Analisis Penanganan Kasus Stroke Infark di Praktek RS Dengan Keilmuan Terbaru Mengenai Penatalaksanaan Stroke
Analisis Penanganan Kasus Stroke Infark di Praktek RS Dengan Keilmuan Terbaru Mengenai
Penatalaksanaan Stroke
OLEH
MERINA WIDYASTUTI
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
Istilah
Stroke dan CVA adalah istilah yang sama dalam menggambarkan serangan otak dan
merupakan keadaan yang memerlukan pertolongan dan penanganan yang segera
seperti pada penanganan serangan jantung. Penanganan stroke iskemik kini mulai
banyak berkembang sejak tahun 1990an dan terus mengalami kemajuan untuk
mengurangi angka mortalitas pasien dengan stroke baik iskemik maupun hemoragi
(Lawson,& Gibson,2009). Salah satu keterbatasan utama dalam penanganan
stroke adalah kegagalan pasien atau anggota keluarganya untuk mengenali
perlunya tindakan yang tepat sehingga sering mengalami keterlambatan dalam
penanganan di RS.
Berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan RI tahun 2008,
memperlihatkan telah terjadi pergeseran penyebab kematian untuk semua umur,
dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Pada usia penduduk di atas 5
tahun, penyebab utama kematian adalah stroke, hal ini terjadi baik di pedesaan
ataupun di perkotaan. Proporsi penyebab kematian terbesar pada kelompok umur :
45-54 tahun di daerah perkotaan adalah stroke (15,9%) disusul dengan Diabetes
Mellitus (14,7 %) dan Penyakit Jantung Iskemik (8,7%). Stroke merupakan
penyebab kematian dari penyakit jantung dan pembuluh darah terbesar dengan
jumlah kematian sebesar 4,884 (36,7%). Sedangkan hipertensi dan penyakit
jantung lainnya mempunyai potensi sebagai penyebab kematian dengan kejadian
diatas 2000 kasus
Stroke
merupakan gangguan pada pembuluh darah intrakranial yang meliputi penghentian
mendadak aliran darah ke dalam otak (Oman., Mclain, Scheetz, 2008). Kurangnya
aliran darah ke otak menyebabkan infark pada daerah otak yang terkena sehingga
terjadiinya defisit neurologis. Defisit neurologis ini bervariasi menurut
lokasi dan lamanya iskemia. Stroke diklasifikasikan menjadi stroke hemoragi dan
stroke iskemia. Stroke iskemia disebabkan trombus atau emboli yang menyumbat
aliran darah ke serebri dan sekitar 80 -85 % dari semua stroke merupakan stroke
iskemik (Oman., Mclain, Scheetz, 2008)
Informasi
mengenai penatalaksanaan stroke iskemik kini telah mengalami perubahan yang
dramastis dalam beberapa tahun terakhir ini. Disamping itu ada preparat
neuroprotektif dan terapi trombolitik yang baru serta tindakan angioplasti
serebral tengah di uji untuk kemungkinan pemakaiannya dalam penanganan stroke. Dengan
terdapatnya terapi trombolitik sebagai alternatif terbaru penanganan stroke
iskemik dalam lingkup terapi yang sempit maka pedoman penanganannya adalah
mulai berpikir untuk berpacu dengan waktu (Potts,2011). Stroke iskemik harus
dipandang sebagai keadaan darurat neurologis sejati yang memerlukan pengkajian
serta diagnosis yang cepat, akurat serta intervensi yang tepat
1.2 Rumusan
Masalah
“
Bagaimana aplikasi
penanganan pasien Stroke di praktik Rumah Sakit dengan keilmuan penatalaksanaan
stroke terbaru?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan
Umum
Menemukan
dan menganalisis kesenjangan pada penatalaksanaan pasien stroke infark di
praktek rumaha sakit dengan keilmuan terkini
1.3.2 Tujuan
Khusus
1.
Mengidentifikasi
konsep stroke Infark secara umum
2.
Mengidentifikasi
pemberian agen trombolitik sebagai penatalaksanaan terbaru
3.
Menganalisis
penatalaksanaan pasien stroke infark di RS
4.
