat. Sistem tersebut diberi nama ASAS (Automatic System for Auto-Supervision)
Perkembangan lain mengenai model pendokumentasian adalah dengan model EPR (Electronic Patient Record). Metode ini menggunakan sistem komputerisasi yang diperkenalkan oleh Krough dan Naden pada tahun 2008 di Norwegia  Sistem ini dilengkapi dengan Nursing Minimum Data Set yang berisi NANDA Nursing Diagnoses, Nursing Intervention Classification, and Nursing Outcome Classification. EPR sebagai salah satu struktrur teknologi pelayanan kesehatan telah banyak digunakan oleh disiplin ilmu lain . Struktur ini berisi mengenai sistem informasi, sistem monitoring biomedikal serta jaringan komunikasi luar.
Terobosan terkini dalam komputerisasi dokumentasi keperawatan dengan mengembangkan sistem link lokal. Sistem ini dikembangkan dengan memadukan teknologi link lokal seperti wifi, wlan. Media yang digunakan yaitu personal digital assistance (PDA). Sistem ini dikembangkan oleh Kuwahara pada tahun 2003 di Kyoto, Jepang. Sistem ini mampu memberikan informasi tentang asuhan keperawatan. Termasuk didalamnya asuhan dalam keadaan emergensi, atau dalam keadaan non emergensi. Sistem ini diberi nama Wearable Auto-Event-Recording of Medical Nursing. Jadi sistem ini dapat digunakan dalam segala kondisi asuhan keperawatan. Setiap perawat dilengkapi dengan PDA yang didesain khusus sehingga peka terhadap kesalahan input dan eror data. Hasil penelitian dari aplikasi sistem ini menunjukan bahwa ada peningkatan kualitas dokumen dan menghindari dari keterlambatan tindakan keperawatan dalam keadaan darurat
Semua perangkat lunak di atas pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas dokumen keperawatan (Probst et al, 2006). Hal yang lebih diutamakan yaitu keberlanjutan dokumen keperawatan. Keberlanjutan dokumen yang baik akan dapat memberikan informasi yang tepat tentang perkembangan status kesehatan klien (Wahl et al, 2006). Pemantauan ini sangat penting mengingat bahwa asuhan keperawatan merupakan suatu siklus proses yang saling mempengaruhi. Berawal dari pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi. Data yang berkesinambungan akan mempengaruhi kualitas siklus tersebut.
Penggunaan pendokumentasian dengan berbasis komputer memiliki banyak keuntungan. Dimana salah satunya adalah issue standar yang harus ada dalam suatu pendokumentasian pasien dengan keadaan tertentu dalam hal ini adalah standar pendokumentasian apa yang harus dilakukan pada pasien dengan trauma. Standar pendokumentasian mengenai poin –poin yang harus ada pada pasien telah di install di dalam software komputer sehingga tingkat kesalahan perawat saat memasukkan data pasien memiliki tingkat kesalahan yang kecil (Wurster et al, 2012). Selain itu untuk proses penelusuran pasien, perawat juga tidak mengalami kesulitan. Berdasarkan penelitian Kohort yang dilakukan oleh Mahler et al (2007) dengan melibatkan 4 unit perawatan di Heidelberg selama 18 bulan ditemukan hasil yang signifikan. Hasil penelitian tersebutkan mengungkapkan bahwa 3 unit dari 4 unit perawatan yang menggunakan sistem komputerisasi pada sistem pendokumentasiannya memiliki tingkat keefektifitasan dan kelengkapan data sebesar 68 % dari yang sebelumnya dimana sistem pendokumentasiannya masih bersifat tradisional atau tulisan tangan di kertas.
Meskipun banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan komputer sebagai alat bantu sistem pendokumetasian, kerugian pada penggunaan ini tentu juga ada. Masalah legal etik mengenai keamanan dan privasi informasi pasien menjadi bahasan yang menarik terkait penggunaan komputer dengan kata sandi agar dapat mengakses seluruh informasi kesehatan pasien bahkan informasi yang paling sensitif sekalipun (WainWright et al, 2008) . Permasalahan yang lain adalah bila terjadi gangguan sistem atau downtime. Hal ini akan mengakibatkan beberapa informasi pasien akan hilang. Kerugian lain yang sering dikeluhkan adalah software informasi keperawatan yang membatasi penggunaan teks bebas mendorong perawat untuk mengabaikan informasi utama tentang pasien (Iyer & Camp, 2005). Observasi penting tentang pasien yang tidak cocok dalam sebuh kategori dapat dihilangkan dari rekam medis. Dan yang terakhir adalah terkait dengan biaya. Pembelian hardware dan software , pendidikan teknologi untuk staf keperawatannya, sistem keamanan dan pemeliharan perangkat memerlukan biaya yang tidak sedikit. Tidak jarang beberapa rumah sakit di Australia kembali beralih pada pencatatan kertas dengan pemikiran biaya agar dapat dialokasikan untuk pembelian ventilator, pompa infus dan peralatan rumah sakit lainnya.
