Langsung ke konten utama

TUR Sindrom

TUR syndrom adalah suatu komplikasi yang paling sering dan paling menakutkan dalam pembedahan urologi endoskopik. Di tangan para ahli yang berpengalamanpun, Sindroma TUR dapat terjadi pada 2% kasus dengan mortalitas yang masih tinggi. Sampai sekarang Sindrom TUR merupakan suatu komplikasi yang sangat menakutkan baik untuk para urolog yang melakukan operasi maupun para anestesiolog yang seharusnya melakukan diagnosa sindrom ini dan melakukan intervensi untuk mencegah kematian.
Pembedahan prostat transuretral (TURP) masih merupakan salah satu terapi standar dari Hipertropi Prostat Benigna (BPH) yang menimbulkan obstruksi uretra. Operasi ini sudah dikerjakan mulai beberapa puluh tahun yang lalu di luar negeri dan berkembang terus dengan makin majunya peralatan yang dipakai. Tapi di Indonesia khususnya di Mataram TURP ini relatif baru. Terapi ini makin populer karena trauma operasi pada TURP jauh lebih rendah dibandingkan dengan prostatektomi secara terbuka.
Dalam TURP dilakukan reseksi jaringan prostat dengan menggunakan kauter yang dilakukan secara visual. Dalam TURP dilakukan irigasi untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan dan untuk menjaga visualisasi yang bisa terhalang karena perdarahan. Karena seringnya tindakan ini dilakuan maka komplikasi tindakan serta pencegahan komplikasi makin banyak diketahui. Salah satu komplikasi yang penting dari TURP adalah intoksikasi air dan hiponatremi dilusional yang disebut Sindroma TUR yang bisa berakhir dengan kematian.

 Definisi
Sindroma TUR adalah suatu keadaan klinik yang ditandai dengan kumpulan gejala akibat gangguan neurologik, kardiovaskuler, dan elektrolit yang disebabkan oleh diserapnya cairan irigasi melalui vena-vena prostat atau cabangnya pada kapsul prostat yang terjadi selama operasi. Hiponatremia, hipovolemia, dan kadang hiperamonemia mungkin terjadi (Eaton, 2003)
Benign Prostatic Hypertrophy ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat, meliputi antara lain: jaringan kelenjar dan jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika. Trans Urethral Resection of the Prostat ( TUR-P ) adalah pengangkatan jaringan prostat obstruksi dari lobus medial sekitar uretra dengan menggunakan sistoskopi/resektoskop yang dimasukkan melalui uretra. Indikasi TUR-P ialah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi.
Komplikasi TUR-P jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremi TUR-P, atau retensi oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktur uretra, ejakulasi retrograd (50-90 % ) atau impotensi (4-40%) . Sindroma TUR-P ditandai dengan klien mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan dapat terjadi bradikardi. Jika tidak segera diatasi, klien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam koma dan meninggal.
Setelah TUR-P, dipasang kateter ( no 24 Fr ) foley tiga saluran yang dilengkapi balon 30 ml. Setelah balon kateter dikembangkan, kateter ditarik kebawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat. Boleh dibuat traksi pada kateter foley untuk meningkatkan tekanan pada daerah operasi sehingga dapat mengendalikan perdarahan. Fungsi kateter yang lain adalah untuk irigasi. Dengan irigasi yang konstan dapat membebaskan kandung kemih dari bekuan darah yang dapat menyumbat aliran urine. Irigasi kandung kemih dihentikan setelah 2 jam bila tidak keluar lagi bekuan darah dari kandung kemih. Kateter biasanya diangkat 3-5 hari setelah operasi. Penyulit yang terjadi pada TUR-P dibagi menjadi beberapa tahap, sebagai berikut:
  1. selama operasi: perdarahan, sindroma TURP, dan perforasi
  2. pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik, retensio urine, inkontinensia urine
  3. Pasca bedah lanjut : inkontinensia , disfungsi ereksi , ejakulasi retrograd, striktur uretra, stenosa leher buli-buli, osteitis pubis, prostat kambuh.

Anatomi fisiologi
1)        Buli-buli
   Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas tiga lapis otot destrusor yang saling beranyaman. Disebelah dalam adalah otot sirkuler, ditengah merupakan otot longitudinal, dan paling luar merupakan otot sirkuler. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel transisional. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli.

