Minggu, 29 Maret 2020
KONSEP CAIRAN DAN ELEKTROLIT
KONSEP CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Kompetensi yang harus didapatkan :
1. Komposisi cairan pada tubuh manusia
2. Fungsi cairan dan elektrolit
3. Fisiologi cairan pada tubuh manusia : proses difusi, osmosis, tekanan osmotik, tekanan hidrostatik
4. Kebutuhan cairan tubuh
5.Konsep defisit volume cairan
6. Konsep kelebihan volume cairan
7. Intervensi keperawatan pada gangguan kebutuhan cairan
8. Perhitungan tetes infus
MATERI KULIAH : https://bit.ly/2WQFZAX
Kamis, 19 Maret 2020
KONSEP TERAPI OKSIGEN
KONSEP TERAPI OKSIGEN
Kebutuhan
fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki maslow. Seorang individu
yang memiliki beberapa kebutuhan yang tidak terpenuhi secara umum lebih dulu
mencari kebutuhan fisiologis (Maslow,1970). Misalnya seseorang yang kekurangan
makanan, keselamatan, dan cinta biasanya mencari makanan sebelum mencari cinta.
hal ini dikarenakan kebutuhan fisiologis merupakan hal yang penting untuk
bertahan hidup. Sedangkan manusia memiliki delapan macam kebutuhan fisiologis
yakni kebutuhan oksigen, cairan, nutrisi, temperatur, eliminasi, tempat
tinggal, istirahat, dan kebutuhan seks. Salah satunya yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah kebutuhan oksigenasi.
Oksigen
merupakan kebutuhan fisiologis yang paling penting. Tubuh bergantung pada
oksigen dari waktu ke waktu untuk bertahan hidup. Beberapa jaringan seperti
otot skelet, dapat bertahan beberapa waktu tanpa oksigen melalui metabolisme
anaerob, sebuah proses dimana jaringan ini menyediakan energi mereka sendiri
tanpa adanya oksigen. Jaringan yang melakukan hanya metabolisme aerob,
prosesnya membentuk energi dengan adanya oksigen, bergantung secara total pada
oksigen untuk bertahan hidup. Seperti yang diketahui Oksigen (O2) adalah
satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan
kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Sedangkan Oksigenasi adalah
peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung Oksigen (O2)
kedalam tubuh serta menghembuskan Karbondioksida (CO2) sebagai hasil
sisa oksidasi. Kekurangan oksigen dalam beberapa menit saja dapat mengakibatkan
kerusakan-kerusakan yang tak dapat diperbaiki lagi, dan untuk jangka waktu yang
pendek dapat mengakibatkan kematian.
Oksigen secara adekuat diterima dari
lingkungan ke dalam paru-paru, pembuluh darah, dan jaringan. Pada beberapa
titik dalam kehidupannya, klien berisiko untuk tidak dapat memenuhi kebutuhan
oksigen mereka. Kebutuhan tersebut mungfkin akut, seperti pada henti jantung,
atau kronik, seperti pada penyakit emfisema. Tindakan keperawatan untuk
memenuhi kebutuhan oksigen mempunyai rentang dari kondisi darurat dengan
resusitasi jantung-paru untuk henti jantung sampai tindakan pendukung seperti
pemberian oksigen pada klien dengan penyakit paru selama berolahraga.
Anatomi
Sistem Pernafasan
Saluran Nafas Atas
1.
Hidung
- Terdiri atas bagian eksternal
dan internal
- Bagian eksternal menonjol dari
wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago
- Bagian
internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga
hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut
septum
- Rongga
hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular
yang disebut mukosa hidung
- Permukaan
mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara
terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia
- Hidung
berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru
- Hidung
juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru
- Hidung
juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor
olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan
dengan pertambahan usia
2.
Faring
- Faring atau tenggorok merupakan
struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring
- Faring dibagi menjadi tiga
region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring (laringofaring)
- Fungsi
faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan
digestif
3.
