Minggu, 29 Maret 2020

KONSEP CAIRAN DAN ELEKTROLIT


KONSEP CAIRAN DAN ELEKTROLIT


Kompetensi yang harus didapatkan :

1. Komposisi cairan pada tubuh manusia
2. Fungsi cairan dan elektrolit
3. Fisiologi cairan pada tubuh manusia : proses difusi, osmosis, tekanan osmotik, tekanan hidrostatik
4. Kebutuhan cairan tubuh
5.Konsep defisit volume cairan
6. Konsep kelebihan volume cairan
7. Intervensi keperawatan pada gangguan kebutuhan cairan
8. Perhitungan tetes infus



MATERI KULIAH : https://bit.ly/2WQFZAX

Kamis, 19 Maret 2020

KONSEP TERAPI OKSIGEN

KONSEP TERAPI OKSIGEN



Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki maslow. Seorang individu yang memiliki beberapa kebutuhan yang tidak terpenuhi secara umum lebih dulu mencari kebutuhan fisiologis (Maslow,1970). Misalnya seseorang yang kekurangan makanan, keselamatan, dan cinta biasanya mencari makanan sebelum mencari cinta. hal ini dikarenakan kebutuhan fisiologis merupakan hal yang penting untuk bertahan hidup. Sedangkan manusia memiliki delapan macam kebutuhan fisiologis yakni kebutuhan oksigen, cairan, nutrisi, temperatur, eliminasi, tempat tinggal, istirahat, dan kebutuhan seks. Salah satunya yang akan dibahas dalam makalah ini adalah kebutuhan oksigenasi.
Oksigen merupakan kebutuhan fisiologis yang paling penting. Tubuh bergantung pada oksigen dari waktu ke waktu untuk bertahan hidup. Beberapa jaringan seperti otot skelet, dapat bertahan beberapa waktu tanpa oksigen melalui metabolisme anaerob, sebuah proses dimana jaringan ini menyediakan energi mereka sendiri tanpa adanya oksigen. Jaringan yang melakukan hanya metabolisme aerob, prosesnya membentuk energi dengan adanya oksigen, bergantung secara total pada oksigen untuk bertahan hidup. Seperti yang diketahui Oksigen (O2) adalah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Sedangkan Oksigenasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung Oksigen (O2) kedalam tubuh serta menghembuskan Karbondioksida (CO2) sebagai hasil sisa oksidasi. Kekurangan oksigen dalam beberapa menit saja dapat mengakibatkan kerusakan-kerusakan yang tak dapat diperbaiki lagi, dan untuk jangka waktu yang pendek dapat mengakibatkan kematian.
      Oksigen secara adekuat diterima dari lingkungan ke dalam paru-paru, pembuluh darah, dan jaringan. Pada beberapa titik dalam kehidupannya, klien berisiko untuk tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen mereka. Kebutuhan tersebut mungfkin akut, seperti pada henti jantung, atau kronik, seperti pada penyakit emfisema. Tindakan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan oksigen mempunyai rentang dari kondisi darurat dengan resusitasi jantung-paru untuk henti jantung sampai tindakan pendukung seperti pemberian oksigen pada klien dengan penyakit paru selama berolahraga.


Anatomi Sistem Pernafasan
Saluran Nafas Atas
1.      Hidung
  • Terdiri atas bagian eksternal dan internal
  • Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago
  • Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum
  • Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung
  • Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia
  • Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru
  • Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru
  • Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia
2.      Faring
  • Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring
  • Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring (laringofaring)
  • Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif
3.      Laring
  • Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea
  • Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
    - Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
    - Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
    - Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun (Adam’s apple)
    - Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di bawah kartilago tiroid)
    - Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid
    - Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)
  • Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi
  • Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batu
4.      Trakea
  • Disebut juga batang tenggorok
  •  Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina
  1. Saluran Nafas Bawah
  1. Bronkus
·         Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri
·         Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)
·         Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental
·         Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf
  1. Bronkiolus
  • Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
  • Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas
  1. Bronkiolus Terminalis
  • Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)
  1. Bronkiolus respiratori
  • Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
  • Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas
  1. Duktus alveolar dan Sakus alveolar
  • Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar
  • Dan kemudian menjadi alveoli
  1.  Alveoli
  • Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2
  • Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2
  • Terdiri atas 3 tipe :
    - Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
    - Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)
    - Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan
PARU
  • Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut
  • Terletak dalam rongga dada atau toraks
  • Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar
  • Setiap paru mempunyai apeks dan basis
  • Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris
  • Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus
  • Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya
PLEURA

  • Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
  • Terbagi mejadi 2 :
    - Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
    - Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
  • Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru
  • Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolap paru-paru


Bernafas / pernafasan merupkan proses pertukaran udara diantara individu dan lingkungannya dimana O2 yang dihirup (inspirasi) dan CO2 yang dibuang (ekspirasi).
Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru atau sebaliknya.
Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekanan antara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang, diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :
a. Tekanan udara atmosfir
b. Jalan nafas yang bersih
c. Pengembangan paru yang adekuat
2. Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveolus dan kapiler paru-paru.
Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi lebih besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi membran respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien tekanan oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :
a. Luas permukaan paru
b. Tebal membran respirasi
c. Jumlah darah
d. Keadaan/jumlah kapiler darah
e. Afinitas
f. Waktu adanya udara di alveoli
3. Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh dan sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler.
Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida harus ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru. Secara normal 97 % oksigen akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan dibawa ke jaringan sebagai oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel-sel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :
a. Curah jantung (cardiac Output / CO)
b. Jumlah sel darah merah
c. Hematokrit darah
d. Latihan (exercise)




Rabu, 18 Maret 2020

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATAN SYOK HIPOVOLEMIK




Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:
1.     Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih.
2.     Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.
3.     Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek.
Syok hipovolemik adalah suatu keadaan akut dimana tubuh kehilangan cairan tubuh, cairan ini dapat berupa darah, plasma, dan elektrolit (Grace, 2006).
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat.  
Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan penurunan volume intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler menempati hamper 2/3 dari air tubuh total sedangkan cairan tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompartemen intavaskular dan interstitial. Volume cairan interstitial adalah kira-kira 3-4x dari cairan intravascular. Syok hipovolemik terjadi jika penurunan volume intavaskuler 15% sampai 25%. Hal ini akan menggambarkan kehilangan 750 ml sampai 1300 ml pada pria dgn berat badan 70 kg.

2.2 Klasifikasi
Menurut berat gejala, dapat dibedakan menjadi 4 stadium syok hipovolemik
*     Tahap I (presyok, compensated)
Terjadi bila kehilangan plasma darah 10-15% ± 750 ml dari volume darah. Pusing, takikardi ringan, sistolik 90-100 mmHg
*     Tahap II (ringan, compensated)
Terjadi apabila kehilanagan plasma darah 20-25 % ± 1000-1200 ml. Gelisah, keringat dingin, haus, diuresis berkurang, takikardi . 100x/menit, TD sistolik 80-90 mmHg
*     Tahap III (sedang, reversible)
Terjadi kehilangan plasma darah 30-45% ± 1500-1750 ml. Gelisah, pucat, dingin, oliguri, takikardi >100x/menit, sistolik 70-80 mmHg
*     Tahap IV (berat, ireversibel)
Bila terjadi kehilangan darah 35-50%  ± 2000 ml pucat, sianoti, dingin, takipnea, anuri, kolaps pembuluh darah, takikardi/tak teraba lagi, sistolik 0-40 mmHg

2.3 Etiologi
Pada umumnya syok hipovolemik disebabkan karena perdarahan, sedang penyebab lain yang ekstrem adalah keluarnya garam (NaCL).
1.     Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2.     Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000–1500 ml perdarahan.
3.     Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
-       Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
-       Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
-       Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
Syok hipovolemik yang terjadi karena berkumpulnya cairan di ruang interstisiil disebabkan karena: meningkatnya permeabilitas kapiler akibat cedera panas, reaksi alergi, toksin bekteri.
Shock hipovolemik yang paling sering terjadi adalah shock hemoragik, akan tetapi kehilangan cairan tubuh dalam jumlah banyak, antara lain disebabkan oleh muntaber, juga dapat menimbulkan shock hipovolemik. Terjadinya kehilangan cairan dapat dibagi atas :
·        Kehilangan cairan eksternal (kehilangan cairan ke luar tubuh) : terjadi pada gastroenteritis, sengatan matahari keringat berlebihan, poliura, dan luka bakar, perdarahan, renal (DM, diabetes insipidus)
·        Kehilangan cairan internal : disebabkan oleh sejumlah cairan yang berkumpul pada ruangan peritoneal dan pleura, seperti ascites, ileus obstruktif, hemotgoraks, hemoperitoneum, patah tulang panggul atau iga
           
