Langsung ke konten utama

Miastenia gravis

ASUHAN KEPERAWATAN MYASTENIA GRAVIS

Latar Belakang
            Myasthenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang dapat dijumpai pada anak, orang dewasa, dan pada orang tua. Sindrom klinis ini dikemukakan pertama kali pada tahun 1600. Pada akhir tahun 1800an miastenia gravis mulai dibedakan dari kelemahan otot akibat paralysis bulbar. Pada tahun 1920 seorang dokter yang menderita miastenia gravis merasa ada perbaikan sesudah ia meminum obat efedrin yang ditujukan untuk mengatasi kram menstruasi. Akhirnya pada tahun 1934 Mary Walker, seorang dokter dari Inggris melihat adanya gejala-gejala yang serupa antara miasthenia gravis dan keracunan kurare. Mary Walker menggunakan antagonis kurare yaitu fisostigmin untuk mengobati miasthenia gravis dan ternyata ada kemajuan-kemajuan yang nyata.
            Myasthenia gravis banyak timbul antara umur 10-30 tahun. Pada umur dibawah 40 tahun miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita. Sementara itu diatas 40 tahun lebih banyak pada pria (Harsono, 1996). Insidens miastenia gravis di Amerika Serikat sering dinyatakan sebagai 1 dalam 10.000. Tetapi beberapa ahli menganggap angka ini terlalu rendah karena sesungguhnya banyak kasus yang tidak pernah terdiagnosis (Patofisiologi, 1995). Tingkat kematian pada waktu lampau dapat sampai 90%. Kematian biasanya disebabkan oleh insufisiensi pernafasan. Jumlah kematian telah berhasil dikurangi secara drastic sejak tersedia obat-obatan serta unit-unit perawatan pernapasan. Remisi spontan dapat terjadi pada 10% hingga 20% pasien dan dapat dicapai dengan melakukan timektomi elektif pada pasien-pasien tertentu. Yang paling cocok untuk menjalani cara ini adalah wanita muda yang masih dini keadaannya (5 tahun pertama setelah awitan) dan tidak berespon baik dengan pengobatan.

Rumusan Masalah
1.        Apa pengertian Myasthenia gravis?
2.        Apa etiologi dari terjadinya Myasthenia gravis?
3.        Bagaimana patofisiologis dari Myasthenia gravis?
4.        Bagaimana manifetasi klinis dari Myasthenia gravis?
5.        Bagaimana pengklasifikasian dari Myasthenia gravis?
6.        Apakah tahapan klinik osserman itu ?
7.        Apa krisis dari Myasthenia gravis?
8.        Apa  komplikasi dari Myasthenia gravis?
9.        Bagaimana langkah penatalaksanaan kedaruratan terhadap Myasthenia gravis?
10.    Bagaimana penatalaksanaan Myasthenia gravis?

Tujuan
1.        Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari Myasthenia gravis.
2.        Untuk mengetahui dan memahami etiologi dari terjadinya Myasthenia gravis.
3.        Untuk mengetahui dan memahami patofisiologis dari Myasthenia gravis.
4.        Untuk mengetahui dan memahami manifetasi klinis dari Myasthenia gravis.
5.        Untuk mengetahui dan memahami pengklasifikasian dari Myasthenia gravis.
6.        Untuk mengetahui dan memahami tahapan klinik osserman.
7.        Untuk mengetahui dan memahami krisis dari Myasthenia gravis
8.        Untuk mengetahui dan memahami komplikasi dariMyasthenia gravisMyasthenia gravis.
9.        Untuk mengetahui dan memahami langkah penatalaksanaan kedaruratan terhadap Myasthenia gravis.
10.    Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan Myasthenia gravis.