Laring
- Laring atau organ suara
merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea
- Laring sering disebut sebagai
kotak suara dan terdiri atas :
- Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
- Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
- Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun (Adam’s apple)
- Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di bawah kartilago tiroid)
- Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid
- Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)
- Fungsi
utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi
- Laring
juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batu
4. Trakea
- Disebut
juga batang tenggorok
- Ujung trakea bercabang menjadi dua
bronkus yang disebut karina
- Saluran
Nafas Bawah
- Bronkus
·
Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri
·
Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus
lobaris kiri (2 bronkus)
·
Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus
segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental
·
Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi
bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki :
arteri, limfatik dan saraf
- Bronkiolus
- Bronkus
segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
- Bronkiolus
mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk
selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas
- Bronkiolus
Terminalis
- Bronkiolus
membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai
kelenjar lendir dan silia)
- Bronkiolus
respiratori
- Bronkiolus
terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
- Bronkiolus
respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas
konduksi dan jalan udara pertukaran gas
- Duktus
alveolar dan Sakus alveolar
- Bronkiolus
respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar
- Dan
kemudian menjadi alveoli
- Alveoli
- Merupakan
tempat pertukaran O2 dan CO2
- Terdapat
sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2
- Terdiri
atas 3 tipe :
- Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
- Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)
- Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan
PARU
- Merupakan
organ yang elastis berbentuk kerucut
- Terletak
dalam rongga dada atau toraks
- Kedua
paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa
pembuluh darah besar
- Setiap
paru mempunyai apeks dan basis
- Paru
kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris
- Paru
kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus
- Lobos-lobus
tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen
bronkusnya
PLEURA
- Merupakan
lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
- Terbagi
mejadi 2 :
- Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
- Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru - Diantara
pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang
berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan,
juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru
- Tekanan
dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk
mencegah kolap paru-paru
Bernafas / pernafasan merupkan proses pertukaran udara diantara individu
dan lingkungannya dimana O2 yang dihirup (inspirasi) dan CO2 yang dibuang
(ekspirasi).
Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru atau sebaliknya.
Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekanan antara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang, diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :
a. Tekanan udara atmosfir
b. Jalan nafas yang bersih
c. Pengembangan paru yang adekuat
Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru atau sebaliknya.
Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekanan antara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang, diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :
a. Tekanan udara atmosfir
b. Jalan nafas yang bersih
c. Pengembangan paru yang adekuat
2. Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara
alveolus dan kapiler paru-paru.
Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi lebih besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi membran respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien tekanan oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :
a. Luas permukaan paru
b. Tebal membran respirasi
c. Jumlah darah
d. Keadaan/jumlah kapiler darah
e. Afinitas
f. Waktu adanya udara di alveoli
Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi lebih besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi membran respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien tekanan oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :
a. Luas permukaan paru
b. Tebal membran respirasi
c. Jumlah darah
d. Keadaan/jumlah kapiler darah
e. Afinitas
f. Waktu adanya udara di alveoli
3. Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan
tubuh dan sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler.
Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida harus ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru. Secara normal 97 % oksigen akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan dibawa ke jaringan sebagai oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel-sel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :
a. Curah jantung (cardiac Output / CO)
b. Jumlah sel darah merah
c. Hematokrit darah
d. Latihan (exercise)
Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida harus ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru. Secara normal 97 % oksigen akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan dibawa ke jaringan sebagai oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel-sel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :
a. Curah jantung (cardiac Output / CO)
b. Jumlah sel darah merah
c. Hematokrit darah
d. Latihan (exercise)
MATERI PERKULIAHAN
https://drive.google.com/file/d/1iZdCOCQLiYTxHIPn1e1pnUNZ_--C3kZl/view?usp=sharing
PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN
https://drive.google.com/file/d/1v5hXSYtV7wzhck_qCYWc5Bn9D18NHHLw/view?usp=sharing
NEBULASI
https://drive.google.com/file/d/1zF0cIu04EPk_N1t2dKpkwXghsOJSd5Cn/view?usp=sharing
FISIOTERAPI DADA
https://drive.google.com/file/d/1QoC6sr0EqwfPif0oshGPTI6vpVTNXg5p/view?usp=sharing
https://drive.google.com/file/d/1iZdCOCQLiYTxHIPn1e1pnUNZ_--C3kZl/view?usp=sharing
PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN
https://drive.google.com/file/d/1v5hXSYtV7wzhck_qCYWc5Bn9D18NHHLw/view?usp=sharing
NEBULASI
https://drive.google.com/file/d/1zF0cIu04EPk_N1t2dKpkwXghsOJSd5Cn/view?usp=sharing
FISIOTERAPI DADA
https://drive.google.com/file/d/1QoC6sr0EqwfPif0oshGPTI6vpVTNXg5p/view?usp=sharing
Rabu, 18 Maret 2020
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATAN SYOK HIPOVOLEMIK
Syok
adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan
akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc
Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan
tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala
seperti berikut:
1.
Hipotensi:
tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata)
kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih.
2.
Oliguria:
produksi urin kurang dari 20 ml/jam.
3.
Perfusi
perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler
yang jelek.
Syok hipovolemik adalah suatu keadaan akut dimana tubuh
kehilangan cairan tubuh, cairan ini dapat berupa darah, plasma, dan elektrolit
(Grace, 2006).
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah
dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan
beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan
berakibat pada perfusi yang tidak adekuat.
Syok
hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan penurunan
volume intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen intraseluler
dan ekstraseluler. Cairan intraseluler menempati hamper 2/3 dari air tubuh
total sedangkan cairan tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu
kompartemen intavaskular dan interstitial. Volume cairan interstitial adalah
kira-kira 3-4x dari cairan intravascular. Syok hipovolemik terjadi jika
penurunan volume intavaskuler 15% sampai 25%. Hal ini akan menggambarkan kehilangan 750 ml sampai 1300
ml pada pria dgn berat badan 70 kg.
2.2
Klasifikasi
Menurut berat gejala, dapat dibedakan menjadi 4 stadium
syok hipovolemik

Terjadi
bila kehilangan plasma darah 10-15% ± 750 ml dari volume darah. Pusing, takikardi
ringan, sistolik 90-100 mmHg

Terjadi
apabila kehilanagan plasma darah 20-25 % ± 1000-1200 ml. Gelisah, keringat
dingin, haus, diuresis berkurang, takikardi . 100x/menit, TD sistolik 80-90
mmHg

Terjadi
kehilangan plasma darah 30-45% ± 1500-1750 ml. Gelisah, pucat, dingin, oliguri, takikardi
>100x/menit, sistolik 70-80 mmHg

Bila
terjadi kehilangan darah 35-50% ± 2000
ml pucat, sianoti, dingin, takipnea, anuri, kolaps pembuluh darah,
takikardi/tak teraba lagi, sistolik 0-40 mmHg
2.3
Etiologi
Pada umumnya syok hipovolemik disebabkan karena
perdarahan, sedang penyebab lain yang ekstrem adalah keluarnya garam (NaCL).
1.
Kehilangan
darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti
hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2.
Trauma
yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang
besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau
fraktur femur menampung 1000–1500 ml perdarahan.
3.
Kehilangan
cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma
atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
-
Gastrointestinal:
peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
-
Renal:
terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
-
Luka
bakar (kombustio) dan anafilaksis.
Syok hipovolemik yang terjadi karena berkumpulnya cairan
di ruang interstisiil disebabkan karena: meningkatnya permeabilitas kapiler
akibat cedera panas, reaksi alergi, toksin bekteri.