2.4 Patofisiologi
            Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara mengaktifkan 4 sistem major fisiologi tubuh: sistem hematologi, sistem kardiovaskular, sistem renal dan sistem neuroendokrin.system hematologi berespon kepada perdarahan hebat yag terjadi secara akut dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan membentuk sumbatan immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen akan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi matur.
Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas myocard, dan mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini timbul akibat peninggian pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus vagus (yang diregulasikan oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh darah paru. System kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan GI.
System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular. Dari pelepasan rennin kemudian dip roses kemudian terjadi pembentukan angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortex adrenal. Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif dan konservasi air.
System neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior yang merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan pada konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distal. Ductus colletivus dan the loop of Henle.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991).

2.5 Tanda dan Gejala
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu:
1.     Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2.     Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3.     Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70 mmHg.
4.     Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung.
Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat.
Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada insufisiensi hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan metabolisme laktat. Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,0–7,15 dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara, untuk pH < 7,0 digunakan rumus 2/2 x berat badan x kelebihan basa.
v  Kardiovaskuler
-           Gangguan sirkulasi perifer ; pucat, ekstremitas dingin (kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah), nadi cepat dan halus.
-           Tekanan darah rendah, biasa ada mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah.
-           Vena perifer kolaps. Penilaian vena di leher lebih baik.
-           CVP rendah
v  Respirasi
-       Dapat hipoksia otak, klien menjadi gelisah sampai tidak sadar.
v  Gastrointestinal
-       Mual dan muntah
v  Perkemihan
-       Produksi urine berkurang
v  Dermatologi
-       Turgor menurun, mata cekung, dan mukosa mulut kering.

2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain: analisis Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3, BUN, kreatinin, kadar glukosa), PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang mengalami trauma), dan tes kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan tipenya dan dilakukan pencocokan.
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Akan tetapi, resusitasi cairan tidak boleh ditunda menunggu hasil pemeriksaan. Hematokrit pasien dengan syok hipovolemik mungkin rendah, normal, atau tinggi, tergantung pada penyebab syok.Jika pasien mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan, nilai hematokrit akan rendah. Jika hipovolemia karena kehilangan volume cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental, maka pada keadaan ini nilai hematokrit menjadi tinggi
b. Radiologi
Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan radiologi dan menjadi intervensi segera dan membawa pasien cepat ke ruang operasi. .Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan.
-       Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.
-       Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.
-       Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau CT-scan dada.
-       Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil.
-       Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.

2.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah :
a.         Memulihkan volume intravascular untuk membalik urutan peristiwa sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat.
b.         Meredistribusi volume cairan
c.         Memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat mungkin.
A. Perawatan Umum
-   Pasang infus D5%, PZ atau RL
-   Ambil contoh darah untuk pemeriksaan : BJ Plasma, HB, gula darah, BUN, kreatinin serum, analisa gas darah, elektrolit dan golongan darah reaksi silang
-   Pasang kateter CVP, infus dipercepat sampai tekanan CVP anatara 5-10cmH2O
-   Bila CVP ≤ 5 H2O, lakukan tes beban cairan dengan PZ diberikan dengan kecepatan 20ml/menit dalam 10-15 menit (200-300 ml selama 10-15 menit), CVP diperiksa setiap 3 menit
-   Bila CVP tetap => syok hipovolemik
-   Bila CVP cepat meningkat => syok kardiogenik, atau sudah terdapat kelebihan cairan (fluid overload)
-   Bila CVP ≥ 15 H2O, kelebihan caoran positif, sangat mungkin syok kardiogenik
-   Periksa EKG, pasang monitor jantung
-   Pasang kateter, ukur produksi urine setiap jam (normal lebih dari 20ml/jam)
-   Berikan O2 lewat kateter hidung bila syok berat