Menemukan
kesenjangan pada penatalaksanaan pasien di RS dengan keilmuan terkini
1.4 Manfaat
- Sebagai penambah pengetahuan mengenai
penatalaksanaan stroke terkini
- Dapat dijadikan referensi awal penelitian mengenai
peran perawat dalam penanganan stroke saat ini.
BAB 2
Tinjauan Pustaka
2.1
Definisi
Stroke
atau CVA (Cerebro Vaskular Attack) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. (Smeltzer &
Bare,2002)
Stroke
merupakan gangguan pada pembuluh darah intrakranial yang meliputi penghentian
mendadak aliran darah ke dalam otak (Oman., Mclain, Scheetz, 2008).
Dengan
demikian dapat kita simpulkan bahwa Stroke atau CVA adalah serangan defisit
neurologis yang bersifat akut, disebabkan karena penurunan aliran darah ke otak
namun bukan akibat trauma kepala, yang bila tidak segera ditangani akan
mengakibatkan kecacatan atau kematian
2.2
Etiologi dan Faktor Resiko
Menurut Smeltzer &
Bare (2002) Stroke diakibatkan oleh salah satu dari 4 kejadian ini yaitu : 1)
trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh otak dan leher 2) Embolisme
serebral yaitu bekuan dari material lain selain darah 3) Iskemia yang
disebabkan penurunan aliran darah ke otak dan 4) hemoragi serebral dimana
pembuluh darah serebral pecah dan mengakibatkan perdarahan di dalam jaringan
otak.Penyebab utama dari insiden CVA adalah penurunan aliran darah ke otak yang
bisa disebabkan baik karena pecahnya pembuluh darah (Hemoragik) atau terdapat
emboli yang biasanya berupa trombus, plak ateromatosa fragmen, lemak atau udara
yang menyumbat aliran darah dan menyebabkan iskemik pada jaringan otak tertentu
sesuai dengan jenis pembuluh darah yang tersumbat (Iskemia)..
Menurut Toy, Simon,
Takenaka, Liu, & Rosh (2011) Ada beberapa faktor resiko yang mempercepat
atau mempermudah terjadinya CVA yaitu : usia tua dimana 75 % terjadi pada usia
lebih dari 75 tahun, pria dan orang afrika amerika . Faktor resiko lain
mencakup riwayat stroke , hipertensi, arteriosklerosis, kelainan jantung,
diabetes, dislipidemia, status hiperkoagulasi. Faktor resiko lain yang
berkaitan dengan gaya hidup adalah merokok sigaret, alkohol dan penggunaan obat
terlarang seperti kokain, amfetamin dan heroin.
2.3 Tanda
dan Gejala
Tanda
dan gejala bergantung pada daerah otak yang terkena, lokasi lesi, ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral (Smeltzer &
Bare,2002). Stroke dapat mengenai kemampuan mental, fungsi dan motorik atau
bicara. Semua gejala stroke terjadi secara tiba- tiba. Brain Attack Coalition
of The National Institute of Neurologi Disorder dan Stroke tahun 1999 dalam
Oman., Mclain, Scheetz, (2008) menyepakati tanda –tanda stroke sebagai berikut
:
- Kebas atau kelemahan pada wajah, lengan, tungkai
khususnya jika terjadi pada salah satu sisi
- Konfusi yaitu kesulitan dalam berbicara atau
memahami perkataan
- Kesulitan melihat dengan satu atau kedua mata
- Kesulitan berjalan, vertigo dan kehilangan
keseimbangan atau koordinasi
- Sakit kepala tanpa penyebab yang jelas.