Definisi
            Istilah miasthenia gravis berarti kelemahan otot yang parah. Miasthenia gravis merupakan satu-satunya penyakit neuromuskular yang merupakan gabungan antara cepatnya terjadi kelemahan otot-otot voluntar dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Miasthenia gravis ialah gangguan oto-imun yang menyebabkan otot skelet menjadi lemah dan lekas lelah.
            Miasthenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai kelemahan dan kelelahan otot-otot rangka akibat defisiensi reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuskular. Myasthenia gravis bisa diakibatkan dari kerusakan pada sistem kekebalan. Orang biasanya mengalami kelopak mata layu dan penglihatan ganda, dan otot biasanya menjadi lelah dan lemah setelah olahraga. Reaksi terhadap obat yang diberikan lewat infus membantu dokter memastikan apakah seseorang telah mengalami myasthenia gravis. Elektromiografi, tes darah, dan tes imaging diperlukan untuk memastikan diagnosa tersebut.
            Pada myasthenia gravis, sistem kekebalan menghasilkan antibodi yang menyerang salah satu jenis reseptor pada otot samping pada simpul neuromukular-reseptor yang bereaksi terhadap neurotransmiter acetycholine. Akibatnya, komunikasi antara sel syaraf dan otot terganggu. Apa penyebab tubuh untuk menyerang reseptor acetylcholine sendiri-reaksi autoimun-tidak diketahui. Berdasarkan salah satu teori, kerusakan kelenjar thymus kemungkinan terlibat. Pada kelenjar thymus, sel tertentu pada sistem kekebalan belajar bagaimana membedakan antara tubuh dan zat asing. Kelenjar thymus juga berisi sel otot (myocytes) dengan reseptor acetylcholine. Untuk alasan yang tidak diketahui, kelenjar thymus bisa memerintahkan sel sistem kekebalan untuk menghasilkan antibodi yang menyerang acetylcholine. Orang bisa mewarisi kecendrungan terhadap kelainan autoimun ini. sekitar 65% orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar thymus, dan sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadap enzim yang berhubungan dengan pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa memerlukan pengobatan berbeda.
            Myasthenia gravis lebih sering terjadi pada para wanita. Yang biasanya terjadi pada wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Meskipun begitu, gangguan tersebut bisa mempengaruhi para pria atau wanita pada usia berapapun. Jarang, terjadi selama masa kanak-kanak.

Etiologi
            Kelainan primer pada Miasthenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya sarafi yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot.
            Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miasthenia gravis tidak diketahui. tetapi kemungkin terjadi karena gangguan atau destruksi reseptor asetilkolin pada persimpangan neoromuskular akibat reaksi autoimun. Dulu dikatakan, pada Miasthenia gravis terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang berperanan.             Gangguan tersebut kemungkinan dipicu oleh infeksi, operasi, atau penggunaan obat-obatan tertentu, seperti nifedipine atau verapamil (digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi), quinine (digunakan untuk mengobati malaria), dan procainamide (digunakan untuk mengobati kelainan ritme jantung). Neonatal myasthenia terjadi pada 12% bayi yang dilahirkan oleh wanita yang mengalami myasthenia gravis. Antibodi melawan acetylcholine, yang beredar di dalam darah, bisa lewat dari wanita hamil terus ke plasenta menuju janin. Pada beberapa kasus, bayi mengalami kelemahan otot yang hilang beberapa hari sampai beberapa minggu setelah lahir. Sisa 88% bayi tidak terkena.

Patofisiologi
            Dasar ketidaknormalan pada miasthenia gravis adalah adanya kerusakan pada tranmisi impuls saraf menuju sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membrane postsinaps pada sambungan neuromuscular. Penelitian memperlihatkan adanya penurunan 70 % sampai 90 % reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuscular setiap individu. Miasthenia gravis dipertimbangkan sebagai penyakit autoimun yang bersikap lansung melawan reseptor asetilkolin (AChR) yang merusak tranmisi neuromuscular.
            Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubungan neuromuskular, maka membran akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium dan kalium secara tiba-tiba menyebabkan depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuscular terjadi, astilkolin akan dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase.
            Pada miasthenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu. Abnormalitas dalam penyakit miasthenia gravis terjadi pada endplate motorik dan bukan pada membran presinaps. Membran postsinaptiknya rusak akibat reaksi imunologi. Karena kerusakan itu maka jarak antara membran presinaps dan postsinaps menjadi besar sehingga lebih banyak asetilkolin dalam perjalanannya ke arah motor endplate dapat dipecahkan oleh kolinesterase. Selain itu jumlah asetilkolin yang dapat ditampung oleh lipatan-lipatan membran postsinaps motor end plate menjadi lebih kecil. Karena dua faktor tersebut maka kontraksi otot tidak dapat berlangsung lama.
            Kelainan kelenjar timus terjadi pada miasthenia gravis. Meskipun secara radiologis kelainan belum jelas terlihat karena terlalu kecil, tetapi secara histologik kelenjar timus pada kebanyakan pasien menunjukkan adanya kelainan. Wanita muda cenderung menderita hiperplasia timus, sedangkan pria yang lebih tua dengan neoplasma timus. Elektromiografi menunjukkan penurunan amplitudo potensial unit motorik apabila otot dipergunakan terus-menerus3.
            Pembuktian etiologi oto-imunologiknya diberikan oleh kenyataan bahwa kelenjar timus mempunyai hubungan erat. Pada 80% penderita miastenia didapati kelenjar timus yang abnormal. Kira-kira 10% dari mereka memperlihatkan struktur timoma dan pada penderita-penderita lainnya terdapat infiltrat limfositer pada pusat germinativa kelenjar timus tanpa perubahan di jaringan limfoster lainnya.

