Langsung ke konten utama

Efektivitas Pemberian Terapi Susu Kedelai Terhadap Penurunan Skala Nyeri Haid (Dismenorea) Pada Remaja Putri Di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TERAPI SUSU KEDELAI
TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI HAID
(DISMENOREA) PADA REMAJA PUTRI
DI PONDOK PESANTREN AL-JIHAD
SURABAYA

Astrida Budiarti, Rizta Novita Wulandhari
Stikes Hang Tuah Surabaya


ABSTRAK

Menstruasi merupakan perdarahan teratur dari uterus sebagai tanda bahwa alat kandungan telah menunaikan faalnya. Dismenorea merupakan fenomena simptomatik meliputi nyeri abdomen, kram, dan sakit punggung. Zat gizi yang membantu meringankan dismenorea adalah kalsium, magnesium serta vitamin A, E, B6, dan C. Susu kedelai merupakan minuman yang mengandung kalsium. Penelitian ini bertujuan menganalisis efektivitas pemberian terapi susu kedelai terhadap penurunan skala nyeri haid (dismenorea) pada remaja putri.

Desain yang digunakan adalah Quasy Experiment. Populasi yaitu remaja putri yang mengalami dismenorea sejumlah 30 orang. Sampel diambil dengan metode sampling jenuh. Variabel independen adalah pemberian terapi susu kedelai. Variabel dependen adalah penurunan skala nyeri haid. Pengambilan data menggunakan lembar kuesioner dan observasi Numeric Rating Scale (NRS) kemudian diuji statistik menggunakan uji Mann-whitney dengan tingkat kemaknaan ρ < 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan skala nyeri haid sebelum diberikan terapi susu kedelai didapatkan hasil 11 responden (73,3%) mengalami nyeri sedang, dan skala nyeri haid sesudah diberikan terapi didapatkan hasil nyeri ringan sebanyak 8 responden (53,3%). Hasil penelitian didapatkan terdapat pengaruh pemberian terapi susu kedelai terhadap penurunan skala nyeri haid pada remaja putri (ρ= 0,005).

Implikasi penelitian menunjukkan bahwa terapi susu kedelai merupakan metode alternatif penerapan terapi non farmakologis yang berpengaruh terhadap penurunan skala nyeri haid (dismenorea).

Kata kunci: Susu kedelai, Nyeri Menstruasi (Dismenorea), Remaja








Title: The Effectiveness of Giving Soybean Milk Therapy Towards The Reduction of Menstruation Pain (Dysmenorrhea) To The Teenage Girls at Al Jihad Islamic Boarding School Surabaya.

ABSTRACT

Menstruation is regular haemorrhage from uterus as a sign that reproductive organ has worked its function. Dysmenorrhea is a symptomatic phenomenon which brings an abdomen pain, cramp, low back pain, gastrointestinal symptom like queasy and diarrhea that naturally happen as a menstruation symptom. Nutritions which are able to reduce dismenorea are calcium, magnesium, and vitamin A, E, B6, and C. Soybean milk is a drink which contains of calcium. This research is aimed at analyzing the effectiveness of giving soybean milk therapy towards the reduction of menstruation pain (dysmenorrhea) to the teenage girls.

The design of this research was Quasy Experiment. The population in this research was 30 teenage girls having dysmenorrhea. The samples were taken by using saturated sampling method. The independent variable was the giving soybean milk therapy. The dependent variable is the reduction of menstruation pain. The data were collected through questionnaire sheet and Numeric Ratting Scale (NRS) observation which were further statistically tested by using Mann-Whitney test with level of significance ρ < 0,05.

The result of the research showed that 11 respondents (73,3%) had medium pain before they were given soybean milk therapy; and after accepting soybean milk therapy, it was found that 8 respondents (53,3%) had light pain. This result indicated that there was a significant influence on giving  soybean milk therapy towards the reduction of menstruation pain to the teenage girls (ρ= 0,005).