Skala
stroke dari National Institute of Health dapat digunakan untuk standardisasi pengkajian
stroke (Lampiran 1). Skala tersebut mengkaji lima bidang utama yaitu tingkat
kesadaran, pengkajian visual, fungsi motorik, sensasi dan pengabaian, bicara
serta bahasa
2.4 Patofisiologi
Stroke
iskemik terjadi akibat obstruksi atau terdapat bekuan pada salah satu arteri
sirkulasi serebrum (Price & Wilson,2006). Obstruksi ini bisa disebabkan
akibat trombus yang terbentuk di organ lain biasanya jantung dan terlepas ke
sirkulasi otak. Akibatnya trombus ini akan menyebabkan berkurangnya suplai
darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor
seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral
terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat (Smeltzer &
Bare, 2002). Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak. Daerah jaringan otak
yang mengalami iskemik disebut pusat iskemik, Pusat iskemik ini dikelilingi
oleh daerah lain jaringan yang disebut penumbra iskemik dimana sel –sel neuron
berada dalam keadaan bahaya tapi belum mengalami kerusakan irreversibel.
Terdapat bukti bahwa jendela waktu untuk timbulnya penumbra pada stroke
bervairasi dari 12-24 jam.
Bila
infark ini terus berlanjut maka sel –sel otak kehilangan kemampuan untuk
menghasilkan ATP, sehingga terjadi peningkatan kalium intrasel, terjadi
pelepasan neurotransmitter glutamat,m
pengaktifan enzim NO dan akhirnya
menjadi Apoptosis. Sel otak yang mati mengakibatkan jaringan sekitarnya mengalami
edema Edema ini akan meningkatkan tekanan intrakranial yang bila menekan medula
oblongata akan mengakibatkan kematian.
2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
utama yang dilakukan pada penanganan pasies stroke di Instalasi Gawat Darurat adalah
:
- Lakukan primary survey meliputi Airway, breathing,
sirkulasi, tanda – tanda vital dan pastikan pasien mendapat ventilasi yang
adekuat.
- Pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi
telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena
serebral berkurang.
- Lakukan pemantauan EKG
Hal ini disebabkan stroke biasa
terjadi pada orang dengan kelainan jantung. Dan disritmia yang sering menyertai
adalah atrial fibirlasi (Toy, Simon, Takenaka, Liu, & Rosh, 2011)
- Lakukan CT Scan tanpa kontras
Menurut The National Institute of
Neurological Disorders and Stroke (1999) dalam Oman., Mclain, Scheetz, (2008)
menyebutkan Waktu tunggu pemeriksaan CT Scan 25 menit. Waktu tunggu interpretasi
CT Scan selama 45 menit. CT Scan ini berguna untuk membedakan stroke iskemik
dengan hemoragi dan memegang peranan penting dalam memulai terapi trombolitik.
- Lakukan pemeriksaan lab meliputi kadar gula darah,
hitung sel darah lengkap, kimia serum, waktu protombin serta waktu
tromboplastin parsial.
- Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi pemberian diuretik, untuk
menurunkan edema serebral, dimana akan mencapai maksimum pada hari ke 3 -5
setelah infark serebral, Medikasi anti trombosit dapat pula diresepkan
karena trombosit memainkan peranan penting dalam pembentukan trombus dan
embolisasi (Smeltzer & Bare, 2002)
The
National Institute of Neurologi Disorder dan Stroke (1999) dalam Oman., Mclain,
Scheetz, (2008) menyebutkan setiap protokol atau rencana penatalaksanaan stroke
harus memiliki kerangka waktu ideal berikut dalam menangani pasien stroke
iskemik adalah : Waktu tunggu kehadiran dokter 10 menit, Waktu tunggu
pemeriksaan CT Scan 25 menit, Waktu tunggu interpretasi CT Scan selama 45 menit,
Waktu tunggu pemberian obat lewat infus selama 60 menit, Waktu tunggu
pemasangan alat monitoring adalah selama 3 jam
Pemilihan
obat utama pada kasus stroke ini adalah dengan pemberian TPA (Tissue
Plasminogen Activator). TPA merupakan zat yang terdapat secara alami dan
terlibat dalam mekanisme instrinsik tubuh untuk melarutkan bekuan darah.