   Secara anatomi bentuk buli-buli terdiri atas tiga permukaan , yaitu: permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritonium, dua permukaan inferior lateral, dan permukaan posterior. Pemukaan superior adalah merupakan lobus minoris ( daerah terlemah ) dinding buli-buli.

   Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi ( berkemih ). Dalam menampung urine, buli-buli mempunyai kapasitas maksimal yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300-450 ml, sedangkan kapasitas buli-buli pada anak –anak menurut formula Koff adalah :  Kapasitas buli-buli = { umur (tahun ) + 2 } x 30 ml
   Pada saat kosong buli-buli terletak dibelakang simpisis pubis dan pada saat penuh berada diatas simpisis sehingga dapat dipalpasi dan di perkusi.
Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pad syaraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi di medula spinalis segmen sakral S 2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot destruso, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi spingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.

2)      Uretra
   Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra ini diperlengkapi dengan spingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dinding terdiri atas otot polos yang disyarafi oleh sistem otonomik dan spingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior, dinding terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keingian. Panjang uretra dewasa
± 23-25 cm
Secara anatomis uetra terdiri dari dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh spingter uretra eksternal.
   Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan disebelah kranial dan kaudal dari verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vasdeferen yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kanan dan kiri verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara didalam duktus prostatiks yang tersebar di uretra prostatika.
   Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas: 1. Pars bulbosa, 2. Pars pendularis, 3. Fossa navikulare, dan 4. Meatus uretra eksterna. Didalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada didalam diafragma urogenitalis bermuara diuretra pars bulbosa, serta kelenjar Littre yaitu kelenjar para uretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.

3)      Kelenjar prostat
   Prostat adalah suatu organ yang terdiri dari komponen kelenjar, stroma dan muskular. Kelenjar ini mulai tumbuh pada kehamilan umur 12 minggu karena pengaruh dari horman androgen yang berasal dari testis janin. Prostat merupakan derivat dari jaringan embrional sinus urogenital. Kelenjar prostat bentuknya seperti konnus terbalik yang terjepit ( kemiri ).
Letak kelenjar prostat disebelah inferior buli-bulu, didepan rektum dan membungkus uretra posterior. Ukuran rata-rata prostat pada pria dewasa 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram.
   Pada tahun 1972 Mc. NEAL, mengemukakan konsep tantang zona anatomi dari prostat. Menurut Mc. NEAL, komponen kelenjar dari prostat sebagian besar terletak/membentuk zona perifer. Zona perifer ini ditambah dengan zona sentral yang terkecil merupakan 95 % dari komponen kelenjar. Komponen kelenjar yang lain ( 5% ) membentuk zona transisi. Zona transisi ini terletak tepat di luar uretra di daerah verumontanum. Proses hiperplasia dimulai di zona transisi ini. Sebagian besar proses keganasan (60-70 % ) bermula di zona perifer, sebagian lagi dapat tumbuh di zona transisi dan zona sentral.
   Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan 25 % dari volume ejakulat. Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih


Etiologi
   Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesa menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron ( DHT ) dan proses aging ( menjadi tua ).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah:
a. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
b. Peranan dari growth factor ( faktor pertumbuhan ) sebagai pemacu pertumbuhan stroma    kelenjar prostat.
c. Meningkatnya sel mati karena berkurangnya sel yang hidup
d. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan se epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.


Tanda dan gejala          
1)      Lemah
2)      Pusing dan sakit kepala
3)      Rasa tertekan di dada dan tenggorokan
4)      Napas pendek
5)      Gelisah dan binggung
6)      Hipotensi
7)      Takikardia
8)      Mual dan muntah
9)      Kolaps
10)  Spasme otot dan nyeri perut
11)  Kejang
12)  Tekanan sistolik dan diastolik meningkat, nadi menurun
Tekanan sistolik dan diastolik meningkat, nadi menurun. Bila penderita tidak segera di terapi maka penderita menjadi sianotik, hipotensif dan dapat terjadi cardiac arrest. Beberapa pasien dapat menunjukkan gejala neurologis. Mula-mula mengalami letargi dan kemudian tidak sadar, pupil mengalami dilatasi. Dapat terjadi kejang tonik klonik dan dapat berakhir dengan koma.
Bila pasien mengalami anestesi umum, maka diagnosa dari sindrom TURP menjadi sulit dan sering terlambat. Salah satu tanda sindromTURP jika klien sedang mendapatkan anestesi adalah kenaikan dan penurunan tekanan darah yang tidak dapat diterangkan sebabnya. Perubahan ECG dapat berupa irama nodal, perubahan segmen ST, munculnya gelombang U, dan komplek QRS yang melebar. Pada pasien yang mengalami sindrom TURP, pulihnya kembali kesadaran karena anestesi dan khasiat muscle relaxant dapat terlambat.