The implication of this research was that soybean milk therapy is an alternative method of  non pharmacologist therapy implementation that has influence on the reduction of menstruation pain (dysmenorrhea)

Key words: Soybean Milk, Menstruation Pain (Dysmenorrhea), Teenager



Pendahuluan
Masa remaja merupakan usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja sangat pesat, baik fisik maupun psikologis. Perempuan sudah mulai terjadinya menstruasi dan pada laki-laki sudah mulai mampu menghasilkan sperma (Maisaroh, 2009 dalam Susilowati, 2014). Menstruasi merupakan perdarahan teratur dari uterus sebagai tanda bahwa alat kandungan telah menunaikan faalnya. Masa ini akan mengubah perilaku dari beberapa aspek, misalnya psikologi dan lain-lain. Pada wanita biasanya pertama kali menstruasi (menarche) pada umur 12-16 tahun. Siklus menstruasi normal terjadi setiap 22-35 hari, dengan lamanya menstruasi selama 2-7 hari. Pada saat menstruasi, wanita kadang-kadang mengalami nyeri. Sifat dan tingkat rasa nyeri bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Kondisi tersebut dinamakan dysmenorrheal,  yaitu keadaan nyeri yang hebat dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Sebuah penelitian mengatakan prevalensi tertinggi dismenorea terjadi pada remaja (Calis dkk, 2009 dalam Susilowati, 2014). Menurut pengungkapan dari responden, yaitu remaja putri di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya yang mengalami nyeri haid, nyeri yang mereka rasakan sangat mengganggu aktivitas. Banyak dari mereka tidak mengikuti kegiatan di Pondok Pesantren, misalnya mengaji, dan memilih istirahat karena merasakan rasa nyeri dan sakit yang berlebihan ketika nyeri haid itu menyerang.
Berdasarkan data dari berbagai negara, angka kejadian dismenorea di dunia cukup tinggi. Diperkirakan 50% dari seluruh wanita di dunia menderita dismenorea dalam sebuah siklus menstruasi. Pasien melaporkan nyeri saat haid, dimana sebanyak 12% dismenorea sudah parah, 37% dismenorea sedang, dan 49% dismenorea masih ringan (Calis, 2011 dalam Susilowati 2014). Menurut Anurogo dan Wulandari (2011). Di Amerika Serikat, prevalensi dismenorea diperkirakan 45-90%. Dari sejumlah 1266 mahasiswi di Firat University, Turki, sejumlah 45,3% merasakan nyeri setiap haid, 42,5% kadang-kadang nyeri, dan 12,2% tidak mengalami nyeri. Mahasiswi yang mengalami dismenorea primer, sekitar 66,9% diterapi dengan obat analgesik. Dalam studi epidemiologi pada populasi remaja (berusia 12-17 tahun) di Amerika Serikat, Klein dan Litt melaporkan prevalensi dismenorea 59,7%. Studi ini juga melaporkan bahwa dismenorea menyebabkan 14% remaja putri tidak masuk sekolah. Di Indonesia angka kejadian dismenorea sebesar 64.25% yang terdiri dari 54,89% dismenorea primer dan 9,36% dismenorea sekunder (Info sehat, 2008). Di Surabaya didapatkan 1,07-1,31% dari jumlah penderita dismenorea datang kebagian kebidanan (Harunriyanto, 2008 dalam Susilowati, 2014). Berdasarkan data survei pendahuluan yang dilakukan pada 24 Februari 2015 di Pondok Pesantren Al Jihad Surabaya, peneliti melakukan wawancara kepada 12 remaja putri didapatkan hasil sebagai berikut: remaja putri yang mengalami dismenorea dengan kriteria nyeri ringan sebanyak 2 orang, nyeri sedang 2 orang, nyeri hebat 6 orang, nyeri yang tak tertahankan 2 orang.
Secara umum, nyeri haid muncul akibat kontraksi disritmik myometrium yang menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodic disisi medial paha (Anurogo & Wulandari, 2011). Rasa nyeri atau dismenorea pada saat menstruasi tentu saja sangat menyiksa bagi wanita. Sakit menusuk, nyeri yang hebat di sekitar bagian bawah dan bahkan kadang mengalami kesulitan berjalan sering dialami ketika nyeri haid menyerang, banyak wanita terpaksa harus berbaring karena terlalu menderita sehingga tidak dapat mengerjakan sesuatu apapun, ada yang pingsan, ada yang merasa mual, ada juga yang benar-benar muntah, sehingga dismenorea memberikan dampak negatif bila tidak segera diatasi. Selain memberikan dampak negatif, nyeri haid juga dapat menimbulkan komplikasi. Menurut Anurogo dan Wulandari (2011), ada 2 komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita nyeri haid. Pertama, jika didiagnosis dismenorea sekunder diabaikan atau terlupakan maka patologi (kelainan atau gangguan) yang mendasari dapat memicu kenaikan angka kematian, termasuk kemandulan. Kedua, isolasi sosial (merasa terasing atau dikucilkan) dan atau depresi. Untuk itu perlu penanganan yang tepat saat nyeri haid menyerang.
Penanganan dismenorea bisa dilakukan secara farmakologi yaitu dengan pemberian obat-obatan analgesik (Wilmana & Gan, 2007 dalam Susilowati, 2014). Secara non farmakologi melalui distraksi, relaksasi, imajinasi terbimbing, kompres hangat atau dingin (Potter & Perry, 2005 dalam Susilowati). Beberapa penelitian juga menyebutkan hubungan beberapa zat gizi dengan penurunan tingkat dismenorea. Menurut Devi (2012, dalam Susilowati 2014) zat gizi yang dapat membantu meringankan dismenorea adalah kalsium, magnesium serta vitamin A, E, B6, dan C. Makanan yang baik dikonsumsi saat menstruasi diantaranya yaitu makanan tinggi karbohidrat, vitamin, magnesium, hindari kafein dan garam, dark coklat, minum air putih, konsumsi makanan yang tinggi kalsium (Marmi, 2013). Susu merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung Ca (kalsium), pada remaja dianjurkan mengkonsumsi satu gelas susu yang mengandung 500-800 ml kalsium setiap hari, dengan mengkonsumsi kalsium 500-800 ml perhari dapat membantu mengurangi kram dan kejang perut saat menstruasi. Kalsium dipercaya dapat membantu menghilangkan gejala kecemasan. Hal tersebut karena diyakini dapat mengendalikan konduksi impuls saraf ke otak dan dari otak, kekurangan unsur kalsium dalam persediaan didalam tubuh dapat menimbulkan kekejangan pada otot (Sunita, 2002 dalam Susilowati, 2014). Menurut Hill (2002, dalam Susilowati 2014), untuk dapat mengurangi kram saat menstruasi, diperlukan zat gizi sebagai terapi, yaitu mengonsumsi kalsium sebanyak 800-1000 ml dengan aturan mengonsumsi yakni 250-500 ml setiap satu jam sekali selama keluhan sakit dirasakan. Menurut Syaifuddin (2006, dalam Susilowati 2014) ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filament aktin dan miosin yang menyebabkan bergerak bersama-sama menghasilkan kontraksi. Setelah kurang dari satu detik kalsium dipompakan kembali kedalam retikulum sarkoplasma tempat ion-ion disimpan sampai potensial aksi otot yang baru datang lagi, pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan kontraksi otot berhenti. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Glasier di University of Maryland Medical Center, wanita yang mengonsumsi 500 ml kalsium perhari mengalami penurunan nyeri saat haid hingga 30%, kalsium yang mudah diserap dapat membantu mengurangi dismenorea (Wulandari, 2011 dalam Susilowati, 2014). Berdasarkan kronologi dari permasalahan diatas maka peneliti tertarik ingin mengetahui pengaruh susu kedelai dalam penurunan skala nyeri haid.