Preparat ini telah digunakan pada pasien –pasien IMA untuk melarutkan bekuan
darah dalam pembuluh arteri koronaria. Sejak tahun 1996 preparat tersebut
terbukti efektif untuk mengatasi stroke iskemik yang akut jika diberikan dalam
waktu 3 jam sejak timbulnya gejala – gejala pada pasien tersebut (Oman.,
Mclain, Scheetz, 2008). Ada bebarapa hal yang perlu diperhatikan mengenai pemberian
TPA ini dan bersifat relatif. (Lampiran
2)
Beberapa
pilihan obat yang utama dalam penggunaan trombolitik/ fibrinolitik seperti
tenecteplase,reteplase, alteplase, streptokinase and urokinase. Dengan masing
–masing obat memiliki kontraindikasi absolut dan relatif Potts, K. (2011). Sampai saat ini Alteplase (Aktivator
Plaminogen tipe jaringan rekombinan : rt- PA) dapat membantu memulihkan perfusi
jaringan pada stroke iskemik dan satu – satunya terapi trombolitik yang
disetujui oleh FDA untuk stroke iskemik (Toy, Simon, Takenaka, Liu, & Rosh,
2011). Hasil penelitian NINDS (The National Institute of Neurological Disorders
and Stroke) pada tahun 1995 menemukan bahwa alteplase memperbaiki hasil
fungsional pada 3 bulan dibandingkan dengan plasebo jika diberikan dalam waktu
3 jam dari mulai timbulnya gejala klinis.
Pemilihan
obat yang lain adalah penggunaan antitrombosit seperti aspirin. Kerja
antitrombosit ini dianggap akan mencegah pembentukkan bekuan darah sehingga
dapat mencegah serangan stroke. Dosis aspirin masih diperdebatkan tetapi
berkisar 80 - 325 mg per hari. Aspirin direkomendasikan untuk mencegah
timbulnya stroke setelah TIA dan untuk mencegah stroke yang berulang (Oman.,
Mclain, Scheetz, 2008).
Pada
stroke iskemik, area jaringan yang mendapatkan perfusi hanya di tepi dinamakan
penumbra iskemik (Moustafa,& Baron,2008). Penumbra iskemik ini mengelilingi
jaringan yang mengalami infark. The National Stroke Association (2001) dalam
Price & Wilson (2006) menyatakan bahwa tanpa obat –obat neuroprotektif, sel
–sel saraf yang mengalami iskemia 80 % atau lebih akan mengalami kerusakan
ireversibel dalam beberapa menit. Pemberian agen neuroprotektif bertujuan untuk
menghentikan atau memperlambat proses iskemia dan mengurangi kerusakan pada
penumbra. Pada masa mendatang pelayanan medis kedaruratan dapat menggunakan
obat neuroprotektif. Namun pada penelitian yang dilakukan oleh O’Collins,et al
(2011) kombinasi penggunaan agen neuroprotektif yang terdiri atas Magnesium
sulphate, melatonin, and minocycline belum memberikan hasil efektif saat diuji
cobakan pada obyek coba tikus.
BAB 3
Pembahasan
3.1
Tinjauan Kasus
Pada tanggal 13 juni 2010 Seorang pria berusia 69 tahun dengan
riwayat hipertensi datang ke unit gawat darurat dengan keluhan utama tubuhnya
lemas dan paralisis di sisi kanan. Sebelum dibawa ke UGD, Pasien ditemukan
roboh di kamar mandi. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan RR 20 x/menit,
tekanan darah 170/90, HR 80 x/ menit, suhu tubuh 36,8 ͦC, ada edema pada tangan
sebelah kanan dari hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan gula darah acak 108 mg/dl, Hb = 8,8
/g%, Hematokrit
= 28,2 %, Leokosit = 13.300/mm3, BUN 70,7 mg/dl, Kreatinin 5,78 mg/dl
Berdasarkan hasil anamnesa pasien,
pasien sebelumnya mempunyai penyakit DM dan hipertensi sejak tahun 2004 lalu
klien mengalami gangren yang harus diamputasi pada bagian jari kaki sebelah
kanan, Sakit ginjal pada tahun 2010 bulan Mei sedangkan strokenya pertama kali
ini. Setelah dilakukan
anamnesa perawat melakukan pemasangan infus dan diberikan infus RL 3 kolf, Pada
kasus diatas Klien didiagnosa
oleh dokter dengan
Hemiparese dexstra susp CVA Infark. Lalu klien
diharuskan menjalani rawat inap di Pav VII B, Terapi yang telah diberikan inj.Brainact 1
amp iv dan inj.Neulin 1 amp iv.
