Pengertian
Luka bakar (combustio/burn)
adalah cedera sebagai akibat kontak langsung atau terpapar dengan sumber-sumber
panas, listrik, zat kimia, atau radiasi. Merupakan
jenis luka, kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan yang
diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber listrik,
bahan kimiawi, cahaya, radiasi dan friksi. Jenis luka dapat beraneka ragam dan memiliki penanganan
yang berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena luka bakar, tingkat
keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut. Luka bakar dapat
merusak jaringan otot, tulang, pembuluh darah dan jaringan epidermal yang mengakibatkan kerusakan yang berada di tempat yang
lebih dalam dari akhir sistem persarafan. Seorang korban luka bakar dapat
mengalami berbagai macam komplikasi yang fatal termasuk diantaranya kondisi
shock, infeksi,
ketidak seimbangan elektrolit dan masalah distress pernapasan. Selain
komplikasi yang berbentuk fisik, luka bakar dapat juga menyebabkan distress
emosional dan psikologis yang berat
dikarenakan cacat akibat luka bakar dan bekas luka.
Secara anatomik, sebagian besar
luka bakar terletak pada daerah kulit. Kulit merupakan organ tubuh yang sangat
penting. Ia merupakan struktur tubuh yang terbesar dan merupakan penyatu dari
bagian-bagian tubuh. Oleh karena itu, kulit memainkan peran yang sangat
signifikan dalam tubuh. Sama pentingnya dengan sistem lainnya dalam badan.
Kulit adalah organ tubuh
terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan dalam homeostasis. Kulit
mmepunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dari berbagai trauma dan merupakan
penahan terhadap bakteri, virus dan jamur. Kehilangan panas dan penyimpanan
panas diatur oleh vasodilatasi atau sekresi kelenjar-kelenjar keringat dan
tanpa adanya kulit, maka cairan tubuh akan hilang dalam beberapa waktu.
Kulit terdiri ada tiga lapisan,
epidermis, dermis dan jaringan subkutan. Setiap lapisan menjadi lebih
berdiferensiasi (menjadi matur dan dengan fungsi yang lebih spesifik).
Epidermis merupakan lapisan yang terluar dengan ketebalan sekitar 0,1mm pada
kelopak mata dan 1mm pada telapak tangan dan telapak kaki. Lapisan eksternal
dari sel-sel epitel bertingkat ini terutama terdiri atas kreatinosit. Lapisan
eksternal ini hamper pasti digantikan setiap 3-4 minggu. Sel-sel yang mati
mengandung sejumlah besar keratin, suatu protein fibrosa tak larut yang
membentuk barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen
dan mencegah kehilangan cairan yang berlebihan dari tubuh.
Jaringan subkutan atau
hipodermis adalah lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah
jaringan adipose, yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur
internal seperti otot dan tulang. Lapisan ini memungkinkan mobilitas kulit,
pembentuk kontur tubuh, dan pelindung tubuh. Lemak disimpan dan didistribusikan
sesuai gender individu, dan sebagian bertanggung jawab dalam membedakan bentuk
tubuh antara wanita dan pria. Kebanyakan makan menyebabkan peningkatan
penumpukan lemak dibawah kulit. Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak
merupakan factor penting dalam pengaturan suhu tubuh.
Gambar 2-1. Gambaran tiga dimensi
kulit
2.2 Etiologi
Secara garis besar ada lima
mekanisme penyebab timbulnya luka bakar, yaitu terutama adalah sbb.:
a. Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan
oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan panas atau objek-objek
panas lainnya.
b.
Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan
oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat
kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya
injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena
kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah
tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian
dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka
bakar kimia.
c.
Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan
oleh panas yang digerakan dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh.
Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan
cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.
d.
Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh
terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan
dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk
keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat
terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
e.
Luka Bakar Cair
kontak
dengan air mendidih, uap panas, dan minyak panas.
2.3 Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh.
Panas tersebut mungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi
elektromagnetik. Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan
kesakitan. Pembuluh darah kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan
permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga
dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan hal ini
menimbulkan bula yang mengandung elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya
volume cairan intravaskuler. Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan
pada epdermis, dermis maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan
lamanya kulit kontak dengan sumber panas/penyebabnya. Kerusakan kulit akibat
luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan,
masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua, dan
pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,
berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan menurun, dan produksi urin
berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan
jam. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini
sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang
mengalami trombosis. Padahal pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau
antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit
penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan
kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya
sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai
antibiotik.
↓ Sel darah merah Laju
Metabolik
↓
Anemia glukoneogenesis
glukogenolisis
kebutuhan
O2
|
|||
Aldosteron ↑← Sekresi ↑ Faktor depresan
Adrenal
miokard
Kehilangan
O2
Pelepasankate kolamin
infisiensi miokard
aliran vasokontriksi Hipovolemia
ke ginjal
curah jantung
Retensi Na+ LFG aliran ke limpa Asidosis
↓
Kehilangan K+ Gagal
ginjal hipoksia hepatik
Gagal hepar
Gambar 2.2 Patofisiologi Luka Bakar
Perawatan luka bakar mengalami perbaikan/kemajuan dalam dekade terakhir
ini, yang mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar.
Pusat-pusat perawatan luka bakar telah tersedia cukup baik, dengan anggota team
yang menangani luka bakar terdiri dari berbagai disiplin yang saling bekerja
sama untuk melakukan perawatan pada klien dan keluarganya.
Di Amerika kurang lebih 2 juta penduduknya memerlukan pertolongan medik
setiap tahunnya untuk injuri yang disebabkan karena luka bakar. 70.000
diantaranya dirawat di rumah sakit dengan injuri yang berat. Luka bakar
merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok umur.
Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita,
terutama pada orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th).
Data yang berhasil dikumpulkan oleh Natinal
Burn Information Exchange menyatakan 75 % semua kasus injuri luka bakar,
terjadi didalam lingkungan rumah. Klien dengan usia lebih dari 70 tahun
beresiko tinggi untuk terjadinya luka bakar.
2.4 Efek Patofisiologi Luka Bakar
1. Pada Kulit
Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera
setelah luka bakar tergantung pada luas dan ukuran luka bakar. Untuk luka bakar
yang kecil (smaller burns), respon tubuh bersifat lokal yaitu terbatas pada area
yang mengalami injuri. Sedangkan pada luka bakar yang lebih luas misalnya 25 %
dari total permukaan tubuh atau lebih besar, maka respon tubuh terhadap injuri
dapat bersifat sistemik dan sesuai dengan luasnya injuri. Injuri luka bakar
yang luas dapat mempengaruhi semua sistem utama dari tubuh.
2. Sistem
kardiovaskuler
Segera setelah
injuri luka bakar, dilepaskan substansi
vasoaktif (catecholamine,
histamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalmi injuri. Substansi-substansi
ini menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga plasma merembes kedalam
sekitar jaringan. Injuri panas yang secara langsung mengenai pembuluh akan
lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang langsung mengenai memberan
sel menyebabkan sodium masuk dan potassium keluar dari sel. Secara keseluruhan
akan menimbulkan tingginya tekanan osmotik yang menyebabkan meningkatnya cairan
intracellular dan interstitial dan yang dalam keadaan lebih lanjut menyebabkan
kekurangan volume cairan intravaskuler. Luka bakar yang luas menyebabkan edema
tubuh general baik pada area yang mengalami luka maupun jaringan yang tidak
mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume darah
intravaskuler. Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan
catecholamine dan terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya
kardiac output. Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari
pengeluaran cairan intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi
melalui luka terjadi 4-20 kali lebih besar dari normal. Sedangkan pengeluaran
cairan yang normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh normal perhari adalah
350 ml. (lihat tabel 1)
Tabel 1 : Rata-rata output cairan
perhari untuk orang dewasa
Rute
|
Jumlah (ml) pada suhu normal
|
Urin
Insensible losses:
a. Paru
b. Kulit
Keringat
|
1400
350
350
100
100
|
Total :
|
2300
|
Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ. Jika ruang
intravaskuler tidak diisi kembali dengan cairan intravena maka shock
hipovolemik dan ancaman kematian bagi penderita luka bakar yang luas dapat
terjadi.
Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler menurun,
tetapi tidak mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri.
Kardiac outuput kembali normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan
hipermetabolik tubuh kira-kira 24 jam setelah luka bakar. Perubahan pada
kardiak output ini terjadi sebelum kadar volume sirkulasi intravena kembali
menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit yang kemudian menurun
sampai di bawah normal dalam 3-4 hari setelah luka bakar karena kehilangan sel
darah merah dan kerusakan yang terjadi pada waktu injuri. Tubuh kemudian
mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya.
3. Sistem Renal
dan Gastrointestinal
Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan
menurunnya GFR (glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguri. Aliran
darah menuju usus juga berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus
intestinal dan disfungsi gastrointestia pada klien dengan luka bakar yang lebih
dari 25 %.
4. Sistem Imun
Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada aktivitas lymphocyte,
suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi aktivitas complement dan
perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan macrophage dapat terjadi pada
klien yang mengalami luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan
resiko terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien.
5. Sistem Respiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar
oksigen arteri dan “lung compliance”.
- Smoke Inhalation.
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali
berhubungan dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri inhalasi ini
diperkirakan lebih dari 30 % untuk injuri yang diakibatkan oleh api.
Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya
LB yang mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau
nasopharynx, rambut hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan, tachipnoe,
kemerahan pada selaput hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara serak,
terdapat carbon dalam sputum, dan batuk. Bronchoscopy dan Scaning paru dapat
mengkonfirmasikan diagnosis.
Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi berkaitan
dengan berat dan tipe asap atau gas yang dihirup.
- Keracunan
Carbon Monoxide.
CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi organik
terbakar. Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa,
yang dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen. Dengan
terhirupnya CO, maka molekul oksigen digantikan dan CO secara reversibel
berikatan dengan hemoglobin sehingga membentuk carboxyhemoglobin (COHb).
Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat penurunan secara menyeluruh pada
kemampuan pengantaran oksigen dalam darah. Kadar COHb dapat dengan mudah
dimonitor melalui kadar serum darah. Manifestasi dari keracunan CO adalah sbb
(lihat tabel 2) :
Tabel 2 :
Manifestasi klinik keracunan CO (Carbon Monoxida)
Kadar CO (%)
|
Manifestasi Klinik
|
5 – 10
11 – 20
21 – 30
31 – 40
41 – 50
> 50
|
Gangguan tajam penglihatan
Nyeri kepala
Mual, gangguan ketangkasan
Muntah, dizines, sincope
Tachypnea, tachicardia
Coma, mati
|
2.5 Klasifikasi Beratnya Luka Bakar
1. Faktor yang mempengaruhi
berat ringannya luka bakar
Beberapa faktor yang mempengaruhi berat-ringannya injuri luka bakar antara
lain kedalaman luka bakar, luas luka bakar, lokasi luka bakar, kesehatan umum,
mekanisme injuri dan usia. Berikut ini akan dijelaskan sekilas tentang
faktor-faktor tersebut di atas:
a. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori yang didasarkan pada
elemen kulit yang rusak, yaitu:
1. Superficial (derajat I), dengan
ciri-ciri sbb:
a.
Hanya mengenai lapisan epidermis.
b.
Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan
sampai berat).
c.
Kulit memucat bila ditekan.
d.
Edema minimal.
e.
Tidak ada blister.
f.
Kulit hangat/kering.
g.
Nyeri / hyperethetic
h.
Nyeri berkurang dengan pendinginan.
i.
Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.
j.
Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.
2. Partial thickness
(derajat II), dengan ciri sbb.:
a. Partial
tihckness dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep
partial thickness.
b.Mengenai epidermis dan dermis.
c. Luka tampak
merah sampai pink
d.
Terbentuk blister
e. Edema
f. Nyeri
g.Sensitif terhadap udara dingin
h.Penyembuhan luka :
1)
Superficial partial thickness : 14 - 21 hari
2)
Deep partial thickness : 21 - 28 hari
(Namun demikian
penyembuhannya bervariasi tergantung dari kedalaman dan ada tidaknya infeksi).
3. Full thickness (derajat
III)
a.
Mengenai semua lapisan kulit, lemak subcutan dan dapat
juga mengenai permukaan otot, dan persarafan dan pembuluh darah.
b.
Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai
dengan coklat atau hitam.
c.
Tanpa ada blister.
d.
Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.
e.
Edema.
f.
Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.
g.
Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.
h.
Memerlukan skin graft.
i.
Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan
tindakan preventif.
4. Fourth degree (derajat
IV)
Mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.
a.
Luas luka bakar
Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi (1) rule of nine, (2) Lund and Browder, dan (3) hand palm. Ukuran luka bakar dapat
ditentukan dengan menggunakan salah satu dari metode tersebut. Ukuran luka
bakar ditentukan dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka
bakar. Akurasi dari perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan
pengalaman seseorang dalam menentukan luas luka bakar.
Metode rule of nine mulai
diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu alat pengkajian yang cepat
untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar. Dasar dari metode ini
adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomi, dimana setiap bagian
mewakili 9 % kecuali daerah genitalia 1 %.
Pada metode Lund and Browder
merupakan modifikasi dari persentasi bagian-bagian tubuh menurut usia, yang
dapat memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang luas luka bakar.
Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara
lainnya yaitu mengunakan metode hand
palm. Metode ini adalah
cara menentukan luas atau persentasi luka bakar dengan menggunakan telapak
tangan. Satu telapak tangan mewakili 1 % dari permukaan tubuh yang mengalami
luka bakar.
Gambar 2.3 Gambar identifikasi prosentase luka bakar
b.
Lokasi luka
bakar (bagian tubuh yang terkena)
Berat ringannya luka bakar
dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar. Luka bakar yang mengenai kepala, leher
dan dada seringkali berkaitan dengan komplikasi pulmoner. Luka bakar yang
menganai wajah seringkali menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar yang mengenai
lengan dan persendian seringkali membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan
dapat menimbulkan implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau
ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen. Luka bakar yang mengenai daerah
perineal dapat terkontaminasi oleh urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang
mengenai daerah torak dapat menyebabkan tidak adekwatnya ekspansi dinding dada
dan terjadinya insufisiensi pulmoner.
c.
Kesehatan umum
Adanya kelemahan jantung,
penyakit pulmoner, endocrin dan penyakit-penyakit ginjal, khususnya diabetes,
insufisiensi kardiopulmoner, alkoholisme dan gagal ginjal, harus diobservasi
karena semua itu akan mempengaruhi respon klien terhadap luka dan
penanganannya.
Angka kematian pada klien yang
memiliki penyakit jantung adalah 3,5 - 4 kali lebih tinggi dibandingkan klien
luka bakar yang tidak menderita penyakit jantung. Demikian pula klien luka
bakar yang juga alkolism 3 kali lebih tinggi angka kematiannya dibandingkan
klien luka bakar yang nonalkoholism. Disamping itu juga klien alkoholism yang
terkena luka bakar masa hidupnya akan lebih lama berada di rumah sakit, artinya
penderita luka bakar yang juga alkoholism akan lebih lama hari rawatnya di
rumah sakit.
d.
Mekanisme Luka
Mekanisme luka merupakan faktor
lain yang digunakan untuk menentukan berat ringannya luka bakar. Secra umum
luka bakar yang juga mengalami injuri inhalasi memerlukan perhatian khusus.
Pada luka bakar elektrik, panas
yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan kerusakan jaringan internal.
Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi kerusakan otot dan
jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas, khususnya bila injury elektrik
dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage, tipe arus (direct atau
alternating), tempat kontak, dan lamanya kontak adalah sangat penting untuk
diketahui dan diperhatikan karena dapat mempengaruhi morbiditi.
Alternating
current (AC) lebih berbahaya dari pada direct current (DC). Ini seringkali
berhubungan dengan terjadinya kardiac arrest (henti jantung), fibrilasi
ventrikel, kontraksi otot tetani, dan fraktur kompresi tulang-tulang panjang
atau vertebra. Pada luka bakar karena zat kimia keracunan sistemik akibat
absorbsi oleh kulit dapat terjadi.
e.
Usia
Usia klien mempengaruhi berat
ringannya luka bakar. Angka kematiannya (Mortality
rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun, terutama
pada kelompok usia 0-1 tahun dan klien yang berusia di atas 65 th.
Tingginya statistik mortalitas
dan morbiditas pada orang tua yang terkena luka bakar merupakan akibat
kombinasi dari berbagai gangguan fungsional (seperti lambatnya bereaksi,
gangguan dalam menilai, dan menurunnya kemampuan mobilitas), hidup sendiri, dan
bahaya-bahaya lingkungan lainnya. Disamping itu juga mereka lebih rentan
terhadap injury luka bakar karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan terjadi
athropi pada bagian-bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti ketika mandi
dan memasak dapat menyebabkan terjadinya luka bakar.
2.6 Kategori berat
luka bakar menurut ABA
Perkumpulan Luka Bakar America
(American Burn Asociation/ABA)
mempublikasikan petunjuk tentang klasifikasi beratnya luka bakar. Perkumpulan
itu mengklasifikasikan beratnya luka bakar ke dalam 3 kategori, dengan
petunjuknya seperti berikut ini:
1.
Luka Bakar
Berat
a. 25 % pada orang dewasa
b.
25
% pada anak dengan usia kurang dari 10 tahun
c. 20 % pada orang dewasa dengan usia lebih dari 40 tahun
d.
Luka mengenai wajah, mata, telinga, lengan, kaki, dan
perineum yang
e. mengakibatkan gangguan fungsional atau kosmetik atau
menimbulkan
disabiliti.
f. LB karena listrik voltage tinggi
g.
Semua
LB dengan yang disertai injuri inhalasi atau truma yang berat.
2.
Luka Bakar
Sedang
a.
15-25 % mengenai
orang dewasa
b.
10-20 % pada anak
usia kurang dari 10 tahun
c.
10-20 % pada orang
dewasa usia lebih dari 40 tahun
3.
Luka Bakar
Ringan
a.
< 10 th
b.
> 40 th
c.
Tidak ada resiko
gangguan kosmetik atau fungsional atau disabiliti.
Dari American Burn Association.
(1984).
2.7 Penatalaksanaan
Berbagai macam respon sistem organ
yang terjadi setelah mengalami luka bakar menuntut perlunya pendekatan antar
disiplin. Perawat bertanggung jawab untuk mengembangkan rencana perawatan yang
didasarkan pada pengkajian data yang merefleksikan kebutuhan fisik dan
psikososial klien dan keluarga atau orang lain yang dianggap penting.
Diagnosa keperawatan, tujuan
dan intervensinya dapat dilihat pada rencana perawatan di halaman lainnya.