Penggunaan komputer di bagian perawatan gawat darurat  sangat  penting. Hal ini karena dalam perawatan gawat darurat dibutuhkan analisis tinggi dan cepat sehingga dapat dengan cepat mangambil keputusan atas keadaan klien. Dari beberapa model pendokumentasian yang dijelaskan diatas, masing –masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Selain itu juga tergantung pada setting ruang keperawatan apa yang menggunakannya. Namun model pendokumentasian dengan berbasis komputerisasi akan terus berkembang sebagai upaya perbaikan – perbaikan terhadap sistem yang telah ada. Perawat pun dalam masa sekarang ini harus meningkatkan kemampuan dirinya di disiplin ilmu lain yang dalam hal ini adalah perkembangan informasi dan teknologi. Sehingga ilmu keperawatan pun akan terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman.
Penerapan sistem pendokumentasian dengan komputerisasi di Indonesia bukanlah tidak mungkin untuk diterapkan ,Meskipun kendala dan hambatan yang dialami profesi keperawatan di Indonesia masih banyak yang harus dibenahi. Mulai dari pengakuan profesi yang diatur dalam rencana undang- undang keperawatan sampai sistem model praktek profesi keperawatan di Indonesia masih menjadi issue yang menarik. Namun perawat di Indonesia tetap harus mampu memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang profesional dan berkualitas. Salah satu bentuk pelayanan keperawatan yang profesional adalah ditunjukkan dengan bukti pendokumentasian yang baik. Pendokumentasian di Indonesia masih menggunakan sistem pendokumentasi manual atau dengan tulisan tangan. Walaupun tidak menutup kemungkinan komputerisasi pendokumentasian keperawatan akan diterapkan pada masa datang. Namun masih banyak beberapa hal yang harus dipersiapkan dalam menyongsong perubahan tersebut.
Pembenahan pertama yang harus dilakukan adalah analisis terhadap kebermanfaatan, biaya, kemudahan pemakaian, efektifitas dan efisiensi. Setelah semua dipertimbangkan dan ditetapkan satu aplikasi yang akan diterapkan, langkah berikutnya adalah sosialisasi dan pelatihan. Namun sebelum ke arah sosialisasi dan pelatihan kita harus menyiapkan sumber daya manusia dalam hal ini perawat untuk menguasai sistem informasi yang dipadukan dengan standar asuhan keperawatan dalam hal ini adalah NANDA dan kebijakan RS di institusi terkait. Menurut Wurshter et al (2012) salah satu kunci keberhasilan penerapan pendokumentasian dengan sistem komputerisasi adalah sumber daya manusia yang mampu dalam informasi teknologi. Namun selain kemampuan sumber daya manusia dalam pengoperasian software, masalah lain yang penting adalah resistensi staf dalam upaya perubahan. Sehingga selain persiapan kemampuan sumber daya manusia, hal lain yang tidak kalah penting adalah sosialisasi mengenai tujuan perubahan, visi dan misi kedepan mengenai arah perubahan pendokumentasian di setting gawat darurat yang mengakomodasi kepentingan perawat dan pasien (Healy et al, 2008). Setelah penyiapan sumber daya manusia, hal selanjutnya yang harus disiapkan adalah infrastrukturnya dengan menyiapkan pusat database sistem informasi  dan teknologi informasi terpadu. Dan rencana selanjutnya adalah melakukan simulasi penerapan aplikasi komputerisasi tersebut. Bila hasilnya sudah baik maka sudah saatnya untuk memberikan pelatihan kepada perawat emergensi mengenai cara pendokumentasian berbasis pada komputerisasi keperawatan.
Akhirnya dari penjelasan essay diatas dapat kita simpulkan bahwa profesionalitas keperawatan ditentukan oleh kualitas dokumentasi keperawatan dengan demikian perubahan dari pendokumentasian manual di setting gawat darurat ke arah komputerisasi pendokumentasian akan semakin meningkatkan asuhan keperawatan kepada masyarakat begitu pula seiring dengan kepuasan masyarakat. Dengan penggunaan sistem komputerisasi ini diharapkan data pendokumentasian pasien trauma dapat menjadi valid, terkini dan berkesinambungan Penerapan model pendokumentasian keperawatan berbasis komputerisasi di Indonesia masih memerlukan banyak persiapan dan beberapa pembenahan terutama dalam hal sumber daya manusia dan infrastrukturnya yang dapat dimulai dengan penyediaan, pelatihan dan sosialisasi