Klien juga menjalani pemeriksaan foto thoraks dan CT Scan. Hasil yang
didapatkan Hasil CT Scan adalah Khronik infarction cerebro di occipital kiri, Sub acut
infarction cerebro di pons (batang otak) sisi kiri, Brain atrofi
3.2
Pembahasan Penyelesaian Kasus dengan
Keilmuan terbaru
Menurut
Hudak & Gallo (2010) Ada 3 unsur utama dalam penanganan stroke yaitu
oksigen, glukosa dan aliran darah yang adekuat. Pada kasus diatas pasien dalam
kesadaran compes mentis, tidak diberikan oksigen dan hanya dilakukan
pemeriksaan tanda- tanda vital Namun demikian penanganan stroke pada awal
kedatangan pasien tetap harus dianggap sebagai suatu kedaruratan sejati. sehingga
seharusnya pasien tetap dilakukan primary survey.
Pada
keadaan awal perawat juga harus memperhatikan dan memberikan posisi pasien yang
nyaman namun tetap mendukung tujuan terapeutik. Sambiil menunggu pemeriksaan
pasien dibiarkan tidur terlentang dengan kepala lebih rendah. Menurut Hudak
& Gallo (2010) pada pasien stroke sebaiknya pasien ditempatkan pada posisi
lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai
tekanan vena serebral berkurang.
Pemantauan
EKG sangat memberikan peran yang besar Hal ini disebabkan stroke biasa terjadi
pada orang dengan kelainan jantung. Dan disritmia yang sering menyertai adalah
atrial fibirlasi (Toy, Simon, Takenaka, Liu, & Rosh, 2011). Dari
dokumentasi data diatas pasien tidak dilakukan pemeriksaan EKG. Pemeriksaan EKG
merupakan pemeriksaan yang sangat penting dan relatif mudah, pasien dapat
dilakukan pemeriksaan sembari menunggu pemeriksaan darah. Namun sayangnya pada
kasus ini tidak lakukan apalagi mengingat pasien memiliki riwayat diabetes dan
hipertensi.
Pemeriksaan
CT Scan tanpa kontras telah dilakukan pada pasien. Menurut The National
Institute of Neurological Disorders and Stroke (1999) dalam Oman., Mclain,
Scheetz, (2008) menyebutkan Waktu tunggu pemeriksaan CT Scan 25 menit. Waktu
tunggu interpretasi CT Scan selama 45 menit. CT Scan ini berguna untuk
membedakan stroke iskemik dengan hemoragi dan memegang peranan penting dalam
memulai terapi trombolitik. Dari kasus pasien didapatkan hasil “ Khronik
infarction cerebro di occipital kiri,
Sub acut infarction cerebro di pons (batang otak) sisi kiri, Brain atrofi”
sehingga dari hasil CT Scan ini pasien dapat diindikasikan untuk
pemberian obat trombolitik, namun ada beberapa faktor lain yang harus
diperhatikan seperti beratnya defisit neurologis yang diderita pasien.
Pemeriksaan
laboratorium yang harus dilakukan meliputi kadar gula darah, hitung sel darah
lengkap, kimia serum, waktu protombin serta waktu tromboplastin parsial. Pada
kasus pasien hasil kadar gula darah awal adalah 108 mg/dl. Tindakan telah tepat
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia dimana hipoglikemia juga
dapat menunjukkan gejala menyerupai stroke. Pemeriksaan gula darah pada pasien
dengan stroke menjadi penting karena merupakan salah satu marker beratnya
stroke. (Toy, Simon, Takenaka, Liu, & Rosh, 2011) Selain itu hiperglikemia
yang menetap akan memprediksi hasil neurologik yang buruk. Hal ini mungkin
disebabkan karena tingginya kadar gula dalam darah menunjukkan penurunan kadar
gula yang digunakan oleh jaringan
terutama otak.