Secara klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu : 1) Fase
emergent dan resusitasi 2) Fase acut dan 3) Fase Rehabilitasi. Berikut ini akan
diuraikan sekilas tentang fase tsb.:
1. Fase Darurat (Resusitasi)
Fase emergensi dimulai pada
saat terjadinya injury dan diakhiri dengan membaiknya permeabilitas kapiler,
yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah injury. Tujuan utama pemulihan
selama fase ini adalah untuk mencegah shock hipovolemik dan memelihara fungsi
dari organ vital. Yang termasuk ke dalam fase emergensi adalah (a) perawatan
sebelum di rumah sakit, (b) penanganan di bagian emergensi dan (c) periode
resusitasi. Hal tersebut akan dibahas berikut ini:
A. Perawatan
sebelum di rumah sakit (pre-hospital
care)
Perawatan sebelum klien dibawa
ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian luka bakar dan berakhir ketika
sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital care dimulai dengan
memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab LB dan atau menghilangkan
sumber panas.
Petunjuk perawatan klien luka bakar
sebelum di rumah sakit
1)
Jauhkan penderita
dari sumber Luka Bakar
i.
Padamkan pakaian
yang terbakar
ii.
Hilangkan zat kimia
penyebab Luka Bakar
iii.
Siram dengan air
sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia
iv.
Matikan listrik
atau buang sumber listrik dengan menggunakan objek yang kering dan tidak
menghantarkan arus.
2)
Kaji ABC (airway,
breathing, circulation):
i.
Perhatikan jalan
nafas (airway)
ii.
Pastikan pernafasan
(breathibg) adekwat
iii.
Kaji sirkulasi
3)
Kaji trauma yang
lain
4)
Pertahankan panas
tubuh
5)
Perhatikan
kebutuhan untuk pemberian cairan intravena
6)
Transportasi
(segera kirim klien ka rumah sakit)
- Penanganan dibagian emergensi
Perawatan di bagian emergensi
merupakan kelanjutan dari tindakan yang telah diberikan pada waktu kejadian.
Jika pengkajian dan atau penanganan yang dilakukan tidak adekuat, maka pre
hospital care di berikan di bagian emergensi. Penanganan luka (debridemen dan
pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada masalah-masalah lain yang mengancam
kehidupan klien, maka masalah inilah yang harus diutamakan.
(1) Penanganan Luka Bakar
Ringan
Perawatan klien dengan LB
ringan sering kali diberikan dengan pasien rawat jalan. Dalam membuat keputusan
apakah klien dapat dipulangkan atau tidak adalah dengan memperhatiakn antara
lain 1) kemampuan klien untuk dapat menjalankan atau mengikuti
intruksi-instruksi dan kemampuan dalam melakukan perawatan secara mandiri, 2)
lingkungan rumah. Apabila klien mampu mengikuti instruksi dan perawatan diri
serta lingkungan di rumah mendukung terjadinya pemulihan maka klien dapat
dipulangkan.
Perawatan di bagian emergensi
terhadap luka bakar minor meliputi : menagemen nyeri, profilaksis tetanus,
perawatan luka tahap awal dan pendidikan kesehatan.
a) Managemen nyeri
Managemen
nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan morphine atau
meperidine dibagian emergensi. Sedangkan analgetik oral diberikan untuk
digunakan oleh pasien rawat jalan.
b) Profilaksis tetanus
Petunjuk untuk
pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada penderita LB baik yang ringan
maupun tipe injuri lainnya. Pada klien yang pernah mendapat imunisasi tetanus
tetapi tidak dalam waktu 5 tahun terakhir dapat diberikan boster tetanus
toxoid. Untuk klien yang tidak diimunisasi dengan tetanus human immune globulin
dan karenanya harus diberikan tetanus toxoid yang pertama dari serangkaian
pemberian imunisasi aktif dengan tetanus toxoid.
c) Perawatan luka awal
Perawatan luka untuk LB ringan
terdiri dari membersihkan luka yaitu
debridemen jaringan yang mati; membuang zat-zat yang merusak (zat kimia, tar,
dll); dan pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba topikal dan balutan
secara steril. Selain itu juga perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan
tentang perawatan luka di rumah dan manifestasi klinis dari infeksi agar klien
dapat segera mencari pertolongan. Pendidikan lain yang diperlukan adalah
tentang pentingnya melakukan latihan ROM
secara aktif untuk mempertahankan fungsi sendi agar tetap normal dan
untuk menurunkan pembentukan edema dan kemungkinan terbentuknya scar. Dan
perlunya evaluasi atau penanganan follow up juga harus dibicarakan dengan klien
pada waktu itu.
d) Pendidikan / penyuluhan
kesehatan
Pendidikan tentang perawatan
luka, pengobatan, komplikasi, pencegahan komplikasi, diet, berbagai fasilitas
kesehatan yang ada di masyarakat yang dapat di kunjungi jika memmerlukan
bantuan dan informasi lain yang relevan perlu dilakukan agar klien dapat
menolong dirinya sendiri.
(2) Penanganan Luka Bakar
Berat.
Untuk klien dengan
luka yang luas, maka penanganan pada bagian emergensi akan meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan,
sirkulasi ) dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan
(penggantian cairan yang hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan nasogastric tube (NGT); pemeriksaan tanda-tanda vital dan laboratorium;
management nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan luka. Berikut
adalah penjelasan dari tiap-tiap penanganan tersebut, yakni sebagai berikut.
a) Reevaluasi jalan nafas,
kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain yang mungkin terjadi. Menilai kembali
keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan, dan sirkulasi unutk lebih memastikan
ada tidaknya kegawatan dan untuk memastikan penanganan secara dini. Selain itu
melakukan pengkajian ada tidaknya trauma lain yang menyertai cedera luka bakar
seperti patah tulang, adanya perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar
dapat dengan segera diketahui dan ditangani.
b) Resusitasi cairan
(penggantian cairan yang hilang). Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih
dari 15 %, maka resusitasi cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian
intravena perifer dapat diberikan melaui kulit yang tidak terbakar pada bagian
proximal dari ekstremitas yang terbakar. Sedangkan untuk klien yang mengalami
luka bakar yang cukup luas atau pada klien dimana tempat-tempat untuk pemberian
intravena perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada vena central
(seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau femoral) oleh dokter
mungkin diperlukan.
Luas atau persentasi luka bakar
harus ditentukan dan kemudian dilanjutkan dengan resusitasi cairan. Resusitasi
cairan dapat menggunakan berbagai formula yang telah dikembangkan seperti pada
tabel 6 tentang formula resusitasi cairan berikut.
Tabel : Formula resusitasi
cairan yang digunakan dalam perawatan luka bakar
24 jam pertama
|
24 jam kedua
|
||||||
Formula
|
Elektrolit
|
Koloid
|
Dextros
|
Elektrolit
|
Koloid
|
Dextros
|
|
Evans
|
Normal saline
1 ml/kg/%
|
1 ml/kg/%
|
2000 ml
|
0,5 kebutuhan 24 jam I
|
0,5 kebutuhan 24 jam I
|
2000 ml
|
|
Brooke
|
RL
1,5 ml/kg/%
|
0,5 ml/kg/%
|
2000 ml
|
0,5-0,75 kebutuhan 24 jam I
|
0,5-0,75 kebutuhan 24 jam I
|
2000 ml
|
|
Modifikasi Brooke
|
RL
2 ml/kg/%
|
0,3-0,5 ml/kg/%
|
|||||
Parkland
|
RL
4 ml/kg/%
|
0,3-0,5 ml/kg/%
|
2000 ml
|
||||
Periode resusitasi dimulai
dengan tindakan resusitasi cairan dan diakhiri bila integritas kapiler kembali
mendekati keadaan normal dan perpindahan cairan yang banyak mengalami
penurunan.
Resusitasi cairan dimulai untuk
meminimalkan efek yang merusak dari perpindahan cairan. Tujuan resuscitasi
cairan adalah untuk mempertahankan ferfusi organ vital serta menghindari komplikasi
terapi yang tidak adekuat atau berlebihan. Terdapat beberapa formula yang
digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan seperti tampak dalam tabel diatas.
Banyaknya/jumlah cairan yang
pasti didasarkan pada berat badan klien dan luasnya luka bakar. Faktor lain
yang menjadi pertimbangan meliputi adalah adanya inhalasi luka, keterlambatan
resusitasi awal, atau kerusakan jaringan yang lebih dalam. Faktor-faktor ini
cenderung meningkatkan jumlah/banyaknya cairan intravena yang dibutuhkan untuk resusitasi
adekuat di atas jumlah yang telah dihitung. Dengan pengecualian pada formula
Evan dan Brooke, cairan yang mengandung colloid tidak diberikan selama periode
ini karena perubahan-perubahan pada permeabilitas kapiler yang menyebabkan
kebocoran cairan yang banyak mengandung protein kedalam ruang interstitial,
sehingga meningkatkan pembentukan edema. Selama 24 jam kedua setelah luka
bakar, larutan yang mengandung colloid dapat diberikan, dengan dextrose 5% dan
air dalam jumlah yang bervariasi.
Sangat penting untuk diingat
bahwa senmua formula resusitasi yang ada hanyalah sebagai alat bantu dan harus
disesuaikan dengan respon fisiologis klien. Keberhasilan atau keadekuatan
resusitasi cairan pada orang dewasa ditandai dengan stabilnya vital signs, adekuatnya
output urine, dan nadi perifer yang dapat diraba.
c) Pemasangan kateter urine
Pemasangan kateter harus
dilakukan untuk mengukur produksi urine setiap jam. Output urine merupakan
indikator yang reliable untuk menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan.
d) Pemasangan nasogastric
tube (NGT)
Pemasangan NGT bagi klien LB 20
% -25 % atau lebih perlu dilakukan untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko
terjadinya aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat dari ileus dapat
terjadi umumnya pada klien tahap dini setelah luka bakar. Oleh karena itu semua
pemberian cairan melalui oral harus dibatasi pada waktu itu.
e) Pemeriksaan vital
signs dan laboratorium
Vital signs merupakan informasi
yang penting sebagai data tambahan untuk menentukan adekuat tidaknya resusitasi.
Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan gula darah, BUN (blood
ures nitrogen), creatini, elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas
darah arteri (analisa gas darah), COHb juga harus diperiksa, khususnya jika
terdapat injuri inhalasi. Tes-tes laboratorium lainnya adalah pemeriksaan x-ray
untuk mengetahui adanya fraktur atau trauma lainnya mungkin perlu dilakukan
jika dibutuhkan. Monitoring EKG terus menerus haruslah dilakukan pada semua
klien dengan LB berat, khususnya jika disebabkan oleh karena listrik dengan
voltase tinggi, atau pada klien yang mempunyai riwayat iskemia jantung atau
dysrhythmia.
f) Manajemen nyeri
Penanganan nyeri dapat dicapai
melalui pemberian obat narcotik intravena, seperti morphine. Pemberian melalui
intramuskuler atai subcutan tidak dianjurkan karena absorbsi dari jaringan
lunak tidak cukup baik selama periode ini bila hipovolemia dan perpindhan
cairan yang banyak masih terjadi. Demikian juga pemberian obat-obatan untuk
mengatasi secara oral tidak dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial.
g) Propilaksis tetanus
Propilaksis tetanus pada klien
LB adalah sama, baik pada luka bakar berat maupun luka bakar yang ringan.
h) Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan
tanggung jawab yang sangat penting bagi team yang berada di ruang emergensi.
Kepada klien atau yang lainnya perlu ditanyakan tentang kejadian kecelakaan LB
tersebut. Informasi yang diperlukan meliputi waktu injuri, tingkat kesadaran
pada waktu kejadian, apakah ketika injuri terjadi klien berada di ruang
tertutup atau terbuka, adakah truma lainya, dan bagaimana mekanisme injurinya.
Jika klien terbakar karena zat kimia, tanyak tentang zat kimia apa yang menjadi
penyebabnya, konsentrasinya, lamanya terpapar dan apakah dilakuak irigari segera
setelah injuri. Sedangkan jika klien menderita LB karena elektrik, maka perlu
ditanyakan tentang sumbernya, tipe arus dan voltagenya yang dapat digunakan
untuk menentukan luasnya injuri. Informasi lain yang diperlukan adalah tentang
riwayat kesehatan klien masa lalu seperti kesehatan umum klien. Informasi yang
lebih khusus adalah berkaitan dengan penyakit-penyakit jantung, pulmoner,
endokrin dan penyakit ginjal karena itu semua mempunyai implikasi terhadap
treatment. Disamping itu perlu pula diketahui tentang riwayat alergi klien,
baik terhadap obat maupun yang lainnya.
i)
Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling
ekstremitas dan torak dapat mengganggu sirkulasi dan respirasi, oleh karena itu
harus mendapat perhatian. Komplikasi ini lebih mudah terjadi selama resusitasi,
bila cairan berpindah ke dalam jaringan interstitial berada pada puncaknya.
Pada LB yang mengenai sekeliling ekstremitas, maka meninggikan bagian
ekstremitas diatas jantung akan membantu menurunkan edema dependen; walaupun
demikian gangguan sirkulasi masih dapat terjadi. Oleh karena pengkajian yang
sering terhadap perfusi ekstremitas bagian distal sangatlah penting untuk
dilakukan.
Escharotomy merupakan tindakan
yang tepat untuk masalah gangguan sirkulasi karena LB yang melingkari bagian
tubuh. Seorang dokter melaukan insisi terhadap eschar yang akan
mengurangi/menghilangkan konstriksi sirkulasi. Umumnya dilakukan ditempat tidur
klien dan tanpa menggunakan anaetesi karena eschar tidak berdarah dan tidak
nyeri. Namun jaringan yang masih hidup dibawah luka dapat berdarah. Jika
perfusi jaringan adekuat tidak berhasil, maka dapat dilakukan fasciotomy.
Prosedur ini adalah menginsisi fascia, yang dilakukan di ruang operasi dengan
menggunakan anestesi.
Demikian juga, escharotomy
dapat dilakukan pada luka bakar yang mengenai torak untuk memperbaiki
ventilasi. Setelah dilakukan tindakan escharotomy, maka perawat perlu melakukan
monitoring terhadap perbaikan ventilasi.
Perawatan luka dibagian
emergensi terdiri-dari penutupan luka dengan sprei kering, bersih dan baju
hangat untuk memelihara panas tubuh. Klien dengan luka bakar yang mengenai
kepala dan wajah diletakan pada posisi kepala elevasi dan semua ekstremitas
yang terbakar dengan menggunakan bantal sampai diatas permukaan jantung. Tindakan
ini dapat membantu menurunkan pembentukan edema dependent. Untuk LB ringan
kompres dingin dan steril dapat mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju
fasilitas kesehatan.
2. Fase Akut
Fase akut dimulai ketika pasien
secara hemodinamik telah stabil, permeabilitas kapiler membaik dan diuresis
telah mulai. Fase ini umumnya dianggap terjadi pada 48-72 jam setelah injuri.
Fokus management bagi klien pada fase akut adalah sebagai berikut : mengatasi
infeksi, perawatan luka, penutupan luka, nutrisi, managemen nyeri, dan terapi
fisik.
- Mengatasi
infeksi
Sumber-sumber infeksi pada
klien dengan luka bakar meliputi autocontaminasi dari:
1)
Oropharynx
2)
Fecal flora
3)
Kulit yg tidak
terbakar dan
4)
Kontaminasi silang
dari staf
5)
Kontaminasi silang
dari pengunjung
6)
Kontaminasi silang dari
udara
Kegiatan khusus untuk mengatasi
infeksi dan tehnik isolasi harus dilakukan pada semua pusat-pusat perawatan LB.
Kegiatan ini berbeda dan meliputi penggunaan sarung tangan, tutp kepala,
masker, penutup kaki, dan pakaian plastik. Membersihkan tangan yang baik harus
ditekankan untuk menurunkan insiden kontaminasi silang diantara klien. Staf dan
pengunjung umumnya dicegah kontak dengan klien jika ia menderita infeksi baik
pada kulit, gastrointestinal atau infeksi saluran nafas.
- Perawatan luka
Perawatan luka diarahkan untuk
meningkatkan penyembuhan luka. Perawatan luka sehari-hari meliputi membersihkan
luka, debridemen, dan pembalutan luka.
1) Hidroterapi
Membersihkan luka dapat
dilakukan dengan cara hidroterapi. Hidroterapi ini terdiri dari merendam (immersion) dan dengan shower (spray). Tindakan ini
dilakukan selama 30 menit atau kurang untuk klien dengan LB acut. Jika terlalu
lama dapat meningkatkan pengeluaran sodium (karena air adalah hipotonik)
melalui luka, pengeluaran panas, nyeri dan stress. Selama hidroterapi, luka
dibersihkan secara perlahan dan atau hati-hati dengan menggunakan berbagai
macam larutan seperti sodium hipochloride, providon iodine dan chlorohexidine.
Perawatan haruslah mempertahankan agar seminimal mungkin terjadinya pendarahan
dan untuk mempertahankan temperatur selama prosedur ini dilakukan. Klien yang
tidak dianjurkan untuk dilakukan hidroterapi umumnya adalah mereka yang secara
hemodinamik tidak stabil dan yang baru dilakukan skin graft. Jika hidroterapi
tidak dilakukan, maka luka dapat dibersihkan dan dibilas di atas tempat tidur
klien dan ditambahkan dengan penggunaan zat antimikroba.
2) Debridemen
Debridemen luka meliputi
pengangkatan eschar. Tindakan ini dilakukan untuk meningkatkan penyembuhan luka
melalui pencegahan proliferasi bakteri di bagian bawah eschar. Debridemen luka
pada LB meliputi debridemen secara mekanik, debridemen enzymatic, dan dengan
tindakan pembedahan.
- Debridemen mekanik
Debridemen
mekanik yaitu dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan gunting dan forcep
untuk memotong dan mengangkat eschar. Penggantian balutan merupakan cara lain
yang juga efektif dari tindakan debridemen mekanik. Tindakan ini dapat
dilakukan dengan cara menggunakan balutan basah ke kering (wet-to-dry) dan
pembalutan kering kepada balutan kering (wet-to-wet). Debridemen mekanik pada
LB dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat, oleh karena itu perlu terlebih
dahulu dilakukan tindakan untuk mengatasi nyeri yang lebih efektif.
- Debridemen enzymatic
Debridemen enzymatik merupakan
debridemen dengan menggunakan preparat enzym topical proteolitik dan
fibrinolitik. Produk-produk ini secara selektif mencerna jaringan yang
necrotik, dan mempermudah pengangkatan eschar. Produk-prduk ini memerlukan
lingkungan yang basah agar menjadi lebih efektif dan digunakan secara langsung
terhadap luka. Nyeri dan perdarahan merupakan masalah utama dengan penanganan
ini dan harus dikaji secara terus-menerus selama treatment dilakukan.
- Debridemen pembedahan
Debridemen pembedahan luka
meliputi eksisi jaringan devitalis (mati). Terdapat 2 tehnik yang dapat
digunakan : Pada tangential exccision adalah dengan mencukur atau menyayat
lapisan eschar yang sangat tipis sampai terlihat jaringan yang masih hidup.
sedangkan fascial excision adlaah mengangkat jaringan luka dan lemak sampai
fascia. Tehnik ini seringkali digunakan untuk LB yang sangat dalam.
3) Balutan
a.