Bahan dan Metode Penelitian
            Penelitian ini menggunakan desain Quasy Eksperimental. Peneliti menganalisis adanya pengaruh pemberian terapi susu kedelai terhadap penurunan skala nyeri haid pada remaja putri dengan cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok perlakuan. Pada kelompok perlakuan diberikan terapi susu kedelai sebanyak 500 ml yang mengandung 588 mg kalsium dengan aturan mengkonsumsi 250 ml 1 jam sekali setiap keluhan sakit dirasakan. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan terapi. Kedua kelompok diobservasi tingkat nyeri haid setelah diberikan terapi.
            Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya dengan jumlah 30 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah semua populasi yaitu sebanyak 30 orang. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Non Probability Sampling dengan metode sampling jenuh, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. Uji statistik yang digunakan adalah Wilcoxon Sign Rank Test dan Mann Whitney U Test.
   Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan lembar observasi Numeric Rating Scale (NRS) dengan rentang skala 0­10 untuk mengetahui penurunan tingkat nyeri haid pada remaja putri di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya. Nilai 0: Tidak nyeri, 1: Nyeri ringan (skala 1­3), 2: Nyeri sedang (skala 4­6), 3: Nyeri hebat (skala 7­9), 4: Nyeri yang tak tertahankan (skala 10).