Manifestasi Klinis
            Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, miasthenia gravis diduga merupakan gangguan otoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan neuromuskular. Keadaan ini sering bermanifestasi sebagai penyakit yang berkembang progresif lambat. Tetapi penyakit ini dapat tetap terlokalisir pada sekelompok otot tertentu saja.
            Gambaran klinis miasthenia gravis sangat jelas yaitu dari kelemahan local yang ringan sampai pada kelemahan tubuh menyeluruh yang fatal. Kira-kira 33% hanya terdapat gejala kelainan okular disertai kelemahan otot-otot lainnya. Kelemahan ekstremitas tanpa disertai gejala kelainan okular jarang ditemukan dan terdapat kira-kira 20% penderita didapati kesulitan mengunyah dan menelan. Pada 90% penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang menimbulkan ptosis dan diplopia. Mula timbul dengan ptosis unilateral atau bilateral. Setelah beberapa minggu sampai bulan, ptosis dapat dilengkapi dengan diplopia (paralysis ocular). Kelumpuhan-kelumpuhan bulbar itu timbul setiap hari menjelang sore atau malam.
            Pada pagi hari orang sakit tidak diganggu oleh kelumpuhan apapun. Tetapi lama kelamaan kelumpuhan bulbar dapat bangkit juga pada pagi hari sehingga boleh dikatakan sepanjang hari orang sakit tidak terbebas dari kesulitan penglihatan. Pada pemeriksaan dapat ditemukan ptosis unilateral atau bilateral, salah satu otot okular paretik, paresis N III interna (reaksi pupil).Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebra kelopak mata. Walaupun otot levator palpebra jelas lumpuh pada miasthenia gravis, namun adakalanya masih bisa bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis miastenia gravis. Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan tidak akan menyebabkan kematian.
            Miasthenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring. Pada pemeriksaan dapat ditemukan paresis N VII bilateral atau unilateral yang bersifat LMN, kelemahan otot pengunyah, paresis palatum mol/arkus faringeus/uvula/otot-otot farings dan lidah. Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan, menimbulkan suara yang abnormal, atau suara nasal, dan pasien tidak mampu menutup mulut yang dinamakan sebagai tanda rahang yang menggantung
.           Kelemahan otot non-bulbar umumnya dijumpai pada tahap yang lanjut sekali. Yang pertama terkena adalah otot-otot leher, sehingga kepala harus ditegakkan dengan tangan. Kemudian otot-otot anggota gerak berikut otot-otot interkostal. Atrofi otot ringan dapat ditemukan pada permulaan, tetapi selanjutnya tidak lebih memburuk lagi. Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak mampu lagi membersihkan lendir. Gejala-gejala yang paling sering terjadi adalah :
a.         Kelopak mata lemah dan layu.
b.         Otot mata lemah, yang menyebabkan penglihatan ganda.
c.          Kelemahan berlebihan pada otot yang terkena setelah digunakan.
d.         Kelemahan tersebut hilang ketika otot beristirahat tetapi berulang ketika digunakan kembali.

            Pada 40% orang dengan myasthenia gravis, otot mata terlebih dahulu terkena, tetapi 85% segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otot-otot mata yang terkena, tetapi pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh terkena, kesulitan berbicara dan menelan dan kelemahan pada lengan dan kaki adalah sering terjadi. Pegangan tangan bisa berubah-ubah antara lemah dan normal. Berubah-ubahnya pegangan ini disebut pegangan milkmaid. Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak terpengaruh.
            Ketika orang dengan myasthenia gravis menggunakan otot secara berulang-ulang, otot tersebut biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang dahulu bisa menggunakan palu dengan baik menjadi lemah setelah memalu untuk beberapa menit. Meskipun begitu, kelemahan otot bervariasi dalam intensitas dari jam ke jam dan dari hari ke hari, dan rangkaian penyakit tersebut bervariasi secara luas. Sekitar 15% orang mengalami peristiwa berat (disebut myasthenia crisis), kadangkala dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki menjadi sangat lemah, tetapi bahkan kemudian, mereka tidak kehilangan rasa. Pada beberapa orang, otot diperlukan untuk pernafasan yang melemah. Keadaan ini mengancam nyawa.