DAFTAR PUSTAKA

Aronsky, D., Jones, I., Lanaghan, K., & Slovis, C. (2008). Supporting patient care in the emergency department with a computerized whiteboard system. Journal Of The American Medical Informatics Association15(2), 184-194.

Berg, G. M., Spaeth, D., Lippoldt, D., Sook, C., & Burdsal, C. (2012). Trauma Patient Perceptions Of Nursing Care. Journal of Trauma Nursing, 19(2).

Blair, W., & Smith, B. (2012). Nursing Documentation : Frameworks and barriers. Nursing Documentation, 41(2).

Chua, R., Cordell, W., Ernsting, K., Bock, H., & Nyhuis, A. (1993). Accuracy of bar codes versus handwriting for recording trauma resuscitation events. Annals Of Emergency Medicine22(10), 1545-1550.

Curtis, K., Bollard, L., & Dickson, C. (2002). Coding errors and the trauma patient--is nursing case management the solution?. Australian Health Review: A Publication Of The Australian Hospital Association25(4), 73-80.

Healy, K., Hegarty, J., Keating, G., Landers, F., Leopold, S., & O'Gorman, F. (2008). The Change Experience : How We Updated Our Perioperative Nursing Documentation. The Journal of Perioperative Practice, 18(4).

Hentschke, P. (2009). 24 Hour Rehabilitation Nursing : The Proof is in The Documentation. Rehabilitation Nursing, 34(3).

Iyer, P. W., & Camp, N. H. (2005). Dokumentasi Keperawatan. 2005: EGC.

Krogh, G. V., & Naden, D. (2008). A Nursing Spesific Model Of EPR Documentation : Organizational and Professional Requirement. Journal of Nursing Scholarship, 40(1), 68.

Mahler, C., Ammenwerth, E., Wagner, A., Tautz, A., Happek, T., Hoppe, B., et al. (2006). Effects of a Computer Based Nursing Documentation System On The Quality Of Nursing Documentation. Journal Medical System.

Prldeaux, A. (2011). Issues In Nursing Documentation And Record Keeping Practice. British Journal Of Nursing, 20(22).

Probst, C., Paffrath, T., Krettek, C., & Pape, H. C. (2006). Comparative Update on Documentation of Trauma in Seven National Registries. European Journal of Trauma 32.

WainWright, G. A., Stehli, C. D., & Wittman, R. A. (2008). Emergency Nurse Documentation Improvement Tool. Journal of Trauma Nursing, 15(1).

Wahl, W., Talsma, A., Dawson, C., Dickinson, S., Pennington, K., Wilson, D., & ... Taheri, P. (2006). Use of computerized ICU documentation to capture ICU core measures. Surgery140(4), 684-689.