1.             Data Umum (Data Demografi)
a.             Karakteristik responden berdasarkan usia responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan sebanyak 73,3% responden (11 orang) adalah berusia 17-20 tahun, 26,7% responden (4 orang) adalah berusia 21-23 tahun, dan sebanyak 0% responden (0 orang) adalah berusia lebih dari 23 tahun. Sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 60 % responden (9 orang) adalah berusia 21-23 tahun, 33,3 % responden (5 orang) adalah berusia 17-20 tahun, dan sebanyak 6,7% responden ( 1 orang) adalah berusia lebih dari 23 tahun.

b.             Karakteristik responden berdasarkan siklus menstruasi setiap bulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan sebanyak 93,3% responden (14 orang) adalah teratur dan 6,7% responden (1 orang) adalah tidak teratur, sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 53,3% responden (8 orang) adalah teratur dan 46,7% responden (7 orang) adalah tidak teratur.

c.              Karakteristik responden berdasarkan usia pertama kali menstruasi (menarche)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan sebanyak 86,7% responden (13 orang) adalah menstruasi pertama kali (menarche) pada usia 12-14 tahun, 13,3% responden (2 orang) adalah usia 15-17 tahun, dan sebanyak 0% responden (0 orang) adalah berusia lebih dari 17 tahun. Sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak  73,3% responden (11 orang)  adalah pada usia 15-17 tahun , 26,7% responden (4 orang) pada usia 12-14 tahun, dan sebanyak 0% responden (0 orang) adalah berusia lebih dari 17 tahun.

d.             Karakteristik responden berdasarkan tanggal menstruasi sebelumnya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan sebanyak 40% responden (6 orang) adalah tanggal 1-10, 33,3% responden (5 orang) adalah tanggal 21-31, dan 26,7% responden (4 orang) adalah tanggal 11-20. Sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 53,3% responden (8 orang) adalah tanggal 11-20, 26,7% responden (4 orang) adalah tanggal 1-10, dan 20% responden (3 orang) adalah tanggal 21-31.
e.              Karakteristik responden menurut lama menstruasi dalam satu periode
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan sebanyak 60% responden (9 orang) adalah lebih dari 7 hari. 40% responden (6 orang) adalah 5-7 hari, dan 0 % responden (0 orang) adalah 2-5 hari. Sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 60% responden (9 orang) adalah 5-7 hari, 26,7% responden (4 orang) adalah lebih dari 7 hari, dan 13,3% responden (2 orang) adalah 2-5 hari.

f.              Karakteristik responden berdasarkan nyeri menstruasi dirasakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan sebanyak 73,3% responden (11 orang) adalah saat menstruasi, 26,7% responden (4 orang) adalah sebelum menstruasi, 0% responden (0 orang) adalah setelah menstruasi. Sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 86,7% responden (13 orang) adalah saat menstruasi, 13,3% responden (2 orang) adalah sebelum menstruasi, 0% responden (0 orang) adalah setelah menstruasi.

g.             Karakteristik responden berdasarkan lama nyeri menstruasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan sebanyak 60% responden (9 orang) adalah mengalami nyeri menstruasi selama 1 hari, 26,7% responden (4 orang) adalah kurang dari 1 jam, tetapi nyeri tersebut dengan karakteristik hilang timbul, dan 13,3% responden (2 orang) adalah lebih dari 1 hari. Sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak  73,3% responden (11 orang) adalah lebih dari 1 hari, 26,7% responden (4 orang) adalah 1 hari, dan 0% responden (0 orang) adalah kurang dari 1 jam.

h.             Karakteristik responden berdasarkan riwayat keluarga menderita dismenorea
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan sebanyak 60% responden (9 orang) adalah ada riwayat keluarga dismenorea dan 40% responden (6 orang) adalah tidak ada. Sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 60% responden (9 orang) adalah tidak ada dan 40% responden (6 orang) adalah ada.

i.               Karakteristik responden berdasarkan penanganan nyeri saat dismenorea
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan sebanyak 53,3% responden (8 orang) adalah dibiarkan, 26,7% responden (4 orang) adalah kompres air hangat dan 20% responden (3 orang) adalah mengkonsumsi sesuatu yang hangat. Sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak dan 46,7% responden (7 orang) adalah mengkonsumsi sesuatu yang hangat, 33,3% responden (5 orang) adalah dibiarkan, 20% responden (3 orang) adalah kompres air hangat.