Penggunaan penutup luka khusus
Luka bakar yang dalam atau full
thickness pada awalnya dilakukan dengan menggunakan zat/obat antimikroba
topikal. Obat ini digunakan 1 - 2 kali setelah pembersihan, debridemen dan
inspeksi luka. Perawat perlu melakukan kajian terhadap adanya eschar, granulasi
jaringan atau adanya reepitelisasi dan adanya tanda-tanda infeksi. Umumnya
obat-obat antimikroba yang sering digunakan tampak pada tabel dibawah. Tidak
ada satu obat yang digunakan secara umum, oleh karena itu dibeberapa pusat
pelayanan luka bakar ada yang memilih krim silfer sulfadiazine sebagai
pengobatan topikal awal untuk luka bakar.
Tabel 4 : Obat-Obatan Antimikroba Topical Yang Digunakan Pada Luka Bakar
Obat
|
Spektrum Antimikroba
|
Penggunaan
|
Efek Samping
|
Perawatan
|
Krim Silver Sulfadia-zine 1%
Mafenide acetate
Larutan Mafenide acetate 5%
Silver nitrate 5%
|
Spektrum luas, termasuk jamur
Spektrum luas, Mempunyai aktivitas terhadap jamur meskipun sedikit.
Spektrum luas
Spektrum luas
|
2x/hari,tebal 1/16 inci.
Tak usah dibalut.
2x/hari,1/16 inci.
Tdk usah dibalut.
Balutan tipis diperlukan dan dibasahi dengan- larutan untuk luka
Balutan yang tebal diperlukan dan dibasahi dg larutan untuk luka
|
Leukopenia setelah 2-3 hari pamakaian.
Ruam pada otot
Hyperchloremic metabolisme acidosis dari diuresis bicarbonat karena
hambatan anhydrase carbonic.
Menimbulkan rasa nyeri.
Pruritus.
Ruam pada kulit
Kolonisasi jamur.
Hyponatremia
Hypochloremia
Hypokalemia
Hypocalcemia
|
Kaji efek samping.
Kaji keadekuatan managemen nyeri. Jika nyeri dan rasa tak nyaman
berlanjut, maka perlu dipertimbangkan penggunaan topikal lainnya.
Gunakan secara hati-hati pada klien dengan gagal ginjal.
Kaji efek samping
Kaji keadekuatan managemen nyeri.
Cek serum elektrolit setiap hari.
Penetrasi terhadap bekas luka buruk.
|
b.
Metode terbuka dan
tertutup
Luka pada LB dapat ditreatmen
dengan menggunakan metode/tehnik belutan baik terbuka maupun tertutup. Untuk metode
terbuka digunakan/dioleskan cream antimikroba secara merata dan dibiarkan
terbuka terhadap udara tanpa dibalut. Cream tersebut dapat diulang
penggunaannya sesuai kebutuhan, yaitu setiap 12 jam sesuai dengan aktivitas
obat tersebut. kelebihan dari metode ini adalah bahwa luka dapat lebih mudah
diobservasi, memudahkan mobilitas dan ROM sendi, dan perawatan luka menjadi
lebih sederhana/mudah. Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah meningkatnya
kemungkinan terjadinya hipotermia, dan efeknya psikologis pada klien karena
seringnya dilihat.
Pada perawatan luka dengan
metode tertutup, memerlukan bermacam-macam tipe balutan yang digunakan. Balutan
disiapkan untuk digunakan sebagai penutup pada cream yang digunakan. Dalam
menggunakan balutan hendaknya hati-hati dimulai dari bagian distal kearah
proximal untuk menjamin agar sirkulasi tidak terganggu. Keuntungan dari metode
ini adalah mengurangi evavorasi cairan dan kehilangan panas dari permukaan luka
, balutan juga membantu dalam debridemen. Sedangkan kerugiannya adalah
membatasi mobilitas menurunkan kemungkinan efektifitas exercise ROM.
Pemeriksaan luka juga menjadi terbatas, karena hanya dapat dilakukan jika
sedang mengganti balutan saja.
c. Penutupan luka
1)
Penutupan Luka Sementara
Penutupan luka sementara sering
digunakan sebagai pembalut luka. Pada tabel dibawah diperlihatkan berbagai
macam penutup luka baik yang biologis, biosintetis, dan sintetis yang telah
tersedia. Setiap produk penutup luka tersebut mempunyai indikasi khusus.
Karakteristik luka (kedalamannya, banyaknya eksudat, lokasi luka pada tubuh dan
fase penyembuhan/pemulihan) serta tujuan tindakan/pengobatan perlu
dipertimbangkan bila akan memilih penutup luka yang lebih tepat.
Tabel 5 : Penutup Luka Sementara yang digunakan pada Luka Bakar
Categori/Contoh
|
Penjelasan
|
Indikasi
|
Perhatian Perawatan
|
Biologic
Amnion
Allograft
homograft
Xenograft
heterograft
|
Membran amnion yang dibuat dari placenta manusia
Diambil dari kulit manusia yang telah meninggal dunia dalam 24 jam
setelah kematiannya.
|
Untuk melindungi luka bakar partial thickness
Untuk melindungi granulasi jaringan.
Untuk membersihkan exudat luka
Untuk menutupi eksisi luka dan untuk menguji daya penerimaan terhadap
penggunaan aoutograft
Untuk meningkatkan penyembuhan luka bersih dan luka superficial-partial
thickness
|
Penutup luka diganti setiap 48 jam dengan amnion.
Observasi eksudat luka dan tanda-tanda infeksi yang mungkin menunjukan
adanya infeksi pada allograft/xenograft
Xenograft diatas jaringan granulasi diganti setiap 2-5 hari.
Untuk luka superficial, pastikan luka selalu bersih.
|
Categori/Contoh
|
Penjelasan
|
Indikasi
|
Perhatian Perawatan
|
Biosintetis
|
Benang nylon samapai membran karet silikon yang mengandung colagen
|
Balutan tempat donor
Meningkatkan penyembuhan luka superficial-partial thiskness bersih.
Untuk digunakan terhadap eksisi luka.
|
Keamanan sekitar kulit yang menggunakan sutura, staples, dan sutura dan
kemudian dibungkus dengan pembalut. Pembalut bagia luar ini dapat
diangkat/diganti dalam 48 jam untuk mengecek/ mengetahui menempelnya
Biobrane. Bila telah menempel/menyambung maka sutura, staples dapat diangkat.
Dan biarkan biobrane terekpose dengan udara
Tempat donor baru dan penyembuhan tempat donor pada kaki memerlukan
penyokong selama ambulasi
Kaji tanda-tanda infeksi dan bagian perifer luka.
|
2)
Pencangkokan kulit
Pencangkokan kulit yang berasal
dari bagian kulit yang utuh dari penderita itu sendiri (autografting) adalah
pembedahan dengan mengangkat lapisan kulit tipis yang masih utuh dan kemudian digunakan
pada luka bakar yang telah dieksisi. Prosedur ini dilakukan di ruang operasi
dengan pemberian anaetesi.
Perawatan post operasi
autograft meliputi: mengkaji perdarahan dari tempat donor; memperbaiki posisi
dan immobilisasi tempat donor; perawatan tempat donor; perawatan khusus
autograft (seperti : cultur epitel autograft)
a) Mengkaji Perdarahan
Perdarahan pada autograft dapat
menghalangi / mencegah / mengganggu keberhasilan menempelnya kulit yang
dicangkok pada eksisi luka dan dapat mengakibatkan lepasnya graft. Bila
terdapat sedikit darah atau serum dapat dibersihkan dengan cara memutar ( dengan
menggunakan cotton swab steril) dari arah tengah graft menuju keperifer. Jika
jumlahnya cukup banyak , maka dapat dilakukan aspirasi darah/serum dengan menggunakan
spuit dan jarum yang kecil.
b) Pengaturan Posisi dan
Immobilisasi
Autograft harus immobilisasi
setelah pembedahan, umumnya selama 3-7 hari. Periode waktu immobilisasi
tersebut memungkinakan waktu autogratt menempel dan tertanam pada dasar luka. Immobilisasi
dapat dilakukan dengan berbagai cama. Mengatur posisi yang tepat, traksi,
splint, dapat digunakan untuk mencegah pergerakan yang tidak diinginkan dan
lepasnya graft. Perawat juga harus melakukan berbagai macam tindakan untuk
mengurangi bahaya immobilisasi.
c) Perawatan Tempat Donor
Berbagai macam tipe balutan
dapat diguakan untuk menutup tempat donor, dan ini tergantung pada ukuran ,
lokasi dan kondisi batas kulit atau jaringan. Tindakan perawatan juga
tergantung pada tipe balutan yang digunakan. Jika balutan dilakukan dengan
menggunakan sutura dan staples maka dapat diangkat pada 3-4 hari setelah
pembedahan.
Meskipun terdapat perbedaan
dalam tindakan perawatan , namun luka pada tempat donor memerlukan tindakannya
memerlukan ketelitian yang sama untuk penyembuhan dan mencegah infeksi. Jika
tempat donor mengalami infeksi, maka balutan harus diangkat secara hati-hati
dan dibersihkan. Kemudian luka harus selalu dibersihkan dan digunakan obat
antibakteri. Bila tempat donor membai/sembuh maka losion lubrikasi dapat
digunakan untuk melunakan dan menghilangkan rasa gatal. Tempat donor tersebut
dapat digunakan kembali bila telah terjadi penyembuhan secara lengkap.
d)
Nutrisi
Mempertahankan intake nutrisi
yang adekuat selama fase akut sangatlah penting untuk meningkatkan penyembuhan
luka dan pencegahan infeksi. BMR (basal metabolik rate) mungkin 40-100% lebih
tinggi dari keadaan normal, tergantung pada luasnya luka bakar. Respon ini
diperkirakan berakibat pada hypotatamus dan adrenal yang menyebebkan
peningkatan produksi panas. Metabolik rate menurun bila luka telah ditutup.