Shock hipovolemik yang paling sering terjadi adalah shock
hemoragik, akan tetapi kehilangan cairan tubuh dalam jumlah banyak, antara lain
disebabkan oleh muntaber, juga dapat menimbulkan shock hipovolemik. Terjadinya
kehilangan cairan dapat dibagi atas :
·
Kehilangan
cairan eksternal (kehilangan cairan ke luar tubuh) : terjadi pada
gastroenteritis, sengatan matahari keringat berlebihan, poliura, dan luka
bakar, perdarahan, renal (DM, diabetes insipidus)
·
Kehilangan
cairan internal : disebabkan oleh sejumlah cairan yang berkumpul pada ruangan
peritoneal dan pleura, seperti ascites, ileus obstruktif, hemotgoraks,
hemoperitoneum, patah tulang panggul atau iga
2.4 Patofisiologi
Tubuh manusia
berespon terhadap perdarahan akut dengan cara mengaktifkan 4 sistem major
fisiologi tubuh: sistem hematologi, sistem kardiovaskular, sistem renal dan
sistem neuroendokrin.system hematologi berespon kepada perdarahan hebat yag
terjadi secara akut dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan
mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan
membentuk sumbatan immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak
akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen akan menyebabkan
deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang lebih 24 jam
diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi matur.
Sistem
kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik dengan meningkatkan
denyut jantung, meninggikan kontraktilitas myocard, dan mengkonstriksikan
pembuluh darah jantung. Respon ini timbul akibat peninggian pelepasan
norepinefrin dan penurunan tonus vagus (yang diregulasikan oleh baroreseptor
yang terdapat pada arkus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh darah
paru. System kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke
otak, jantung, dan ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan GI.
System
urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang meningkatkan pelepasan
rennin dari apparatus justaglomerular. Dari pelepasan rennin kemudian dip roses
kemudian terjadi pembentukan angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu
memvasokontriksikan pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada
kortex adrenal. Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif
dan konservasi air.
System
neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan meningkatkan sekresi ADH. ADH
dilepaskan dari hipothalmus posterior yang merespon pada penurunan tekanan
darah dan penurunan pada konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan
reabsorsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distal. Ductus colletivus dan the
loop of Henle.
Pada syok,
konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang
mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan.
Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan
metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah
dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke,
1991).
2.5 Tanda dan Gejala
Gejala
syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid,
besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan
kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda
dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan
vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu
lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga
dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada
keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera
kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok,
yaitu:
1.
Kulit
dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu
berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas
adalah respons homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan
kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis
jaringan.
3. Hipotensi:
karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah
jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam
mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat
dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70 mmHg.
4. Oliguria:
produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang
dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
Pada
penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan
adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2)
Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta
(3) Bola mata cekung.
Akumulasi
asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh
metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan
celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga
berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia,
hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik,
ketonuria), dan pada dehidrasi berat.
Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan
sebagian di ginjal. Pada insufisiensi hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat
dan hepar gagal melakukan metabolisme laktat. Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada
asidosis ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,0–7,15
dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara, untuk pH < 7,0
digunakan rumus 2/2 x berat badan x kelebihan basa.
v Kardiovaskuler
-
Gangguan sirkulasi perifer ; pucat,
ekstremitas dingin (kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan
penurunan tekanan darah), nadi cepat dan halus.
-
Tekanan darah rendah, biasa ada
mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah.
-
Vena
perifer kolaps. Penilaian vena di leher lebih baik.
-
CVP rendah
v Respirasi
- Dapat
hipoksia otak, klien menjadi gelisah sampai tidak sadar.
v Gastrointestinal
- Mual
dan muntah
v Perkemihan
- Produksi
urine berkurang
v Dermatologi
-
Turgor
menurun, mata cekung, dan mukosa mulut kering.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain: analisis Complete Blood
Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3, BUN, kreatinin, kadar glukosa),
PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang mengalami trauma), dan tes
kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan tipenya dan dilakukan pencocokan.