Wurster, L. A., Groner, J. I., & Hoffman, J. (2012). Electronic Documentation of Trauma Resuscitations at a Level 1 Pediatric Trauma Center. Journal Trauma Nursing, 19(2).

Komentar

  1. Artikel yang bagus... kini telah tersedia program dokumentasi keperawatan yang terkomputerisasi. Jika berkenan siahkan kunjungi webnya di http://blog.renpra.com atau demo online di http://www.renpra.com/emr
    Terima kasih atas artikelnya... mohon izin share.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

OBAT EMERGENCY

OBAT EMERGENCY DENGAN PENGGUNAAN SYIRINGE PUMP Obat emergency merupakan obat-obatan yang dibutuhkan untuk mengatasi keadaan gawat darurat. Sebaiknya disiapkan dan disediakan ditempat yang mudah terjangkau dan pemberiannya berdasarkan pada keadaan pasien tersebut. Pemberian obat selalu mengacu pada 5T dan 1W dimana yang dimaksud adalah (Tepat obat, Tepat waktu, tepat orang, tepat dosis, tepat cara ) dan Waspada terhadap efek samping obat tersebut. Berikut yang termasuk obat-obatan yang sering diberikan secara berkesinambungan adalah adrenalin, dopamin, dobutamin, herbesser . Pemberian obat yang tidak dirancang dengan benar dapat berakibat fatal atau tidak berkhasiat sama sekali. PRINSIP PEMBERIAN Pemberian obat selalu mengacu pada 5T dan 1W (Tepat obat, Tepat waktu, tepat orang, tepat dosis, tepat cara ) dan Waspada terhadap efek samping obat tersebut. PERHITUNGAN OBAT :  Pasien dengan BB 50Kg, mendapatkan terapi dopamin dengan dosis 5mcg/Kg/Menit. Sediaan dopamin yan

Pemeriksaan fisik sistem pernapasan

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERNAPASAN (B1) INSPEKSI 1.     Wawancara pasien terkait keluhan sesak napas, nyeri dada ,  batuk, pengeluaran sputum dan batuk darah. Adapun masing – masing pemeriksaan akan dijelaskan sebagai berikut : a.     Derajat Sesak Nafas Derajat Sesak Keluhan Sesak Derajat I Sesak bila aktivitas berat, aktivitas sehari-hari baik Derajat II Sesak bila naik tangga Derajat III Aktivitas sehari-hari terasa sesak Derajat IV Pekerjaan ringan terasa sesak, istirahat tidak sesak Derajat V Istirahat tetap sesak (hidup tergantung O 2 ) b.     Nyeri dada Keluhan Nyeri Dada Kemungkinan Diagnosis Nyeri Dada Mendadak  Peny. Jantung   Pneumotoraks Nyeri Seperti Ditusuk Pleuritis Peny. Jantung  (Angina) Pneumotoraks Nyeri Dada Rasa Keme

PENGAJUAN KEANGGOTAAN HIPGABI JAWA TIMUR

Kepada Yth. Sejawat perawat Gawat Darurat Di Jawa Timur Assalamualaikum wr wb Bapak ibu dulur yang akan mengajukan keanggotaan HIPGABI , kini sudah dapat mengisi data data di link  bit.ly/form-anggota-hipgabi . Adapun syarat data yang harus anda lengkapi sebelum klik link adalah : 1. NIRA 2. Alamat dan nomor ponsel 3. Foto 3x4 pakaian resmi Atas perhatiannya kami sampaikan terima kasih HIPGABI # Bersatu # Berkualitas # Sejahtera Berikut adalah daftar pengajuan yang akan diproses beserta keterangannya No Nama Nira Institusi KET 1 Yudisa Diaz Lutfi Sandi, Ns., M.Kep 35210213331 Akper Pemkab Ngawi LENGKAP 2 Rizky Fajar Bahtiar,S.St 35730327236 Rumah Sakit Universitas Brawijaya LENGKAP 3 Khotimah, S. Kep., Ns., M. Kes 35170232243 Unipdu Jombang LENGKAP 4 Guruh Wirasakti, S.Kep.,Ns.,M.Kep. 35730479034 STIKES dr. Soebandi Jember LENGKAP