Faktor Resiko

Marrero menunjukkan frekuensi Sindrom TUR meningkat bila:

  1. Prostat yang ukurannya lebih dari 45 gr

  1. Operasi yang berlangsung lebih dari 90 menit

  1. Pasien yang mengalami hiponatremi relative

  1. Cairan irigasi 30 liter atau lebih

Oleh karena itu TURP hanya boleh dilakukan kalau ahli bedah yakin bahwa operasi pasti dapat diselesaikan tidak lebih dari 90 menit. Tetapi menurut penelitian ternyata Sindroma TUR dapat terjadi pada operasi yang berlangsung 30 menit

Sebaliknya risiko Sindrom TUR akan menurun bila:

  1. Dipakai cairan irigasi yang tidak menimbulkan hemolisis (isotonik)

  1. Tekanan cairan irigasi yang masuk (in flow) dijaga serendah mungkin              
Patogenesis
Sejumlah besar cairan dapat diserap selama operasi terutama bila sinus vena terbuka secara dini atau bila operasi berlangsung lama. Rata-rata diperkirakan terjadi penyerapan 20cc cairan permenit atau kira-kira 1000-1200cc pada 1 jam pertama operasi, sepertiga bagian di antaranya diserap langsung ke dalam sistem vena. Dan hal ini akan menimbulkan hiponatremia dilusional.









Gambar 1. Proses TURP

Faktor utama yang menyebabkan timbulnya sindroma TURP adalah circulatory overload, keracunan air, dan hiponatremia.

1. Circulatory overload

Penyerapan cairan irigasi praktis terjadi pada semua operasi TURP dan hal ini terjadi melalui jaringan vena pada prostat. Menurut penelitian, dalam 1 jam pertama dari operasi terjadi penyerapan sekitar 1 liter cairan irigasi yang setara dengan penurunan akut kadar Na sebesar 5-8 mmol/liter. Penyerapan air di atas 1 liter menimbulkan risiko timbulnya gejala sindrom TUR. Penyerapan air rata-rata selama TUR adalah 20 ml/menit. Dengan adanya circulatory overload, volume darah meningkat, tekanan darah sistolik dan diastolik menurun dan dapat terjadi payah jantung. Cairan yang diserap akan menyebabkan pengenceran kadar protein serum, menurunnya tekanan osmotik darah. Pada saat yang sama, terjadi peningkatan tekanan darah dan cairan di dorong dari pembuluh darah ke dalam jaringan interstitial dan menyebabkan udema paru dan cerebri. Di samping absorbsi cairan irigasi ke dalam peredaran darah sejumlah besar cairan dapat terkumpul di jaringan interstitial periprostat dan rongga peritoneal. Setiap 100 cc cairan yang masuk ke dalam cairan interstitial akan membawa 10-15 ml eq Na. Lamanya pembedahan berhubungan dengan jumlah cairan yang diserap. Morbiditas dan mortalitas terbukti tinggi bila pembedahan berlangsung lebih dari 90 menit. Penyerapan cairan intravaskuler berhubungan dengan besarnya prostat sedang penyerapan cairan interstitial tergantung dengan integritas kapsul prostat. Circulatory overload sering terjadi bila prostat lebih dari 45 gram. Faktor penting yang berhubungan dengan kecepatan penyerapan cairan adalah tekanan hidrostatik dalam jaringan prostat. Tekanan ini berhubungan dengan tingginya tekanan cairan irigasi dan tekanan dalam kandung kencing selama pembedahan. Tinggi dari cairan irigasi adalah 60 cm yang dapat memberikan kecepatan 300 cc cairan permenit dengan visualisasi yang baik .