Klasifikasi Myiasthenia
Klasifikasi menurut osserman ada 4 tipe :
a.         Okular myiasthenia.
Terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak ada kematian.
b.         Generalized myiasthenia :
1)             Mild generalized myiasthenia Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot- otot skelet dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap otot baik.
2)             Moderate generalized myasthenia Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak memuaskan.
c.                   Severe generalized myasthenia :
1)             Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progesi penyakit biasanya komlit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurangmemuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi thymoma.
2)             Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek.
d.             Myasthenia crisis.
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat
disebabkan :
1)      Pekerjaan fisik yang berlebihan.
2)      Emosi.
3)      infeksi.
4)      melahirkan anak.
5)       progresif dari penyakit.
6)      obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya streptomisin, neomisisn, kurare, kloroform, eter, morfin sedative dan muscle relaxan.
7)      Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium
               
Tahap Klinik “Osserman”
Kelompok I              :  Myasthenia Okular
Ptosis, diplopia
Sangat ringan dan tidak ada kasus kematian.
Kelompok IIA         :  Myasthenia Umum Ringan
Responsive terhadap pengobatan
Angka kematian rendah.
Kelompok IIB          :  Myasthenia Umum Sedang
Gejala okuler berlanjut ke otot rangka dan lebih parah
dari tahap IIA.
Respon terhadap pengobatan kurang.
Angka kematian rendah.
Kelompok III           :   Myasthenia Fulinan Akut
                                     Kelemahan otot mata, rangka dan pernafasan.
                                     Prognesi penyakit komplit dalam 6 bulan.
                                     Respon pengobatan buruk.
                                     Tingkat kematian tinggi.
                                     Kasus Thymoma tinggi.
Kelompok IV           :   Myasthenia Berat Lanjut
                                     Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan       II.
                                     Progresitas dapat perlahan-lahan.
                                     Kasus Thymoma.
                                     Respon pengobatan buruk.
                                     Angka kematian tinggi.

Krisis Pada Miastenia Gravis
a.         Krisis miastenik
                Krisis miastenik yaitu keadaan dimana dibutuhkan antikolinesterase yang           lebih banyak. Keadaan ini dapat terjadi pada kasus yang tidak memperoleh       obat secara cukup dan dapat dicetuskan oleh infeksi. Tindakan terhadap kasus demikian adalah sebagai berikut:
1)         Kontrol jalan napas
2)         Pemberian antikolinesterase
3)         Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis
                Bila pada krisis miastenik pasien tetap mendapat pernapasan buatan        (respirator), obat-obat antikolinesterase tidak diberikan terlebih dahulu,      karena obat-obat ini dapat memperbanyak sekresi saluran pernapasan dan           dapat mempercepat terjadinya krisis kolinergik. Setelah krisis terlampaui,    obat-obat dapat mulai diberikan secara bertahap, dan seringkali dosis dapat diturunkan.
b.        Krisis kolinergik
                Krisis kolinergik yaitu keadaan yang diakibatkan kelebihan obat-obat      antikolinesterase. Hal ini mungkin disebabkan karena pasien tidak sengaja          telah minum obat berlebihan, atau mungkin juga dosis menjadi berlebihan        karena terjadi remisi spontan. Golongan ini sulit dikontrol dengan obat-      obatan dan batas terapeutik antara dosis yang terlalu sedikit dan dosis yang    berlebihan sempit sekali. Respons mereka terhadap obat-obatan seringkali         hanya parsial. Tindakan terhadap kasus demikianadalah sebagai berikut:
1)         Kontrol jalan napas
2)         Penghentian antikolinesterase untuk sementara waktu, dan dapat  diberikan atropine 1 mg intravena dan dapat diulang bila perlu. Jika  diberikan atropine, pasien harus diawasi secara ketat, karena secret saluran napas dapat menjadi kental sehingga sulit dihisap atau mungkin gumpalan lender dapat menyumbat bronkus, menyebabkan atelektasis. Kemudian antikolinesterase dapat diberikan lagi dengan dosis yang lebih rendah.
3)         Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis.
Untuk membedakan kedua tipe krisis tersebut dapat diberikan tensilon 2-5 mg intravena. Obat ini akan memberikan perbaikan sementara pada krisis miastenik, tetapi tidak akan memberikan perbaikan atau bahkan memperberat gejala-gejala krisis kolinergik.