Selain itu metabolisme glukosa berubah setelah mengalami luka bakar,
mengakibatkan hiperglikemia . Rendahnya kadar insulin selama fase emergent
menghambat aktifitas insulin dengan meningkatkan sirkuasi catecholamine, dan
meningkatkan glukoneogenesis selama fase akut yang semuanya mempunyai implikasi
terhadap terjadinya hiperglikemia pada klien luka bakar.
Dukungan nutrisi yang agresif
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat guna meningkatkan
penyembuhan dan mencegah efek katabolisme yang tidak diharapkan.
Formula yang digunakan untuk
menghitung kebutuhan energi, dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu berat badan,
jenis kelamin, usia, luasnya luka bakar dan aktifitas atau injuri. Formulasinya
adalah sebagai berikut:
(25 kkal x berat badan (kg) +
(40 kkal x % luka bakar) = kkal/hari.
Dukungan nutrisi yang agresif
umumnya diindikasikan untuk klien luka bakar dengan 30 % atau lebih, secara
klinis memerlukan tindakan operasi multiple, perlunya penggunaan ventilator
mekanik, status mental dan status nutrisi yang buruk pada saat belum mengalami
luka bakar. Adapun metode pemberian nutrisi dapat meliputi diet melalui oral,
enteral tube feeding, periperal parenteral nutrition, total parenteral nutrisi,
atau kombinasi.
e) Manajemen nyeri
Faktor fisiologis yang yang
dapat mempengaruhi nyeri meliputi kedalaman injuri, luasnya dan tahapan
penyembuhan luka. Untuk tipe luka bakar partial thickness dan pada tempat donor
akan terasa sangat nyeri akibat stimulasi pada ujung-ujung saraf. Berlawanan
halnya dengan luka bakar full thickness yang tidak mengalami rasa nyeri karena
ujung-ujung superficial telah rusak. namun demikian ujung-ujung saraf pada yang
terletak pada bagian tepi dari luka akan sangat sensitif. Faktor-faktor
psikologis yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri adalah
kecemasan, ketakutan dan kemampuan klien untuk menggunakan kopingnya. Sedangkan
faktor-faktor sosial meliputi pengalaman masa lalu tentang nyeri, kepribadian,
latar belakang keluarga, dan perpisahan dengan keluarga dan rumah. Dan perlu
diingat bahwa persepsi nyeri dan respon terhadap stimuli nyeri bersifat
individual oleh karena itu maka rencana penanganan perawatan dilakukan secara
individual juga.
Pendekatan yang lebih sering
digunakan untuk mengatasi rasa nyeri adalah dengan menggunakan zat-zat
farmakologik. Morphine, codein, meperidine adalah nanalgetik narkotik yang
sering digunakan untuk mengatasi nyeri yang berkaitan dengan LB dan treatmennya.
Obat-obat farmakologik lainnya yang dapat digunakan meliputi analgesik inhalasi
seperti nitrous oxide, dll. Obat antiinflamasi nonsteroid juga dianjurkan untuk
mengatasi nyeri ringan sampai sedang.
Sedangkan tindakan
Nonfarmakologik yang digunakan untuk mengatasi rasa nyeri yang berkaitan dengan
luka bakar meliputi hipnotis, guided imagery, terapi bermain, tehnik relaksasi,
distraksi, dan terapi musik. Tindakan ini efektif untuk menurunkan kecemasan
dan menurunkan persepsi terhadap rasa nyeri dan seringali digunakan bersamaan
dengan penggunaan obat-obat farmakologik.
f) Terapi fisik
Mempertahankan fungsi fisik
yang optimal pada klien dengan injuri LB merupakan tantangan bagi team yang
melakukan perawatan LB. Perawat harus bekerja secara teliti dengan
fisioterapist dan occupational terapist untuk mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan rehabilitasi klien LB. Program-program exercise, ambulasi,
aktifitas sehari-hari harus diimplementasikan secara dini pada pemulihan fase
acutsampai perbaikan fungsi secara maksimal dan perbaikan kosmetik.
Kontraktur luka dan pembentukan
scar (parut) merupakan dua masalah utama pada klien LB. Kontraktur akibat luka
dapat terjadi pada luka yang luas. Lokasi yang lebih mudah terjadinya
kontraktur adalah tangan, kepala, leher, dan axila.
Tindakan-tindakan yang
digunakan untuk mencegah dan menangani kontraktur meliputi terapi posisi, ROM
exercise, dan pendidikan pada klien dan keluarga.
1) Posisi Terapeutik
Tabel dibawah ini merupakan
daftar tehnik-tehnik posisi koreksi dan terapeutik untuk klien dengan LB yang
mengenai bagian tubuh tertentu selama periode tidak ada aktifitas (inactivity
periode) atau immobilisasi. Tehnik-tehnik posisi tersebut mempengaruhi bagian
tubuh tertentu dengan tepat untuk mengantisipasi terjadinya kontraktur atau
deformitas.
Tabel : Posisi terapeutik Pada Klien Luka Bakar
Lokasi LB
|
Posisi Terapeutik
|
Tehnik Posisi
|
Leher
Anterior
Keliling
Posterior/tdk simetris
Bahu/axila
Siku
Lengan
pergelangan tangan
metakarpal
sendi interpalangeal (MCP)
Sendi proximal dan distal
interpalangeal (PIP/DIP)
Ibu jari
ruang antar jari-jari
Paha
Lutut
Pergelangan kaki
|
Ekstensi
Netral ke ekstensi
Netral
Abduksi lengan 90-110 derajat
Ekstensi lengan
Ekstensi pergelangan tangan
MCP pleksi 90 derajat
Ekstensi PIP/DIP
Abduksi ibu jari
Abduksi jari-jari
Ekstensi paha
Ekstensi lutu
Netral
|
Tanpa bantal
Bantal kecil/gulungan sprei
kecil dibawah cervical untuk meningkatkan ekstensi leher.
Lakukan splinting
(dibelat/dibidai)
Hand splint
Hand splint
Hand splint
hand splint dengan abduksi
ibu jari
Supine dengan kepala datar
dengan tempat tidur dan kaki ekstensi
Posisi prone
Supine dengan lutut ekstensi
|
2) Exercise
Latihan ROM aktif dianjurkan
segera dalam pemulihan pada fase akut untuk mengurangi edema dan mempertahankan
kekuatan dan fungsi sendi. Disamping itu melakukan kegiatan/aktivitas
sehari-hari (ADL) sangat efektif dalam mempertahankan fungsi dan ROM. Ambulasi
dapat juga mempertahankan kekuatan dan ROM pada ekstremitas bawah dan harus
dimulai bila secara fisiologis klien telah stabil. ROM pasif termasuk bagian
dari rencana tindakan pada klien yang tidak mampu melakukan latihan ROM aktif.
3) Pembidaian (Splinting)
Splint digunakan untuk
mempertahankan posisi sendi dan mencegah atau memperbaiki kontraktur. Terdapat
dua tipe splint yang seringkali digunakan, yaitu statis dan dinamis. Statis
splint merupakan immobilisasi sendi. Dilakukan pada saat immobilisasi, selama
tidur, dan pada klien yang tidak kooperatif yang tidak dapat mempertahankan
posisi dengan baik. Berlainan halnya dengan dinamic splint. Dinamic splint
dapat melatih persendian yang terkena.
4) Pendidikan
Pendidikan pada klien dan
keluarga tentang posisi yang benar dan perlunya melakukan latihan secara
kontinue. Petunjuk tertulis tentang berbagai posisi yang benar, tentang
splinting/pembidaian dan latihan rutin dapat mempermudah proses belajar klien
dan dapat menjadi lebih kooperatif.
g. Mengatasi Bekas luka
Hipertropi bekas luka sebagai
akibat dari deposit kolagen pada luka bakar yang menyembuh. Beratnya hipertropi
scar tergantung pada beberapa faktor antara lain kedalaman LB, ras, usia, dan
tipe autograft. Metode nonoperasi untuk meminimalkan hipertropi scar adalah
dengan terapi tekanan (pressure therapy). Yaitu dengan menggunakan pembungkus
dan perban/pembalut elastik (elastic wraps and bandages). Sedangkan tindakan
pembedahan untuk mengatasi kontraktur dan hipertropi scar meliputi :
1) Split-thickness dan full-thickness skin graft
2) Skin flaps
3) Z-plasties
4) Tissue expansion.
3. Fase Rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah fase
pemulihan dan merupakan fase terakhir dari perawatan luka bakar. Penekanan dari
program rehabilitasi penderita luka bakar adalah untuk peningkatan kemandirian
melalui pencapaian perbaikan fungsi yang maksimal. Tindakan-tindakan untuk
meningkatkan penyembuhan luka, pencegahan atau meminimalkan deformitas dan
hipertropi scar, meningkatkan kekuatan dan fungsi dan memberikan support
emosional serta pendidikan merupakan bagian dari proses rehabilitasi. Perhatian
khusus aspek psikososial.
Rehabilitasi psikologis adalah
sama pentingnya dengan rehabilitasi fisik dalam keseluruhan proses pemulihan.
Banyak sekali respon psikologis dan emosional terhadap injuri luka bakar yang
dapat diidentifikasi, mulai dari “ketakutan sampai dengan psikosis”. Respon
penderita dipengaruhi oleh usia, kepribadian (personality), latar belakang
budaya dan etnic, luas dan lokasi injuri, dan akibatnya pada body image.