  1. Keracunan air
Beberapa pasien dengan sindrom TUR menunjukkan gejala dari keracunan air karena meningkatnya kadar air dalam otak. Penderita menjadi somnolen, inkoheren dan gelisah. Dapat terjadi kejang-kejang dan koma, dan posisi desereberate. Dapat terjadi klonus dan refleks babinsky yang postif. Terjadi papil udem dan midriasis. Gejala keracunan air terjadi bila kadar Na 15-20 meq/liter di bawah kadar normal.

3. Hiponatremia

Na sangat penting untuk fungsi sel jantung dan otak. Beberapa mekanisme terjadinya hiponatremia pada pasien TUR adalah:

a.       Pengenceran Na karena penyerapan cairan irigasi yang besar.

b.      Kehilangan Na dari daerah reseksi prostat ke dalam cairan irigasi.

c.       Kehilangan Na ke dalam kantong-kantong cairan irigasi di daerah periprostat dan rongga peritoneal.

Gejala hiponatremia adalah gelisah, bingung, inkoheren, koma, dan kejang-kejang. Bila kadar Na di bawah 120 meq/liter, terjadi hipotensi dan penurunan kontraktilitas otot jantung. BIla kadar Na di bawah 115 meq/liter, terjadi bradikardi dan kompleks QRS yang melebar, gelombang ektopik ventrikuler dan gelombang T yang terbalik. Di bawah 100 meq/liter terjadi kejang-kejang, koma, gagal napas, takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, dan cardiac arrest.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala adalah :
a)      Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran awal dan menetap dari BPH.
b)      Hesistancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
c)      Intermittency terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sanpai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urine yang banyak dalam buli-buli.
d)     Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
e)      Frekuensi terutama terjadi pada malam hari ( nokturia ) karena hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus spingter dan uretra berkurang selama tidur.
f)       Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.
Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit, urine keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai compliance maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan spingter.