Komplikasi
            Melemahnya otot pernafasan membuat pasien dengan gangguan ini beresiko lebih tinggi terhadap hipoventilasi dan infeksi pernafasan berulang. Disfagia juga dapat timbul, mengarah pada :
a.              Bisa timbul miastenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang tidak diawasi.
b.             Pneumonia.
c.              Bullous death

Penatalaksanaan Kedaruratan
Sebelum Memulai Pertolongan utamakan hal berikut :
a.         Keamanan.
b.        Meminta bantuan.
c.         Kesadaran.
d.        Baru mulai pertolongan (ABC).
Cara Memeriksa Kesadaran1
 Ajukan pertanyaan atau perintah yang mudah, misalnya apa yang terjadi? Atau buka mata anda, dengan suara keras dan jelas dekat telinga korban, goncang bahunya perlahan-lahan.
           Korban yang kesadarannya terganggu mungkin berkomat-kamit, mengerang, atau bergerak sedikit.
           Korban yang tidak sadar tidak akan memberi reaksi.
Cara Cepat Menilai Kesadaran :
         A : Alert (sadar)
         V : Voice (respon terhadap suara)
         P : Pain (respon terhadap nyeri)
         U : Unresponsive (tidak ada respon)
Tahapan ABC
A. (airway / jalan nafas) :
            Sumbatan jalan nafas oleh lidah adalah merupakan persoalan yang sering timbul pada korban tidak sadar yang terlentang. Resusitasi tidak akan berhasil bila sumbatan tidak diatasi. Ada tiga cara yang dianjurkan untuk menjaga agar jalan nafas tetap terbuka.
            Pada metode ekstensi kepala dan angkat leher, penolong mengektensikan kepala korban dengan satu tangan, sementara tangan yang lain menyanggah bagian atas leher korban. Metode ekstensi, kepala angkat dagu, kepala diekstensikan dan dagu diangkat keatas, dan metode ekstansi kepala dan mendorong mandibula. Hati-hati pada penderita : patah leher, jangan mengekstensikan kepala, lebih aman mendorong mandibula saja.   
Membuka Jalan Nafas1
            Korban yang tidak sadar, jalan nafasnya mungkin menyempit atau tersumbat sehingga pernafasannya sulit dan berbunyi atau tidak bernafas sama sekali. Penyebab utama keadaan ini adalah kelumpuhan otot-otot tenggorokan sehingga lidah jatuh kebawah dan menutupi batang tenggorokan. Dengan mengangkat dagu korban dan menarik kepalanya kebawah, lidah terangkat dan tidak lagi menutup pintu jalan nafas.
 Jalan nafas tersumbat otot menjadi lumpuh karena korban tidak sadar sehingga lidah jatuh kebawah dan menutup jalan nafas. Korban tidak bernafas, jalan nafas akan terbuka dengan posisi kepala ditarik kebawah dan dagu diangkat, lidah terangkat dari belakang tenggorokan sehingga jalan nafas menjadi bebas.
Untuk Membuka Jalan Nafas1
1.        Keluarkan sumbatan yang jelas terlihat didalam mulut.
2.        Letakkan dua jari anda dibawah dagu korban, dan rahangnya diangkat.
            Pada saat bersamaan letakkan tangan anda pada dahi korban kepala ditarik kearah belakang bawah (Head Tilt dan Chin Lift). Jika anda menduga cedera kepala atau leher, pegang kepalanya secara hati-hati dan hanya ditarik secukupnya agar jalan nafas terbuka (Suspect Neck Trauma : Jaw Thrust).