Pemeriksaan
laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar hemoglobin dan nilai
hematokrit. Akan tetapi, resusitasi cairan tidak boleh ditunda menunggu hasil
pemeriksaan. Hematokrit pasien dengan syok hipovolemik mungkin rendah, normal,
atau tinggi, tergantung pada penyebab syok.Jika pasien mengalami perdarahan
lambat atau resusitasi cairan telah diberikan, nilai hematokrit akan rendah.
Jika hipovolemia karena kehilangan volume cairan tubuh tanpa hilangnya sel
darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga mengakibatkan
cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental, maka pada keadaan
ini nilai hematokrit menjadi tinggi
b. Radiologi
Pasien
dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali diresusitasi
secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan radiologi dan
menjadi intervensi segera dan membawa pasien cepat ke ruang operasi. .Langkah
diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia langsung
dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan.
- Pasien
trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di unit
gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika
dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang
nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak
dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi
dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari
sumber perdarahan.
-
Tes
kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur. Jika
pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi
pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas
tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok
hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan
negatif jarang, namun pernah dilaporkan.
-
Jika
dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto polos
dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau
CT-scan dada.
-
Jika
dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST (Focused
Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil
atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil.
-
Jika
dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.
2.7
Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah :
a.
Memulihkan volume intravascular untuk
membalik urutan peristiwa sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan yang
tidak adekuat.
b.
Meredistribusi volume cairan
c.
Memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat mungkin.
A. Perawatan Umum
-
Pasang
infus D5%, PZ atau RL
-
Ambil
contoh darah untuk pemeriksaan : BJ Plasma, HB, gula darah, BUN, kreatinin
serum, analisa gas darah, elektrolit dan golongan darah reaksi silang
-
Pasang
kateter CVP, infus dipercepat sampai tekanan CVP anatara 5-10cmH2O
-
Bila
CVP ≤ 5 H2O, lakukan tes beban cairan dengan PZ diberikan
dengan kecepatan 20ml/menit dalam 10-15 menit (200-300 ml selama 10-15 menit),
CVP diperiksa setiap 3 menit
-
Bila
CVP tetap => syok hipovolemik
-
Bila
CVP cepat meningkat => syok kardiogenik, atau sudah terdapat kelebihan
cairan (fluid overload)
-
Bila
CVP ≥ 15 H2O, kelebihan caoran positif, sangat mungkin syok kardiogenik
-
Periksa
EKG, pasang monitor jantung
-
Pasang
kateter, ukur produksi urine setiap jam (normal lebih dari 20ml/jam)
-
Berikan
O2 lewat kateter hidung bila syok berat
B.
Perawatan Khusus
-
Letakkan
penderita dalam posisi datar, kalau perlu trendelenberg
-
Bila
penyebabnya perdarahanakut, mintakan darah
-
Lakukan
fluid replacement dengan infus RL atau PZ tetesan cepat, samapai perfusi
jaringan perifer tampak membaik
Biasanya diperlukan 1-2 liter cairan
dalam 1 jam pertama
-
Bila
tekanan darah tetap belum membaik dalam 1 jam, dapat ditambahkan cairan koloid
(haemacel atau dextran 40%) tetesan cepat. Pemberian cairan ini tidak boleh
melebihi 1 liter dalam 24 jam
-
Fluid replacement dapat diberikan sampai
2-4 kali jumlah darah yang diperkirakan hilang
-
Pada syok hipovolemik bukan karena
perdarahan, pemberian kristaloid dapat dilakukan dengan perkiraan defisit atau
dengan pengukuran BJ plasma
Defisit cairan : BJ plasma -1,025
x BB x 4ml
0,001
Pengukuran BJ
plasma adalah suatu prosedur untuk mengetahui nilai BJ plasma
dari penderita. Tujuan : untuk mengetahui terjadinya kekurangan cairan pada
penderita
Persiapan :
-
Larutan cupri sulfat yang sudah diberi
label (1025, 1027, 1029, 1031, 1033, 1035, 1037, 1039, 1041)
- Darah penderita
- Spuit 3 cc
- Reagen / EDTA
Cara kerja
1.