Disamping itu, berpisah dari keluarga dan teman-teman, perubahan pada peran
normal klien dan tanggungjawabnya mempengaruhi reaksi terhadap trauma LB. Fokus
perawatan adalah pada upaya memaksimalkan pemulihan psikososial klien melalui
intervensi yang tepat.
Terdapat 4 tahap respon
psikososial akibat trauma LB yang ditandai oleh Lee sebagai berikut: impact; retreat or withdrawal (kemunduran atau menarik diri); acknowledgement (menerima) dan reconstructive (membangun kembali).
a. Impact.
Periode impact terjadi segera setelah injuri yang ditandai oleh shock,
tidak percaya (disbelieve),
perasaan overwhelmed. Klien dan
keluarga mungkin menyadari apa yang terjadi tetapi kopingnya pada waktu itu
buruk. Pada penelitian yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa keluarga
dengan klien yang sakit kritis mempunyai kebutuhan untuk kepastian (assurance),
kebutuhan untuk dekat dengan anggota keluarga yang lain dan kebutuhan akan
informasi. Lebih spesifik lagi keluarga ingin mengetahui kapan anggota
keluarganya dapat ditangani, apa yang akan dilakukan terhadap klien/anggota
keluarganya, fakta-fakta tentang perkembangan/kemajuan klien, dan mengapa
tindakan/prosedur dilakukan terhadap klien.
b. Retreat or
withdrawal (kemunduran atau menarik diri)
Kemunduran (retreat) ditandai oleh represi,
menarik diri (withdrawal),
pengingkaran/penolakan (denial)
dan supresi.
c. Acknowledgement
(menerima)
Fase ketiga adalah menerima,
dimulai bila klien menerima injuri dan perubahan gambaran tubuh (body image). Selama fase ini klien
dapat mengambil manfaat dari pertemuanya dengan klien luka bakar lainnya, baik
dalam kontak perorangan maupun dengan kelompok.
d. Reconstructive
(membangun kembali)
Fase terakhir adalah fase
rekonstruksi, dimulai bila klien dan keluarga menerima keterbatasan yang ada
akibat injuri dan mulai membuat perencanaan masa datang.
2.8
Komplikasi Luka Bakar
a. Fase Akut: syok, gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit
b. Fase Subakut: infeksi dan sepsis
c. Fase Lanjut: parut hipertropik
Kematian
Mortalitas pada luka bakar disebabkan oleh:
a. Syok karena kehilangan cairan
b. Gagal jantung karena Myocardial Depressing
Factor
c. Sepsis
d.Gagal ginjal akut
e. Komplikasi lain seperti pneumonia
Asuhan
Keperawatan Pada Luka Bakar
3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah
awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data baik data
subyektif maupun data obyektif. Data subyektif diperoleh berdasarkan hasil
wawancara baik dengan klien ataupun orang lain, sedangkan data obyektif
diperoleh berdasarkan hasil observasi dan pemeriksaan fisik.
1.
Aktivitas istirahat
Tanda :
a. Penurunan
kekuatan, tahann
b. Keterbatasan
rentang gerak
c. Gangguan
massa otot, perubahan
2.
Sirkulasi
Tanda : (dgn cedar luka bakar dari 20%
APTT)
a. Hipotensi
(syok)
b. Penurunan
nadi perifer distal pada yang cedera; vasokonstriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik)
c. Takikardia
(syok/ ansietas/ nyeri)
d. Disritmia
(syok listrik)
e. Pembentukan
edema jaringan (semua luka bakar)
3.
Integritas ego
Gejala : masalah tentang keluarga
Tanda
: ansietas, menangis, ketergantungan,
menyangkal, menarik diri, marah
4.
Makanan/ cairan
Tanda :
a. Edema
jaringan umum
b. Anoreksia,
mual/ muntah
5.
Eliminasi
Tanda
:
a. Haluran
urine menurun/ tak ada selam fase darurat. Warna mungkin hitam kemerahan bila
terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam.
b. Dieresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalm sirkulasi)
c. Penurunan
bising usus/ tak ada, khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%
sebagai stress penurunan motilitas/ peristaltik
6.
Neurosensori
Gejala : area kebas, kesemutan
Tanda :
a. Perubahan
orientasi, afek, perilaku.
b. Penurunan
reflex tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas
c. Aktivitas
kejang (syok listrik)
d. Laserasi
corneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik)
e. Rupture
membrane timpanik (syok listrik)
f. Paralisi
(cedera listrik pada aliran saraf)
7.
Nyeri/ kenyamanan
Gejala : berbagai nyeri, contoh luka
bakar derajat pertaama secara ekstrem sensitive untuk disentuh, ditekan,
gerakan udara, dan perubahan suhu; luka bakar ketebakan sedang derajat kedua
sangat nyeri, sementara respons pada luka bakar ketebalan derajat kedua
tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri
8.
Pernapasan
Gejala : terkurung dalam ruang tertutup,
trerpajan lama (kemungkinan cedera)
Tanda
a.
Terkurung dalam ruang
tertutup, terpajan lama (kemungkinan cedar inhalasi)
b.
Serak, batuk mengi,
partikel karbon dalam sputum, ketidak mampuan menelan sekresi oral, dan
sianosi, indikasi cedar inhalasi
c.
Pengembangn toraks
mungkin terbatas pada adanya luka bakar
lingkar dada.
d.
Jaln napas atas
stridor/ mengi (obstruksi sehubungan denagan laringospasme, edema laryngeal)
e.
Bunyi napas : gemericik
edema paru, stridor (edema meningkat, secret jalan napas dalm (ronki)
9.
Keamanan
Tanda :
a. Kulit
: umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses thrombus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/
lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah
jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/ status syok
b. Cedera
Api: terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan variase intensitas
panas yang dihasilakan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan
mulut kering, merah; lepuh pada faring posterior; edema lingkar mulut dan/ atau
lingkar nasal
c. Cedera
kima: tampak lika bervariasi sesuai agen pentebab.
Kulit mungkin ncoklat kekuningan dengan
tekstur seperti kulit samak halus; lepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut
tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dann
kerusakan jarinngan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera
d. Cedera
listrik: cedera kutaneus ekstrenal
biasanya lebih sedikit dari bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapt
meliputi luka aliran masuk keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran
pada proksimal tubuh tertutup, dan luka bakar teramal sehubunga dengan pakaian
terbakar.
Adanya fraktur/ dislokasi (jatuh,
kecelakaan sepeda motor; kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik)
3.2 Pemeriksaan Penunjang
- Sel darah merah (RBC): dapat terjadi penurunan sel
darah merah (Red Blood Cell) karena kerusakan sel darah merah pada saat
injuri dan juga disebabkan oleh menurunnya produksi sel darah merah karena
depresi sumsum tulang.
- Sel darah putih (WBC): dapat terjadi leukositosis
(peningkatan sel darah putih/White Blood Cell) sebagai respon inflamasi
terhadap injuri.
- Gas darah arteri (ABG): hal yang penting pula
diketahui adalah nilai gas darah arteri terutama jika terjadi injuri
inhalasi. Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2.
- Karboksihemoglobin (COHbg) :kadar COHbg
(karboksihemoglobin) dapat meningkat lebih dari 15 % yang mengindikasikan
keracunan karbon monoksida.
- Serum elektrolit :
1) Potasium pada permulaan akan
meningkat karena injuri jaringan atau kerusakan sel darah merah dan menurunnya
fungsi renal; hipokalemiadapat terjadi ketika diuresis dimulai; magnesium
mungkin mengalami penurunan.
2) Sodium pada tahap permulaan
menurun seiring dengan kehilangan air dari tubuh; selanjutnya dapat terjadi
hipernatremia.
- Sodium urine :jika lebih besar dari 20 mEq/L
mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan, sedangkan jika kurang dari 10
mEq/L menunjukan tidak adekuatnya resusitasi cairan.
- Alkaline pospatase : meningkat akibat berpindahnya
cairan interstitial/kerusakan pompa sodium.
- Glukosa serum : meningkat sebagai refleksi respon
terhadap stres.
- BUN/Creatinin : meningkat yang merefleksikan
menurunnya perfusi/fungsi renal, namun demikian creatinin mungkin
meningkat karena injuri jaringan.
- Urin : adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin
mengindikasikan kerusakan jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran
protein. Warna urine merah kehitaman menunjukan adanya mioglobin
- Rontgen dada: Untuk mengetahui gambaran paru
terutama pada injuri inhalasi.
- Bronhoskopi: untuk mendiagnosa luasnya injuri
inhalasi. Mungkin dapat ditemukan adanya edema, perdarahan dan atau
ulserasi pada saluran nafas bagian atas
- ECG: untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung
pada luka bakar karena elektrik.
- Foto Luka: sebagai dokumentasi untuk membandingkan
perkembangan penyembuhan luka bakar.
3.3
Diagnosa
Keperawatan
1. Defisit volume cairan b.d. peningkatan permeabilitas
kapiler dan perpindahan cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. edema trahea,
menurunnya fungsi ciliar paru akibat injuri inhalasi
3. Perubahan perfusi jaringan perifer b.d. konstriksi akibat
luka bakar
2. Resiko tinggi terjadinya infeksi b.d. hilangnya
pertahanan kulit, ganggu-an respon imune, adanya pemasangan kateter (indweling
urinary cateter dan intravenous cateter), dan prosedur invasif (pengambilan
sampel darah baik arteri maupun vena dan bronchoscopy)
.
3. Nyeri b.d. injury luka bakar, stimulasi ujung-ujung
saraf, treatmen dan kecemasan.
4. Gangguan mobilitas fisik b.d. edema, nyeri, balutan,
prosedur pembedahan, dan kontraktur luka.