            Bila pasien dapat bernafas dengan baik dan hanya kehilangan kesadarannya saja maka pasien di posisikan pada posisi mantap / pemulihan.
B. (Breathing / Pernafasan) :
            Setelah jalan nafas terbuka, penolong harus menilai apakah pasien dapat bernafas spontan. Ini dilakukan dengan mendengar, melihat dan merasakan nafas penderita. Bila pernafasan spontan tidak timbul, beri pernafasan buatan, yakni dengan mulut ke mulut (Mouth to Mouth), dilakukan dengan mempertahankan kepala dan leher penderita dalam sikap terlentang dan jalan nafas dalam keadaan terbuka.
            Kemudian tutup / pencet hidung penderita. Berikan 2 kali nafas buatan, kemudian segera raba denyut nadi Karotis / Femoralis. Bila ia berhenti nafas tetapi masih ada denyut nadi, berikan ventilasi setiap 5 detik. Bila nadi tidak teraba, 2 kali ventilasi dalam diberikan sesudah 30 kali kompresi dada pada resusitasi yang dilakukan 2 orang penolong. Tanda-tanda ventilasi yang adekuat adalah dada korban yang terlihat naik turun dengan amplitudo yang cukup dan ada udara keluar melalui hidung dan mulut penderita selama ekspirasi. Penyebab henti nafas ini, biasanya : sumbatan jalan nafas oleh benda asing, sengatan listrik, tenggelam, keracunan, henti jantung, tumor otak.
Memeriksa Pernafasan
 Letakkan wajah anda dekat mulut korban dan lihat, dengarkan serta rasakan adanya pernafasan
a.         Lihat gerakan dadanya
b.        Dengar suara nafasnya
c.         Rasakan nafasnya pada pipi anda
Lihat, dengar dan rasakan selama 5-10 detik sebelum memutuskan korban tidak bernafas.
            Bila ventilasi dari mulut ke mulut tidak berhasil baik walaupun jalan nafas telah dicoba dibuka, faring korban harus diperiksa untuk melihat apakah ada sekresi atau benda asing. Pada tindakan jari menyapu, korban hendaknya digulingkan pada salah satu sisinya. Sesudah dengan paksa membuka mulut korban dengan satu tangan memegang lidah dan rahangnya, penolong memasukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan yang lain ke dalam satu sisi mulut korban, melalui bagian belakang faring, keluar lagi melalui sisi lain mulut korban dalam satu gerakan menyapu. Bila tindakan ini gagal untuk mengeluarkan benda asing, hendaknya dikerjakan hentakan abdomen (abdominal thrust / gerak Heimlich) atau hentakan dada (chest thrust). Hentakan dada dilakukan pada korban yang telentang, teknik sama dengan kompresi dada luar. Urutan yang dianjurkan adalah :
a.         Berikan 6-10 kali hentakan abdomen (Abdominal thrust – Heimlich manuver).
b.        Buka mulut dan lakukan sapuan jari
c.         Reposisi pasien, buka jalan nafas dan coba beri ventilasi buatan.
Urutan ini hendaknya diulang sampai benda asing keluar dan ventilasi buatan dapat dilakukan dengan sukses.