Timbang
BB penderita
2.
Ambil
darah vena ± 2,5 cc, kemudian masukkan kedalam tabung yang berisi EDTA
3.
Darah tersebut disentrifugar selama ± 5
menit
4.
Ambil
plasma yang telah terpisah dengan darah tadi, dengan spuit yang ada dalam tabung
5.
Teteskan
plasma darah tersebut kedalam larutan cupri sulfat yang sudah ada labelnya,
mulai dari nilai yang terkecil (1025) sampai terbesar (1041)
6.
Perhatikan
plasma yang menetes jatuh pada cairan cupri sulfat.
7.
Bila
plasma yang terjatuh berbentuk cicncin dan melayang ke permukaan untuk beberapa
saat (sebentar kemuadian mengendap karena plasma tersebut mengisap air), maka
BJ plasma tersebut sesuai dengan BJ larutan cupri sulfat tersebut
8.
Setelah
diketahui BJ plasma dan BB penderita, maka kekurangan cairan dapat dihitung
dengan rumus
Defisit cairan :
BJ plasma -1,025 x BB x 4ml
0,001
9.
Bila hasil sudah diketahui, kekeurangan
cairan harus dipenuhi sebelum 2-3 jam
Catatan :
- Bila penderita dalam keadaan gawat,
sebaiknya BJ plasma diulang setiap 6 jam
- Kekurangan cairan sebaiknya segera
dipenuhi secepatnya
Tiga
tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik antara lain:
(1) memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang adekuat,
peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah, (2)
mengontrol kehilangan darah lebih lanjut, dan (3) resusitasi cairan.

Jalan napas
pasien sebaiknya dibebaskan segera dan stabilisasi jika perlu. Kedalaman dan
frekuensi pernapasan, dan juga suara napas, harus diperhatikan. Jika terjadi
keadaan patologi (seperti pneumothoraks, hemothoraks, dan flail chest) yang
mengganggu pernapasan, harus segera ditangani. Tambahan oksigen dalam jumlah
besar dan bantuan ventilator harus diberikan pada semua pasien. Ventilasi
tekanan positif yang berlebihan dapat berbahaya pada pasien yang mengalami syok
hipovolemik dan sebaiknya dihindari.
Sebaiknya
dibuat dua jalur intravena berdiameter besar. Hukum Poeseuille mengatakan bahwa
aliran berbanding terbalik dengan panjang kateter infus dan berhubungan
langsung dengan diameter. Sehingga kateter infus intravena yang ideal adalah
pendek dan diameternya lebar; diameter lebih penting daripada panjangnya. Jalur
intravena dapat ditempatkan pada vena antecubiti, vena sphena, atau vena
tangan, atau pada vena sentralis dengan menggunakan teknik Seldinger. Jika
digunakan jalur utama vena sentralis maka digunakan kateter infus berdiameter
lebar. Pada anak kurang dari 6 tahun dapat digunakan jalur intraosseus. Faktor
yang paling penting dalam melakukannya adalah skill dan pengalaman.
Pengadaan
infus arteri perlu dipertimbangkan pada pasien dengan perdarahan hebat. Untuk
pasien ini, infus arteri akan memonitoring tekanan darah secara berkala dan
juga analisa gas darah.
Pada jalur
intravena, cairan yang pertama digunakan untuk resusitasi adalah kristaloid
isotonik, seperti Ringer Laktat atau Saline Normal. Bolus awal 1-2 liter pada
orang dewasa (20 ml/kgBB pada pasien anak), dan respon pasien dinilai.