Pemeriksaan Diagnostik
1.      Inspeksi buli-buli: ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra pubik (buli-buli penuh / kosong )
Palpasi buli-buli: Tekanan didaerah supra pubik menimbulkan rangsangan ingin kencing bila buli-buli berisi atau penuh.Terasa massa yang kontraktil dan “Ballottement”.
Perkusi: Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara redup.
2.      Colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur harus di perhatikan konsistensi prostat (pada pembesaran prostat jinak konsistensinya kenyal), adakah asimetris adakah nodul pada prostat , apa batas atas dapat diraba .
Dengan colok dubur besarnya prostat dibedakan :
a.       Grade 1 : Perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram.
b.      Grade 2 : Perkiraan beratnya antara 20-40 gram.
c.       Grade 3 : Perkiraan beratnya lebih dari 40 gram.
3.      Laboratorium
a.       Darah lengkap sebagai data dasar keadaan umum penderita .
b.      Gula darah dimak sudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetus militus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli nerogen).
c.       Faal ginjal (BUN, kreatinin serum) diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas .
d.      Analisis urine diperiksa untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi atau inflamasi pada saluran kemih .
e.       Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebadkan infeksi dan sekligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.
  1. Flowmetri :
    Flowmetri adalah alat kusus untuk mengukur pancaran urin dengan satuan ml/detik. Penderita dengan sindroma protalisme perlu di periksa dengan flowmetri sebelum dan sesudah terapi.
    Penilaian :
    Fmak <10ml/detik --------obstruktif Fmak 10-15 ml/detik-----borderline Fmak >15 ml/detik-------nonobstruktif
  2. Radiologi.
1)      Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat dan kadang kadang dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.
2)      Pielografi intra vena, dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis, dan hidroureter, fish hook appearance ( gambaran ureter berkelok kelok di vesikula ) inclentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu urine atau filling defect divesikula.
3)      Ultrasonografi (USG), dapat dilakukan secara transabdominal atau trasrektal (trasrektal ultrasonografi = TRUS) Selain untuk mengetahui pembesaran prostat < pemeriksaan USG dapatpula menentukan volume buli-buli, meng ukur sisa urine dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu .Dengan TRUS dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan USG suprapubik.
4)      Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan cystoscop. Pemeriksaan ini untuk memberi gambaran kemungkinan tumor dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen didalam vesika. Selain itu dapat juga memberi keterangan mengenahi besarprostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjalan prostat kedalam uretra.
  1. Kateterisasi: Mengukur “rest urine “ Yaitu mengukur jumlah sisa urine setelah miksi spontan dengan cara kateterisasi . Sisa urine lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hipertropi prostat. Pada klien BPH dengan TUR-P akan timbul beberapa masalah, dengan gejala yang telah diuraikan pada sub bab patofisiologi . Masalah ini dapat berdampak pada pola pola fungsi kesehatan klien.Dimana klien sebagai mahluk bio, psiko, sosial, spiritual. Dampak masalah yang muncul dapat dibagi menjadi 2 yaitu dampak masalah pre operasi dan post operasi TUR-P. Dampak masalah pre oprasi TUR-P adalah :
a.       Pola eliminasi . Tanda tanda dan gejala yang berhubungan dengan BPH akibat pembesaran prostat yang berdampak pada penyumbatan parsial atau sepenuhnya pada saluran kemih bagian bawah. Keluhan klien antaralain adalah nokturia, frekuensi, hesistency, disuria, inkontinensia dan rasa tidak lampias sehabis miksi . Dapat pula muncul hernia inguinalis dan hemoroid .
b.      Pola persepsi dan konsepsi diri. Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul kecemasan. Ketidak pastian tentang prosedur pembedahan, nyeri setelah operasi, insisi dan immobilisasi dapat menimbulkan rasa cemas. Klien juga cemas akan ada perubahan pada dirinya setelah operasi.
c.       Pola tidur dan istirahat. Tanda dan gejala BPH antaralain nokturi dan frekuensi . Bila keluhan ini muncul pada klien maka tidur klien akan terganggu. Hal ini terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap pada setiap miksi sehingga interfal antara miksi lebih pendek. Akibatnya klien akan sering terbangun pada malam hari untuk miksi dan waktu tidur akan berkurang.
Dampak masalah post operasi TUR-P adalah:
a.       Pola eliminasi Klien post operasi TUR-P dapat mengalami perubahan eliminasi. Hal ini terjadi bila terdapat bekuan darah yang menyumbat kateter, edema dan prosedur pembedahan . Perdarahan dapat terjadi pada klien post operasi TUR-P karena fiksasi dari traksi yang kurang tepat. Infeksi karena pemasangan kateter yang kurang tepat atauperawatan kateter kurangatau tidak aseptik dapat juga terjadi.
b.      Pola tidur dan istirahat Pada klien post TUR-P dapat mengalami gangguan tidur karena klien merasakan nyeri pada luka operasi atau spasme dari kandung kemih. Karena gangguan ini maka lama/ waktu tidur klien berkurang.
c.       Pola aktifitas. Klien post TUR-P aktifitasnya akan berkurang dari aktifitas biasa. Klien cenderung mengurangi aktifitas karena nyeri yang dirasakan akibat dari TUR-P nya. Klien akan banyak memilih di tempat tidur dari pada beraktifitas pada hari pertama dan hari yang kedua post TUR-P Sedangkan kebutuhan klien dibantu.
d.      Pola reproduksi dan seksual. Klien post TUR-P dapat mengalami disfungsi seksual. Hal ini di sebabkan karena situasi krisis ( inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter ). Dengan terjadinya disfungsi seksual maka dapat terjadi ancaman terhadap konsep diri karena perubahan status kesehatan.
e.       Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat. Perubahan penatalaksanaan dan pemeliharaan kesehatan dirumah dapat menimbulkan masalah dalam perawatan diri selanjutnya. Sehingga klien perlu informasi tentang perawatan selanjutnya khususnya saat dirumah supaya tidak terjadi perdarahan atau tanda tanda infeksi.

Komplikasi
  1. Sianotik
  1. Hipotensi
  1. Cardiac arrest
Gejala neurologi : mula-mula mengalami letargi dan kemudian tidak sadar, pupil mengalami dilatasi dan dapat terjadi kejang tonik klonik dan dapat berakhir dengan koma

  1. Koagulopati
Pada Sindroma TUR dapat terjadi Disseminated Intravasculer Coagulation (DIC) yang terjadi akibat lepasnya partikel prostat yang mengandung tromboplastin dalam jumlah besar ke dalam peredaran darah dan menyebabkan fibrinolisis sekunder. DIC ini dapat diketahui dari turunnya kadar trombosit dan meningkatnya Fibrin Degradation Product (FDP) serta kadar fibrinogen yang rendah