Tindakan
medis terhadap pasien stroke meliputi pemberian diuretik, untuk menurunkan
edema serebral, dimana akan mencapai maksimum pada hari ke 3 -5 setelah infark
serebral, Medikasi anti trombosit dapat pula diresepkan karena trombosit
memainkan peranan penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi (Smeltzer
& Bare, 2002). Pada pasien ini medikasi awal pada penanganan adalah dengan
pemberian brainact dan neulin dimana kedua jenis ini adalah preparat
vasodilator perifer dan aktivator serebral. Pemberian obat ini diindikasikan
untuk memperbaiki aliran darah serebral dan menurunkan tekanan darah.
Berdasarkan data pasien , tekanan darah pada awal pasien datang adalah 170/90
mmHg dengan riwayat hipertensi. Peningkatan tekanan darah umumnya dibiarkan tidak
diterapi untuk mempertahankan tekanan perfusi serebral (Toy, Simon, Takenaka,
Liu, & Rosh, 2011). Meskipun tekanan darah sistolik yang lebih dari 220
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg, maka menurut literatur
terbaru paling baik diterapi dengan obat yang mudah dititrasi seperti labetalol
dan nitrat IV. Pada keadaan ini perlu disadari bahwa tekanan darah target bukan
merupakan tekanan darah yang normal akan tetapi sebaiknya diturunkan tidak
lebih dari 25 persen tekanan darah saat pasien datang. Dan jika tekanan darah
target tidak juga dicapai maka rtPa sebaiknya tidak diberikan. Bila dilihat dari kriteria penggunana rtPA apakah
pasien masuk dalam kriteria pemberian rtPA masih perlu dipertimbangkan. Dengan
syarat awitan kurang pada 3 jam pertama pada pasien ini belum dimonitoring
dengan baik, apakah penanganan ini telah dilakukan persis dalam rentang waktu
kurang dari 3 jam sejak pasien mengalami gejala defisit neurologis,
Disinilah
peran perawat kedaruratan yang sangat penting sebagai petugas yang pertama kali
berhadapan dengan pasien dalam melakukan anamnesa (Lawson,& Gibson,2009). Anamnesis
riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik masih merupakan langkah utama dalam
evaluasi pasien stroke dimana bagian anamnesis yang paling penting adalah untuk
mengetahui waktu yang pasti mulai timbulnya gejala stroke terkait pemberian
trombolitik Dengan penatalaksanaan yang tepat dan cepat akan menentukan kondisi
pemulihan pasien.
Meskipun
dari umur sudah masuk ke dalam kriteria inklusi dimana usia pasien lebih dari
18 tahun akan tetapi riwayat lain seperti memiliki hipertensi juga perlu dikaji
ulang apakah hipertensi ini terkontrol atau tidak dan dari hasil pemeriksaan
lab, kondisi pasien sebenarnya telah mengarah ke CKD (Chronic Kidney Disease)
dengan ditunjukkan nilai kreatinin 5,78 mg/dl dan BUN 70,7 mg/dl.
BAB 4
Penutup
4.1
Kesimpulan
1.
Perawat
kedaruratan merupakan petugas pertama yang menangani pasien dengan stroke.
Dengan penatalaksanaan yang tepat dan cepat akan menentukan kondisi pemulihan
pasien.
2.
Anamnesis
riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik masih merupakan langkah utama dalam
evaluasi pasien stroke dimana bagian anamnesis yang paling penting adalah untuk
mengetahui waktu yang pasti mulai timbulnya gejala stroke terkait pemberian
trombolitik
3.
Stroke
adalah suatu kedaruratan medis karena intervensi dini dapat menghentikan dan
memulihkan kerusakan pada neuron akibat gangguan perfusi.
4.
Pemberian
preparat trombolitik masih merupakan obat pilihan utama dalam menangani pasien
stroke iskemik dengan syarat –syarat yang harus diperhatikan.
5.
Pemberian
agen neuroprotektif bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat proses
iskemia dan mengurangi kerusakan pada penumbra. Pada masa mendatang pelayanan
medis kedaruratan dapat menggunakan obat neuroprotektif namun masih banyak
untuk perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektifitas dan biaya
pengobatan.
4.2
Saran
1.