C. (Circulation / Sirkulasi) :
Memeriksa Denyut Nadi
 Jika detak jantung cukup baik akan terjadi denyutan pada leher (denyutan karotis), yaitu tempat arteri karotis yang besar masuk kedalam rongga kepala. Arteri-arteri ini terdapat di kedua sisi laring, diantara jakun dan “jalinan otot” yang berjalan dari telinga melintas leher menuju bagian atas tulang dada.
Memeriksa Denyut Karotis :
a.         Kepalanya ditarik kebawah, raba jakunnya dengan dua jari, kemudian jari digeser kecelah antar jakun dan jalinan otot. Disitu akan teraba denyutan.
b.        Raba selama 5 detik sebelum memutuskan tidak ada denyutan.
Memulihkan Sirkulasi1
            Kalau tidak ada nadi berarti detak jantung berhenti. Untuk itu anda harus melakukan sirkulasi buatan dengan kompresi dada untuk mengalirkan darah ke otak. Agar berguna bagi otak, darah harus mengandung oksigen. Karena itu kompresi dada digabungkan dengan pernafasan buatan
           
Penatalaksanaan  Myiasthenia
                        Penatalaksanaan diarahkan pada perbaikan fungsi melalui pemberian obat antikolinestrase dan mengurangi serta membuang antibodi yang bersikulasi :
a.         Antikolinesterase
     Dapat diberikan piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau neostigmin bromida 15-45 mg per oral tiap 3 jam. Piridostigmin biasanya bereaksi secara lambat. Terapi kombinasi tidak menunjukkan hasil yang menyolok. Apabila diperlukan, neostigmin metilsulfat dapat diberikan secara subkutan atau intramuskularis (15 mg per oral setara dengan 1 mg subkutan/intramuskularis), didahului dengan pemberian atropin 0,5-1,0 mg. Neostigmin dapat menginaktifkan atau menghancurkan kolinesterase sehingga asetilkolin tidak segera dihancurkan. Akibatnya aktifitas otot dapat dipulihkan mendekati normal, sedikitnya 80-90% dari kekuatan dan daya tahan semula. Pemberian antikolinesterase akan sangat bermanfaat pada miastenia gravis golongan IIA dan IIB. Efek samping pemberian antikolinesterase disebabkan oleh stimulasi parasimpatis,termasuk konstriksi pupil, kolik, diare, salivasi berkebihan, berkeringat, lakrimasi, dan sekresi bronkial berlebihan. Efek samping gastro intestinal (efek samping muskarinik) berupa kram atau diare dapat diatasi dengan pemberian propantelin bromida atau atropin. Penting sekali bagi pasien-pasien untuk menyadari bahwa gejala-gejala ini merupakan tanda terlalu banyak obat yang diminum, sehingga dosis berikutnya harus dikurangi untuk menghindari krisis kolinergik. Karena neostigmin cenderung paling mudah menimbulkan efek muskarinik, maka obat ini dapat diberikan lebih dulu agar pasien mengerti bagaimana sesungguhnya efek smping tersebut.
a.         Steroid
     Di antara preparat steroid, prednisolon paling sesuai untuk miastenia gravis, dan diberikan sekali sehari secara selang-seling (alternate days) untuk menghindari efek samping. Dosis awalnya harus kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap (5-10 mg/minggu) untuk menghindari eksaserbasi sebagaimana halnya apabila obat dimulai dengan dosis tinggi. Peningkatan dosis sampai gejala-gejala terkontrol atau dosis mencapai 120 mg secara selang-seling. Pada kasus yang berat, prednisolon dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap hari, dengan memperhatikan efek samping yang mungkin ada. Hal ini untuk dapat segera memperoleh perbaikan klinis. Disarankan agar diberi tambahan preparat kalium. Apabila sudah ada perbaikan klinis maka dosis diturunkan secara perlahan-lahan (5 mg/bulan) dengan tujuan memperoleh dosis minimal yang efektif. Perubahan pemberian prednisolon secara mendadak harus dihindari.
c.         Azatioprin
     Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil yang baik, efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan terutama berupa gangguan saluran cerna,peningkatan enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg BB selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati. Sesudah itu pemeriksaan laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali. Pemberian prednisolon bersama-sama dengan azatioprin sangat dianjurkan.
d.        Timektomi
     Pada penderita tertentu perlu dilakukan timektomi. Perawatan pasca operasi dan kontrol jalan napas harus benar-benar diperhatikan. Melemahnya penderita beberapa hari pasca operasi dan tidak bermanfaatnya pemberian antikolinesterase sering kali merupakan tanda adanya infeksi paru-paru. Hal ini harus segera diatasi dengan fisioterapi dan antibiotik.
e.         Plasmaferesis
     Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali dengan dosis 50 ml/kg BB. Cara ini akan memberikan perbaikan yang jelas dalam waktu singkat. Plasmaferesis bila dikombinasikan dengan pemberian obat imusupresan akan sangat bermanfaat bagi kasus yang berat. Namun demikian belum ada bukti yang jelas bahwa terapi demikian ini dapat memberi hasil yang baik sehingga penderita mampu hidup atau tinggal di rumah. Plasmaferesis mungkin efektif padakrisi miastenik karena kemampuannya untuk membuang antibodi pada reseptor asetilkolin, tetapi tidak bermanfaat pada penanganan kasus kronik.
                        Obat-obatan kemungkinan digunakan untuk membantu meningkatkan kekuatan dengan cepat atau untuk menekan reaksi autoimun dan memperlambat kemajuan gangguan tersebut. Obat-obatan yang meningkatkan jumlah acetylcholine, seperti pyridostigmine (diminum), bisa meningkatkan kekuatan otot. Kapsul beraksi lama tersedia untuk malam hari digunakan untuk membantu orang yang mengalami kelemahan berat atau kesulitan menelan ketika mereka bangun di pagi hari. Dokter harus secara bertahap menyesuaikan dosis tersebut, yang bisa meningkat selama peristiwa kelemahan. Meskipun begitu, dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kelemahan yang sulit untuk dibedakan dari penyebab gangguan tersebut. Juga, keefektifan obat-obatan ini bisa berkurang dengan penggunaan jangka panjang.                          Peningkatan kelemahan, yang kemungkinan disebabkan penurunan keefektifan obat tersebut, harus diteliti oleh dokter dengan keahlian mengobati myasthenia gravis.
              Efek samping yangs sering terjadi pada pyridostigmine termasuk kram perut dan diare. Obat-obatan yang memperlambat kegiatan pada saluran pencernaan, seperti atropine atau propantheline, kemungkinan diperlukan untuk menetralkan efek ini.