  1. Bakterimia dan Sepsis
Pada 30% penderita yang dilakukan TURP sudah terjadi infeksi sebelum operasi. Bila sinus vena prostat terbuka sebelum operasi dan dilakukan irigasi dengan tekanan tinggi maka kuman bisa masuk ke dalam peredaran darah dan terjadi bakteremia. Pada 6% pasien bakteremia ini menyebabkan sepsis

  1. Hipotermi
Hipotermi sering terjadi pada pasien yang mengalami TURP. Irigasi kandung kencing merupakan penyebab penting kehilangannya panas tubuh dan hal ini ditambah dengan suhu kamar operasi yang rendah. Hipotermi sering terjadi pada penderita lanjut usia karena gangguan saraf otonomik

  1. Cairan Irigasi
Cairan lain yang dapat dipakai adalah air steril, glysin 1,2%, 1,5%, atau 2,2%, sorbitol atau manitol 3%. air steril sudah jarang dipakai karena jika diserap dalam jumlah besar dapat menyebabkan hiponatremia, hemolisis intra vaskuler dan hiperkalemia. Sorbitol, manitol atau glisin dapat mencegah hemolisis intravaskuler tetapi tidak dapat mencegah hiponatremia dilusional karena bisa terjadi penyerapan cairan dalam jumlah besar tanpa penambahan natrium. Cairan non ionik yang dapat dipakai adalah larutan glukose 2,5%-4%. Untuk negara yang sedang berkembang, Collins dan kawan-kawannya menganjurkan pemakaian dektrose 5% yang lebih ekonomik dibandingkan dengan cairan glisin dan lebih jarang menimbulkan hemolisis serta lebih aman dibandingkan air steril. Tetapi larutan dextrose tidak disukai karena dapat menyebabkan hipoglikemi tissue charring pada tempat reseksi dan menimbulkan rasa lengket pada sarung tangan ahli bedah dan peralatan.

Penatalaksanaaan Medis
1)      Pada hiponatremia ringan atau sedang, pemberian furosemide intravenous dan infus normosalin mungkin sudah cukup

2)      Pada kasus hiponatremi berat diberikan infus 3% saline (hipertonik) sebanyak 150-200 cc dalam waktu 1-2 jam. Tindakan ini harus selalu disertai furosemide intravena, terutama pada pasien dengan risiko terjadinya payah jantung kongestif. Pemberian hipertonik saline ini dapat diulangi bila perlu. Kadar elektrolit harus diperikasa tiap 2-4 jam untuk mencegah terjadinya hipernatremia

3)      Pemberian saline 3% sebaiknya segera digantikan dengan normal saline

4)      Bila terjadi udem paru-paru, harus dilakukan intubasi trakeal dan ventilasi tekanan positif dengan menggunakan oksigen 100%

5)      Bila terjadi kehilangan darah yang banyak maka transfusi dilakukan dengan menggunakan Packed Red Cells (PRC)

6)      Bila terjadi DIC diberikan fibrinogen sebanyak 3-4 gram intravena diikuti dengan pemberian heparin 2000 unit secara bolus dan diikuti 500 unit per jam. Dapat juga diberikan fresh frozen plasma dan trombosit, tergantung dari profil koagulasi

Keuntungan :
a.         Luka incisi tidak ada
b.         Lama perawatan lebih pendek
c.         Morbiditas dan mortalitas rendah
d.        Prostat fibrous mudah diangkat
e.         Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol

Kerugian :
a)      Tehnik sulit

b)      Resiko merusak uretra

Pencegahan Sindroma TUR

Identifikasi gejala-gejala awal sindrom TUR diperlukan untuk mencegah manifestasi berat dan fatal pada pasien-pasien dengan pembedahan urologi endoskopik. Bila diketahui adanya hiponatremi yang terjadi sebelum operasi terutama pada pasien-pasien yang mendapat diuretik dan diet rendah garam harus segera dikoreksi. Karena itu pemeriksaan natrium sebelum operasi TUR perlu dilakukan. Pemberian antibiotik profilaktik mungkin mempunyai peran penting dalam pencegahan bakteremia dan septicemia. Untuk penderita-penderita dengan penyakit jantung, perlu dilakukan monitoring CVP atau kateterisasi arteri pulmonalis.