Perawat
sangat berperan dalam memberikan penyuluhan kepada keluarga dan pasien mengenai
perlunya memahami keadaan kedaruratan terutama terkait stroke.
2.
Setiap
RS sebaiknya memiliki tim Stroke atau protokol kode stroke untuk perawatan
pasien yang mungkin menderita stroke. Tim ini terdiri atas dokter IGD, Perawat,
ahli neurologi dan ahli radiologi.
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia, D. K. R. (2008). Profil
Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan Tahun 2008.
Hudak, C.
M., & Gallo, B. M. (2010). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik
(Vol. 2). Jakarta: EGC
Lawson, C., & Gibson, D. (2009).
Acute Stroke Management In Emergency Departments. Emergency Nurse, 17(5),
30.
Moustafa, R., & Baron, J.-C.
(2008). Review : Pathophysiology of Ischaemic Stroke: Insights From Imaging,
And Implications For Therapy And Drug Discovery. British Journal of
Pharmacology(153).
O’Collins, V. E., Macleod, M. R., Cox,
S. F., Raay, L. V., Aleksoska, E., Donnan, G. A., et al. (2011). Preclinical
Drug Evaluation For Combination Therapy In Acute Stroke Using Systematic
Review, Meta-analysis, and Subsequent Experimental Testing. Journal of
Cerebral Blood Flow & Metabolism, 31, 962-975.
Oman, K. S.,
Mclain, J. K., & Scheetz, L. J. (2008). Panduan Belajar Keperawatan
Emergensi: EGC
Potts, K. (2011). Fibrinolytic Agents:
Pharmacology, Indications and Prescribing. Nurse Prescribing, 9(6).
Price, S.
A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses -Proses
Penyakit (Vol. 2). Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.
C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Vol.
3). Jakarta: EGC
Toy, E. C., Simon, B., Takenaka, K.
Y., Liu, T. H., & Rosh, A. J. (2011). Case File Kedaruratan Medik.
Jakarta: Karisma.
LAMPIRAN
1
NATIONAL
INSTITUTE OF HEALTH STROKE SCORE
Sumber :
National Institute Of Health dalam Toy,
Simon, Takenaka, Liu, & Rosh, 2011
KATEGORI
|
RESPON PASIEN
|
SKOR
|
Pertanyaan-pertanyaan
tingkat kesadaran (mengetahui bulan dan usia)
|
Menjawab
kedua pertanyaan dengan benar
Menjawab
satu pertanyaan dengan benar
Tidak
ada jawaban yang benar
|
0
1
2
|
Perintah-perintah
tingkat kesadaran (pasien diinstruksikan untuk membuka & menutup dan lalu
menggenggam dan melepaskan tangan yang tidak lumpuh)
|
Menuruti
kedua perintah dengan benar
Menuruti
satu perintah dengan benar
Tidak
ada perintah yang dituruti dengan benar
|
0
1
2
|
Pandangan
penglihatan terbaik (pandangan penglihatan horizontal diperiksa)
|
Pandangan
penglihatan normal
Paralis
pandangan penglihatan parsial
Deviasi
atau paresis pandangan penglihatan total
|
0
1
2
|
Lapangan
penglihatan yang terbaik (lapangan penglihatan diperiksa dengan konfrontasi)
|
Tanpa
adanya defek penglihatan
Hemianopsa
parsial
Hemianopsia
total
Hemianopsia
bilateral (kebutaan yang mencakup kebutaan kortikal)
|
0
1
2
3
|
Paralis
wajah (pasien disuruh melihatkan giginya atau menaikkan alis mata atau
menutup mata)
|
Gerakan
simetris normal
Paralis
minor
Paralis
parsial
Paralis
total dari satu atau kedua sisi
|
0
1
2
3
|
Lengan
motorik yang terbaik
Kanan
................
Kiri
.....................
|
Tanpa
melayang
Melayang
< 10 detik
Terjatuh
< 10 detik
Tidak
ada usaha melawan gravitasi
Tidak
ada gerakan
|
|
Tungkai
motorik yang terbaik
Kanan
..............