B. Perawatan Khusus
-   Letakkan penderita dalam posisi datar, kalau perlu trendelenberg
-   Bila penyebabnya perdarahanakut, mintakan darah
-   Lakukan fluid replacement dengan infus RL atau PZ tetesan cepat, samapai perfusi jaringan perifer tampak membaik
Biasanya diperlukan 1-2 liter cairan dalam 1 jam pertama
-   Bila tekanan darah tetap belum membaik dalam 1 jam, dapat ditambahkan cairan koloid (haemacel atau dextran 40%) tetesan cepat. Pemberian cairan ini tidak boleh melebihi 1 liter dalam 24 jam
-   Fluid replacement dapat diberikan sampai 2-4 kali jumlah darah yang diperkirakan hilang
-   Pada syok hipovolemik bukan karena perdarahan, pemberian kristaloid dapat dilakukan dengan perkiraan defisit atau dengan pengukuran BJ plasma
            Defisit cairan : BJ plasma -1,025 x BB x 4ml
0,001
Pengukuran BJ plasma adalah suatu prosedur untuk mengetahui nilai BJ plasma dari penderita. Tujuan : untuk mengetahui terjadinya kekurangan cairan pada penderita
Persiapan :
-       Larutan cupri sulfat yang sudah diberi label (1025, 1027, 1029, 1031, 1033, 1035, 1037, 1039, 1041)
-       Darah penderita
-       Spuit 3 cc
-       Reagen / EDTA

Cara kerja
1.         Timbang BB penderita
2.         Ambil darah vena ± 2,5 cc, kemudian masukkan kedalam tabung yang berisi EDTA
3.         Darah tersebut disentrifugar selama ± 5 menit
4.         Ambil plasma yang telah terpisah dengan darah tadi, dengan spuit yang ada dalam tabung
5.         Teteskan plasma darah tersebut kedalam larutan cupri sulfat yang sudah ada labelnya, mulai dari nilai yang terkecil (1025) sampai terbesar (1041)
6.         Perhatikan plasma yang menetes jatuh pada cairan cupri sulfat.
7.         Bila plasma yang terjatuh berbentuk cicncin dan melayang ke permukaan untuk beberapa saat (sebentar kemuadian mengendap karena plasma tersebut mengisap air), maka BJ plasma tersebut sesuai dengan BJ larutan cupri sulfat tersebut
8.         Setelah diketahui BJ plasma dan BB penderita, maka kekurangan cairan dapat dihitung dengan rumus
Defisit cairan : BJ plasma -1,025 x BB x 4ml
0,001
9.         Bila hasil sudah diketahui, kekeurangan cairan harus dipenuhi sebelum 2-3 jam
Catatan :
-       Bila penderita dalam keadaan gawat, sebaiknya BJ plasma diulang setiap 6 jam
-       Kekurangan cairan sebaiknya segera dipenuhi secepatnya
Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik antara lain: (1) memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang adekuat, peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah, (2) mengontrol kehilangan darah lebih lanjut, dan (3) resusitasi cairan.
*        Memaksimalkan penghantaran oksigen
Jalan napas pasien sebaiknya dibebaskan segera dan stabilisasi jika perlu. Kedalaman dan frekuensi pernapasan, dan juga suara napas, harus diperhatikan. Jika terjadi keadaan patologi (seperti pneumothoraks, hemothoraks, dan flail chest) yang mengganggu pernapasan, harus segera ditangani. Tambahan oksigen dalam jumlah besar dan bantuan ventilator harus diberikan pada semua pasien. Ventilasi tekanan positif yang berlebihan dapat berbahaya pada pasien yang mengalami syok hipovolemik dan sebaiknya dihindari.
Sebaiknya dibuat dua jalur intravena berdiameter besar. Hukum Poeseuille mengatakan bahwa aliran berbanding terbalik dengan panjang kateter infus dan berhubungan langsung dengan diameter. Sehingga kateter infus intravena yang ideal adalah pendek dan diameternya lebar; diameter lebih penting daripada panjangnya. Jalur intravena dapat ditempatkan pada vena antecubiti, vena sphena, atau vena tangan, atau pada vena sentralis dengan menggunakan teknik Seldinger. Jika digunakan jalur utama vena sentralis maka digunakan kateter infus berdiameter lebar. Pada anak kurang dari 6 tahun dapat digunakan jalur intraosseus. Faktor yang paling penting dalam melakukannya adalah skill dan pengalaman.
Pengadaan infus arteri perlu dipertimbangkan pada pasien dengan perdarahan hebat. Untuk pasien ini, infus arteri akan memonitoring tekanan darah secara berkala dan juga analisa gas darah.
Pada jalur intravena, cairan yang pertama digunakan untuk resusitasi adalah kristaloid isotonik, seperti Ringer Laktat atau Saline Normal. Bolus awal 1-2 liter pada orang dewasa (20 ml/kgBB pada pasien anak), dan respon pasien dinilai.
Jika tanda vital sudah kembali normal, pasien diawasi agar tetap stabil dan darah pasien perlu dikirim untuk dicocokkan. Jika tanda vital membaik sementara, infus kristaloid dilanjutkan dan dipersiapkan darah yang cocok. Jika perbaikan yang terjadi tidak bermakna atau tidak ada, infus kristaloid harus dilanjutkan, dan darah O diberikan (darah tipe O rhesus (-) harus diberikan kepada pasien wanita usia subur untuk mencegah sensitasi dan komplikasi lanjut).
Jika pasien sekarat dan hipotensi berat (syok derajat IV), diberikan cairan kristaloid dan darah tipe O. Pedoman pemberian kristaloid dan darah tidak diatur, terapi yang diberikan harus berdasarkan kondisi pasien.
Posisi pasien dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi; salah satu contohnya menaikkan kedua kaki pasien sementara cairan diberikan. Contoh lain dari posisi yang bermanfaat adalah memiringkan pasien yang sementara hamil dengan trauma kearah kirinya, dengan tujuan memposisikan janin menjauhi vena cava inferior dan meningkatkan sirkulasi. Posisi Trendelenburg tidak dianjurkan untuk pasien dengan hipotensi karena dikhawatirkan terjadi aspirasi. Posisi Trendelenburg juga tidak memperbaiki keadaan kardiopulmonal dan dapat mengganggu pertukaran udara.
Autortransfusi mungkin dilakukan pada beberapa pasien trauma. Beberapa alat diizinkan untuk koleksi steril, antikoagulasi, filtrasi, dan retransfusi darah disediakan. Pada penanganan trauma. Darah yang berasal dari hemothoraks dialirkan melalui selang thorakostomi.
*     