Tinggi cairan irigasi yang ideal adalah 60 cm dari pasien. Lamanya operasi TURP tidak boleh lebih dari 1 jam. Bila diperlukan waktu lebih dari 1 jam, maka TURP sebaiknya dilakukan bertahap. Pemeriksaan natrium serum sebaiknya dilakukan tiap 30 menit dan perlu dilakukan koreksi sesuai dengan hasil serum natrium. Perlu dilakukan pemberian furosemid profilaksis untuk mencegah overload cairan. Bila perlu dilakukan transfusi darah, sebaiknya dilakukan dengan PRC bukan dengan whole blood. Perlu dilakukan pencegahan hipotermi misalnya dengan menghangatkan cairan irigasi sampai 37˚C.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

OBAT EMERGENCY

OBAT EMERGENCY DENGAN PENGGUNAAN SYIRINGE PUMP Obat emergency merupakan obat-obatan yang dibutuhkan untuk mengatasi keadaan gawat darurat. Sebaiknya disiapkan dan disediakan ditempat yang mudah terjangkau dan pemberiannya berdasarkan pada keadaan pasien tersebut. Pemberian obat selalu mengacu pada 5T dan 1W dimana yang dimaksud adalah (Tepat obat, Tepat waktu, tepat orang, tepat dosis, tepat cara ) dan Waspada terhadap efek samping obat tersebut. Berikut yang termasuk obat-obatan yang sering diberikan secara berkesinambungan adalah adrenalin, dopamin, dobutamin, herbesser . Pemberian obat yang tidak dirancang dengan benar dapat berakibat fatal atau tidak berkhasiat sama sekali. PRINSIP PEMBERIAN Pemberian obat selalu mengacu pada 5T dan 1W (Tepat obat, Tepat waktu, tepat orang, tepat dosis, tepat cara ) dan Waspada terhadap efek samping obat tersebut. PERHITUNGAN OBAT :  Pasien dengan BB 50Kg, mendapatkan terapi dopamin dengan dosis 5mcg/Kg/Menit. Sediaan dopamin yan

Pemeriksaan fisik sistem pernapasan

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERNAPASAN (B1) INSPEKSI 1.     Wawancara pasien terkait keluhan sesak napas, nyeri dada ,  batuk, pengeluaran sputum dan batuk darah. Adapun masing – masing pemeriksaan akan dijelaskan sebagai berikut : a.     Derajat Sesak Nafas Derajat Sesak Keluhan Sesak Derajat I Sesak bila aktivitas berat, aktivitas sehari-hari baik Derajat II Sesak bila naik tangga Derajat III Aktivitas sehari-hari terasa sesak Derajat IV Pekerjaan ringan terasa sesak, istirahat tidak sesak Derajat V Istirahat tetap sesak (hidup tergantung O 2 ) b.     Nyeri dada Keluhan Nyeri Dada Kemungkinan Diagnosis Nyeri Dada Mendadak  Peny. Jantung   Pneumotoraks Nyeri Seperti Ditusuk Pleuritis Peny. Jantung  (Angina) Pneumotoraks Nyeri Dada Rasa Keme

PENGAJUAN KEANGGOTAAN HIPGABI JAWA TIMUR

Kepada Yth. Sejawat perawat Gawat Darurat Di Jawa Timur Assalamualaikum wr wb Bapak ibu dulur yang akan mengajukan keanggotaan HIPGABI , kini sudah dapat mengisi data data di link  bit.ly/form-anggota-hipgabi . Adapun syarat data yang harus anda lengkapi sebelum klik link adalah : 1. NIRA 2. Alamat dan nomor ponsel 3. Foto 3x4 pakaian resmi Atas perhatiannya kami sampaikan terima kasih HIPGABI # Bersatu # Berkualitas # Sejahtera Berikut adalah daftar pengajuan yang akan diproses beserta keterangannya No Nama Nira Institusi KET 1 Yudisa Diaz Lutfi Sandi, Ns., M.Kep 35210213331 Akper Pemkab Ngawi LENGKAP 2 Rizky Fajar Bahtiar,S.St 35730327236 Rumah Sakit Universitas Brawijaya LENGKAP 3 Khotimah, S. Kep., Ns., M. Kes 35170232243 Unipdu Jombang LENGKAP 4 Guruh Wirasakti, S.Kep.,Ns.,M.Kep. 35730479034 STIKES dr. Soebandi Jember LENGKAP