3.4 Interverensi
1. Defisit volume cairan b.d. peningkatan permeabilitas
kapiler dan perpindahan
cairan dari ruang intravaskuler
ke ruang interstitial.
a. Tujuan dan Kriteria hasil :
Klien akan memperlihatkan perbaikan keseimbangan cairan,
yang ditandai oleh :
1) Tidak kehausan
2) Mukosa mulut/bibir lembab
3) Output urine : 30-50 cc/jam
4) Sensori baik
b.
Interverensi
1)
Kaji terjadinya
hipovolemia tiap 1 jam selama 36 jam
2)
Ukur/timbang berat
badan setiap hari.
3)
Monitor dan
doku-mentasikan intake dan output setiap jam
4)
Berikan replacement
cairan dan elektrolit melalui intra vena sesuai program.
5)
Monitor serum
elektrolit dan hematokrit.
c.
Rasional
1)
Perpindahan cairan
dapat menyebabkan hipovolemia
2)
Berat badan
merupakan indek yg akurat keseimbangan cairan.
3)
Output urine
merupakan pengukuran yg efektif terhadap keberhasilan resusitasi cairan.
4)
Cairan intravena
dipergunakan un tuk memperbaiki volume cairan.
5)
Hiperkalemia dan
peningkatan hematokrit merupakan hal yang sering terjadi.
2.
Bersihan jalan
nafas tidak efektif b.d. edema trahea, menurunnya fungsi ciliar paru akibat
injuri inhalasi
a.
Tujuan dan Kriteria
hasil
Bersihan jalan nafas klien akan
efektif, yang ditandai oleh:
1)
Suara nafas bersih
2)
Sekresi pulmoner bersih
sampai putih
3)
Monbilisasi sekreai
pulmoner efektif
4)
Respirasi tanpa
upaya
5)
Respirasi
rate:16-24 kali/mnt
6)
Tidak ada ronchi,
whezing, stridor
7)
Tidak ada dispnea
8)
Tidak ada sianosis.
b.
Interverensi
1)
Ajarkan klien untuk
batuk dan ber-nafas dalam setiap 1-2 jam selama 24 jam, kemudian se-tiap 2-4
jam, saat terjaga.
2)
Letakan peralatan
suction oral dalam jangkaun klien un-tuk digunakan sendiri oleh klien.
3)
Lakukan
endotracheal suction jika diperlukan, dan monitor serta doku-mentasikan
karak-teristik sputumnya.
c.
Rasional
1) Mempermudah dalam membersihkan saluran nafas bagian atas.
2) Mendorong klien untuk membersihkan sendiri sekresi oral
dan sputum.
3) Menghilangkan sekresi dari saluran nafas bagian atas.
Warna, konsistensi, bau dan banyaknya dapat mengindikasikan adanya infeksi.
3.
Perubahan perfusi
jaringan perifer b.d. konstriksi akibat luka bakar.
a.
Tujuan dan Kriteria
hasil
Perfusi perifer klien akan
menjadi adekuat, yang ditandai oleh:
1) Denyut nadai dapat diraba melalui palpasi/Dopler
2) Capilari refill pada kulit yang tidak terbakar
3) Tidak ada kebal
4) Tidak terjadi peningkatan rasa nyeri pada waktu melakukan
latihan ROM
b.
Interverensi
1) Lepaskan semua perhiasan & pakaian yg kencang/ sempit
2) Batasi penggunaan cuff tekanan darah yang dapat menyebabkan
konstriksi pada ekstremitas.
3) Monitor denyut arteri melalui palpasi atau dengan Dopler
setiap jam selama 27 jam.
4) Kaji Capilary refill pada kulit yang tak terbakar pada
bagian ekstremitas yg terkena.
c.
Rasional
1) Dapat membahayakan sirkulasi sebagai akibat terjadinya
edema.
2) Dapat menurunkan aliran arteri dan venous return.
3) Menurunkan/ menghilangkan hipoksemia
4) Capilary refil menjadi memanjang & gangguan
sirkulasi.
4.
Resiko tinggi
terjadinya infeksi b.d. hilangnya pertahanan kulit, ganggu-an respon imune,
adanya pemasangan kateter (indweling urinary cateter dan intravenous cateter),
dan prosedur invasif (pengambilan sampel darah baik arteri maupun vena dan
bronchoscopy) .
a.
Tujuan dan Kriteria
hasil
Klien
tak akan mengalami invasi mikroba pada luka, yg ditandai oleh :
1) Hasil kultur luka
2) Suhu : 36-37°C.
3) Tidak ada pembengkakan, kemerahan, atau sekret purulen
pada tempat-tempatm
penusukan (kateter, vena)
4) Kultur darah, urine dan sputum negatif.
b.
Interverensi
1)
Berikan propilaksis
tetanus jika perlu.
2)
Pertahankan tehnik untuk
mengontrol infeksi
3)
Instruksikan
keluarga atau lainya tentang tindakan-tindakan mengontrol infeksi.
4)
Lakukan cuci tangan
dengan baik
5)
Kaji tanda-tanda
klinik infeksi: perubahan warna luka atau drainage, bau, penyembuhan yang lama;
nyeri kepala, menggigil, anoreksia, mual; perubahan tanda-tanda vital;
hiperglikemia dan glikosuria; paralitic ileus, bingung, gelisah, halusinasi.
6)
Sebelum diberikan
obat topikal ulang, cuci dan bersihkan luka lebih dahulu.
7)
Buang jaringan yg
telah mati.
8)
Potong rambut badan
di sekitar tepian luka (kecuali bulu dan alis mata)
c.
Rasional
1)
Lingkungan eschar
yang anaerobic memungkinkan pertumbuhan organisme penyebab tetanus.
2)
Mencegah
kontaminasi silang
3)
Meningkatkan
kesadaran/kepatuhan.
4)
Menurunkan insiden
kontaminasi silang
5)
Luka terbuka dan
klien imunokompromi sehingga infeksi luka baik lokal maupun sistemik adalah
suatu resiko.
6)
Untuk membuang
kotoran.
7)
Jaringan tersebut
medium yg baik bagi pertumbuhan bakteri
8)
Rambut dapat
terkontaminasi & menganggu menempelnya krim.
5.
Nyeri b.d. injury
luka bakar, stimulasi ujung-ujung saraf, treatmen dan kecemasan.
a.
Tujuan dan Kriteria
hasil
Klien akan lebih nyaman
ditandai oleh:
1)
Menyatakan rasa
nyeri/tak nyaman berkurang.
2)
Klien dapat
menge-nali faktor-faktor yg mempengaruhi nyeri
b.
Interverensi
1)
Kaji respon klien
terhadap nyeri saat perawatan luka dan saat istirahat.
2)
Berikan obat
penghilang nyeri:
a) 45 menit sebe-lumnya jika me-lalui mulut.
b) 30 menit sebelumnya jika melalui intra muskular
c) 5-10 menit sebelumnya jika melalui intravena
3) Jangan diberikan melalui intramuskular pada klien dengan
luka bakar berat fase emergent
4) Ajarkan tehnik re-laksasi , terapi mu-sik, guided
imagery, distraksi dan hypnosis
5) Jelaskan semua prosedur pada klien & sediakan waktu
utk persiapan.
6) Bicaralah dengan klien ketika melakukan perawatan dan
melakukan prosedur.
7) Kaji kemungkinan kebutuhan untuk pemberian anxiolitik
8) Catat respon klien terhadap medikasi dan pengobatan
nonfarmakologi
c.
Rasional
1) Sebagai data dasar
2) Waktu yang adekuat bagi onset analgetik.
3) Injeksi i.m. tidak dianjurkan karena keterbatasan
sirkulasi meng-ganggu
absorpsi
4) Merupakan analgetik nonfarmakologik
5) Untuk menurunkan kecemasan
6) Meningkatkan rasa percaya klien
7) Kecemasan menurunkan ambang nyeri.
8) Menilai efektivitas intervensi.
6.
Gangguan mobilitas
fisik b.d. edema, nyeri, balutan, prosedur pembedahan, dan kontraktur luka.
a.
Tujuan dan Kriteria
hasil
Klien akan mengalami peningkatan mobilits fisik ditandai
dengan kembali secara maksimal melakukan aktivitas sehari-hari dengan kecacatan
dan gangguan figur yang minimal.
b.
Intervensi
1)
Kaji ROM dan
kekuatan otot pada area luka yg mungkin mengalami kontraktur setiap hari atau
jika diperlukan.
2)
Pertahankan area
luka dalam posisi fungsi fisiologis.
3)
Jelaskan alasan
perlunya aktivitas dan pengaturan posisi klien dan keluarga.
c.
Rasional
1)
Sebagai data dasar
2)
Mencegah/menurunkan
terjadinya kontraktur.
3)
Meningkatkan
kepatuhan
MATERI KULIAH
https://drive.google.com/file/d/1H2TGluiQKfovw0zKWvgU0ZfSimX2gicG/view?usp=sharing
MATERI KULIAH
https://drive.google.com/file/d/1H2TGluiQKfovw0zKWvgU0ZfSimX2gicG/view?usp=sharing
Terima kasih bu, atas ilmu yang telah ibu berikan ๐
BalasHapusterima kasih bu mer, ilmu yang bermanfaat
BalasHapusTerimakasih Bu Mer, sudah berbagi ilmu yang bermanfaat..
BalasHapusterima kasih bu mer atas ilmu yang telah ibu berikan
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTerimakasih bu merina :)
BalasHapusTerimakasih atas materinya Bu Mer
BalasHapusTerima kasih bu merina sudah memberikan ilmu yang bermanfaat ๐
BalasHapusTerima kasih bu merina ๐
BalasHapus