Kiri....................
|
Tidak
melayang
Melayang
< 10 detik
Terjatuh
< 10 detik
Tidak
ada usaha melawan gravitasi
Tidak
ada gerakan
|
|
Ataksia
anggota gerak (jari tangan – hidung – jari tangan –dan tumit – jari kaki
bilateral)
|
Tidak
ada
Ataksia
pada satu anggota gerak
Ataksia
pada dua anggota gerak
|
0
1
2
|
Sensoris
(sensasi atau menyeringai dengan tusukan jarum)
|
Tidak
ada defisit sensoris
Defisit
sensoris ringan
Defisit
sensoris yang berat
|
0
1
2
|
Bahasa
yang tebaik (melukiskan gambar, item nama pada lembaran kertas)
|
Tidak
ada afasia, normal
Afasia
ringan sampai moderat
Afasia
berat
Bisu,
afasia global
|
0
1
2
3
|
Disartria
(membaca atau mengulangi kata-kata dari lembaran kertas)
|
Normal
Ringan
sampai moderat
Berat
|
0
1
2
|
Tidak
berespons dan tidak ada perhatian
|
Tidak
ada kelainan
Tidak
ada respons terhadap visual, rabaan, ruangan, atau personal atau tidak ada
respons terhadap stimulasi bilateral secara bersamaan
Semi
–perhatian yang mencolok atau semi-perhatian terhadap lebih dari satu
modalitas
|
0
1
2
|
LAMPIRAN
2
KRITERIA
UNTUK TROMBOLISIS INTRAVENA PADA STROKE ISKEMIK
(Sumber
: Adam , et all, 1996 dalam Toy, Simon, Takenaka, Liu, & Rosh, 2011)
- Kriteria pemilihan :
1.
Pasien
berumur > 18 tahun,
2.
awitan
gejala harus kurang dari 3 jam
3.
Menunjukkan
kriteria klinik stroke iskemik
- Kontraindikasi mutlak :
1.
Pasien
dengan trauma kepala
2.
Riwayat
perdarahan intrakranial misal MAV
3.
Baru
menjalani pembedahan dan prosedur invasif
4.
Hipertensi
yang tidak terkontrol
5.
Pasien
dengan defisit neurologi ringan dan cepat membaik
6.
Glukosa
darah kurang dari 50 mg/dl atau 400 mg/dl
7.
Kejang
pada saat mulai timbulnya stroke
8.
Perdarahan
saluran cerna atau genitouriuranius dalam wakti 3 minggu sebelumnya
9.
Hipertensi berat pra terapi yang terus
menerus dimana tekanan sistolik > 185 mmHg dan diastolik > 110 mmHg
10. Stroke sebelumnya dalam waktu 90 hari
yang lalu
11. Penggunaan antikoagulan oral baru-baru
ini atau masa protombin > 15 detik atau INR > 1,7
12. Penggunaan heparin dalam 48 jam
sebelumnnya atau masa tromboplastin parsial yang memanjang
13. Jumlah trombosit < 100.000/mm
- Dosis : Dosis pemberiannya adalah 0,9 mg/Kg BB IV
dengan dosis total 90 mg. 10% dari dosis total harus diberikan dalam
bentuk bolus IV selama 1 menit dan sisanya diberikan dalam waktu tempo 60
menit.
- Monitoring : tanda- tanda vital dan keadaan
neurologi pasien harus diperiksa setiap 15 menit sekali selama 2 jam.
Setelah infus obat selesai dilakukan , pengkajian harus dilanjutkan setiap
30 menit sekali selama 6 jam dan kemudian setiap 1 jam sekali selama 18
jam.
- Komplikasi : Perdarahan merupakan komplikasi yang
sering terjadi. Hindari penyuntikan IM, pungsi vena, penusukan arteri atau
pemasangan NGT dan kateter sebelum, selama dan setelah pemberian TPA.
Monitoring pasien juga harus dilakukan untuk mendeteksi tanda- tanda
perdarahan internal. Pasien tidak boleh mendapatkan terapi antitrombosit
atau antikoagulan seperti aspirin, heparin , warfarin dan tiklopidin
selama 24 jam.
Komentar
Posting Komentar