Jika tanda
vital sudah kembali normal, pasien diawasi agar tetap stabil dan darah pasien
perlu dikirim untuk dicocokkan. Jika tanda vital membaik sementara, infus
kristaloid dilanjutkan dan dipersiapkan darah yang cocok. Jika perbaikan yang
terjadi tidak bermakna atau tidak ada, infus kristaloid harus dilanjutkan, dan
darah O diberikan (darah tipe O rhesus (-) harus diberikan kepada pasien wanita
usia subur untuk mencegah sensitasi dan komplikasi lanjut).
Jika pasien
sekarat dan hipotensi berat (syok derajat IV), diberikan cairan kristaloid dan
darah tipe O. Pedoman pemberian kristaloid dan darah tidak diatur, terapi yang
diberikan harus berdasarkan kondisi pasien.
Posisi pasien
dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi; salah satu contohnya menaikkan
kedua kaki pasien sementara cairan diberikan. Contoh lain dari posisi yang
bermanfaat adalah memiringkan pasien yang sementara hamil dengan trauma kearah
kirinya, dengan tujuan memposisikan janin menjauhi vena cava inferior dan
meningkatkan sirkulasi. Posisi Trendelenburg tidak dianjurkan untuk pasien
dengan hipotensi karena dikhawatirkan terjadi aspirasi. Posisi Trendelenburg
juga tidak memperbaiki keadaan kardiopulmonal dan dapat mengganggu pertukaran
udara.
Autortransfusi
mungkin dilakukan pada beberapa pasien trauma. Beberapa alat diizinkan untuk koleksi steril,
antikoagulasi, filtrasi, dan retransfusi darah disediakan. Pada penanganan
trauma. Darah yang berasal dari hemothoraks dialirkan melalui selang
thorakostomi.


Pendukung
resusitasi koloid membantah bahwa peningkatan tekanan onkotik dengan
menggunakan substansi ini akan menurunkan edema pulmonal. Namun, pembuluh darah
pulmonal memungkinkan aliran zat seperti protein antara ruang intertisiel dan
ruang intravaskuler. Mempertahankan tekanan hidrostatik pulmoner (< 15 mmHg
tampaknya menjadi faktor yang lebih penting dalam mencegah edama paru)
Larutan koloid
sintetik, seperti hetastarch, pentastarch, dan dextran 70 mempunyai beberapa
keuntungan dibandingkan dengan koloid alami seperti fraksi protein murni, fresh
frozen plasma, dan albumin. Larutan ini mempunyai zat dengan volume yang sama,
tetapi karena strukturnya dan berat molekul yang tinggi, maka kebanyakan tetap
berada pada intravaskuler, mengurangi edema intertisiel. Meskipum secara
teoritis menguntungkan, penelitian gagal menunjukkan perbedaan pada parameter
ventilasi, hasil tes fungsi paru, lama penggunaan ventilator, lama perawatan,
atau kelangsungan hidup. Kombinasi salin hipertonis dan dextran juga telah
dipelajari sebelumnya karena fakta-fakta menunjukkan bahwa hal ini dapat
meningkatkan kontraktilitas dan sirkulasi jantung. Area yang lain yang menarik
tentang resusitasi adalah tujuan untuk mengembalikan volume sirkulasi dan
tekanan darah kepada keadaan normal sebelum control perdarahan
MATERI KULIAH :
Langganan:
Postingan (Atom)
TOPIK KULIAH : KEPERAWATAN HIV AIDS SHT oleh Merina Widyastuti Untuk Mahasiswa STIKES Hang Tuah Surabaya VOLUNTARY COUNSELLING TEST HIV ...
-
OBAT EMERGENCY DENGAN PENGGUNAAN SYIRINGE PUMP Obat emergency merupakan obat-obatan yang dibutuhkan untuk mengatasi keadaan gawat darura...
-
KONSEP DASAR AKTIVITAS LATIHAN DAN MOBILISASI OLEH Merina Widyastuti,S.Kep.,Ns.,M.Kep Konsep dasar dari mobilisasi adalah ditujukan...
-
ARITMIA LETAL Penyebab henti jantung yang paling umum adalah gangguan listrik di dalam jantung. Jantung memiliki sistem konduksi listr...