    Ketika obat-obatan tidak menghasilkan keringanan atau ketika myasthenic crisis terjadi, plasmapheresis kemungkinan digunakan. Pada plasmapheresis, zat beracun (pada kasus ini, kelainan antibodi) disaring dari darah. Jika thymoma ada, kelenjar thymus harus diangkat dengan cara operasi untuk mencegah thymoma menyebar. Jika tidak terdapat thymoma, manfaat mengangkat kelenjar thymus tidak pasti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

OBAT EMERGENCY

OBAT EMERGENCY DENGAN PENGGUNAAN SYIRINGE PUMP Obat emergency merupakan obat-obatan yang dibutuhkan untuk mengatasi keadaan gawat darurat. Sebaiknya disiapkan dan disediakan ditempat yang mudah terjangkau dan pemberiannya berdasarkan pada keadaan pasien tersebut. Pemberian obat selalu mengacu pada 5T dan 1W dimana yang dimaksud adalah (Tepat obat, Tepat waktu, tepat orang, tepat dosis, tepat cara ) dan Waspada terhadap efek samping obat tersebut. Berikut yang termasuk obat-obatan yang sering diberikan secara berkesinambungan adalah adrenalin, dopamin, dobutamin, herbesser . Pemberian obat yang tidak dirancang dengan benar dapat berakibat fatal atau tidak berkhasiat sama sekali. PRINSIP PEMBERIAN Pemberian obat selalu mengacu pada 5T dan 1W (Tepat obat, Tepat waktu, tepat orang, tepat dosis, tepat cara ) dan Waspada terhadap efek samping obat tersebut. PERHITUNGAN OBAT :  Pasien dengan BB 50Kg, mendapatkan terapi dopamin dengan dosis 5mcg/Kg/Menit. Sediaan dopamin yan

Pemeriksaan fisik sistem pernapasan

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERNAPASAN (B1) INSPEKSI 1.     Wawancara pasien terkait keluhan sesak napas, nyeri dada ,  batuk, pengeluaran sputum dan batuk darah. Adapun masing – masing pemeriksaan akan dijelaskan sebagai berikut : a.     Derajat Sesak Nafas Derajat Sesak Keluhan Sesak Derajat I Sesak bila aktivitas berat, aktivitas sehari-hari baik Derajat II Sesak bila naik tangga Derajat III Aktivitas sehari-hari terasa sesak Derajat IV Pekerjaan ringan terasa sesak, istirahat tidak sesak Derajat V Istirahat tetap sesak (hidup tergantung O 2 ) b.     Nyeri dada Keluhan Nyeri Dada Kemungkinan Diagnosis Nyeri Dada Mendadak  Peny. Jantung   Pneumotoraks Nyeri Seperti Ditusuk Pleuritis Peny. Jantung  (Angina) Pneumotoraks Nyeri Dada Rasa Keme

PENGAJUAN KEANGGOTAAN HIPGABI JAWA TIMUR

Kepada Yth. Sejawat perawat Gawat Darurat Di Jawa Timur Assalamualaikum wr wb Bapak ibu dulur yang akan mengajukan keanggotaan HIPGABI , kini sudah dapat mengisi data data di link  bit.ly/form-anggota-hipgabi . Adapun syarat data yang harus anda lengkapi sebelum klik link adalah : 1. NIRA 2. Alamat dan nomor ponsel 3. Foto 3x4 pakaian resmi Atas perhatiannya kami sampaikan terima kasih HIPGABI # Bersatu # Berkualitas # Sejahtera Berikut adalah daftar pengajuan yang akan diproses beserta keterangannya No Nama Nira Institusi KET 1 Yudisa Diaz Lutfi Sandi, Ns., M.Kep 35210213331 Akper Pemkab Ngawi LENGKAP 2 Rizky Fajar Bahtiar,S.St 35730327236 Rumah Sakit Universitas Brawijaya LENGKAP 3 Khotimah, S. Kep., Ns., M. Kes 35170232243 Unipdu Jombang LENGKAP 4 Guruh Wirasakti, S.Kep.,Ns.,M.Kep. 35730479034 STIKES dr. Soebandi Jember LENGKAP