*     Resusitasi Cairan
Pendukung resusitasi koloid membantah bahwa peningkatan tekanan onkotik dengan menggunakan substansi ini akan menurunkan edema pulmonal. Namun, pembuluh darah pulmonal memungkinkan aliran zat seperti protein antara ruang intertisiel dan ruang intravaskuler. Mempertahankan tekanan hidrostatik pulmoner (< 15 mmHg tampaknya menjadi faktor yang lebih penting dalam mencegah edama paru)
Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch, dan dextran 70 mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan koloid alami seperti fraksi protein murni, fresh frozen plasma, dan albumin. Larutan ini mempunyai zat dengan volume yang sama, tetapi karena strukturnya dan berat molekul yang tinggi, maka kebanyakan tetap berada pada intravaskuler, mengurangi edema intertisiel. Meskipum secara teoritis menguntungkan, penelitian gagal menunjukkan perbedaan pada parameter ventilasi, hasil tes fungsi paru, lama penggunaan ventilator, lama perawatan, atau kelangsungan hidup. Kombinasi salin hipertonis dan dextran juga telah dipelajari sebelumnya karena fakta-fakta menunjukkan bahwa hal ini dapat meningkatkan kontraktilitas dan sirkulasi jantung. Area yang lain yang menarik tentang resusitasi adalah tujuan untuk mengembalikan volume sirkulasi dan tekanan darah kepada keadaan normal sebelum control perdarahan


MATERI KULIAH : 




 TOPIK KULIAH : KEPERAWATAN HIV AIDS SHT oleh Merina Widyastuti  Untuk Mahasiswa STIKES Hang Tuah Surabaya VOLUNTARY COUNSELLING TEST HIV   ...