2.             Data Khusus
a.             Nyeri menstruasi sebelum pemberian terapi susu kedelai (Pre Test) pada remaja putri di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan sebelum diberikan terapi susu kedelai menunjukkan bahwa hanya ada 2 karakteristik nyeri menstruasi yang dirasakan oleh responden, yaitu nyeri sedang dan nyeri hebat. Dari data hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami nyeri sedang yaitu sebanyak 73,3% responden (11 orang). Sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan ada 3 karakteristik nyeri yang dirasakan oleh responden (nyeri ringan, nyeri sedang dan nyeri hebat). Sebagian besar responden pada kelompok ini mengalami  nyeri sedang yaitu sebanyak 60% responden (9 orang).

b.             Tingkat nyeri menstruasi setelah pemberian terapi susu kedelai  (Post Test)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan setelah diberikan terapi susu kedelai menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami nyeri ringan yaitu sebanyak 53,3% responden (8 orang). Sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi susu kedelai menunjukkan sebagian besar karakteristik nyeri yang dirasakan oleh responden adalah nyeri sedang yaitu sebanyak 60% responden (9 orang).

c.              Pengaruh pemberian terapi susu kedelai terhadap nyeri menstruasi di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya

1.             Pengaruh pemberian susu kedelai terhadap nyeri menstruasi di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya pre post test kelompok perlakuan pada tanggal 24 April 2015 sampai 28 mei 2015

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian susu kedelai terhadap nyeri menstruasi di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya pada kelompok perlakuan, yaitu sebelum intervensi (pre test)  dan sesudah intervensi (post test) dan didapatkan data bahwa dari 15 responden sebelum intervensi menunjukkan sebagian besar responden mengalami nyeri sedang yaitu sebesar 73,3% (11 orang). Setelah diberikan terapi susu kedelai karakteristik nyeri menstruasi yang dirasakan oleh responden mengalami penurunan, sebagian besar responden mengalami nyeri ringan yaitu sebesar 53,3% responden (8 orang). Berdasarkan hasil uji Wilcoxon sign rank test menunjukkan bahwa ρ = 0,001 yang berarti ada pengaruh pemberian terapi susu kedelai terhadap penurunan nyeri menstruasi.
2.             Karakteristik tingkat nyeri menstruasi di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya pre post test kelompok kontrol pada tanggal 24 April 2015 sampai 28 Mei 2015

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi susu kedelai antara pre test, post test 1 dan post test 2  tidak mengalami penurunan nyeri menstruasi, yang ditunjukkan oleh data sebanyak 9 orang mengalami nyeri sedang, 4 orang mengalami nyeri ringan, 2 orang mengalami nyeri hebat, dan tidak ada responden yang tidak mengalami nyeri atau pun mengalami nyeri yang tak tertahankan. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon sign rank test menunjukkan bahwa ρ = 1,000 yang berarti tidak ada perbedaan nyeri menstruasi pada kelompok kontrol.

d.             Perbedaan tingkat nyeri menstruasi pada kelompok perlakuan yang diberikan intervensi dan kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi (Post test)
Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok perlakuan sebanyak 15 orang yang diberikan intervensi mengalami penurunan nyeri menstruasi, dari data didapatkan sebagian besar responden merasakan nyeri ringan sebesar 53,3% (8 orang). Sedangkan pada kelompok kontrol yang berjumlah 15 orang dimana pada kelompok ini tidak diberikan terapi susu kedelai, sehingga tidak mengalami penurunan nyeri menstruasi, yaitu sebagian besar responden merasakan nyeri sedang sebesar 60% (9 orang). Berdasarkan hasil uji Mann Whitney Post Intervensi didapatkan hasil ρ=0,005 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil post test pada kelompok perlakuan yang diberikan terapi susu kedelai dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi.

Pembahasan
1.             Nyeri menstruasi sebelum diberikan terapi susu kedelai

Hasil pengamatan pre test pada kelompok perlakuan dari 15 responden telah didapatkan yang mengalami nyeri sedang sebanyak 11 responden (73,3%), sebanyak 4 responden (26,7%) mengalami nyeri hebat, dan yang mengalami nyeri ringan sebanyak 0 reponden (0%), sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa 9 responden (60%) mengalami nyeri sedang, 4 responden (26,7%) mengalami nyeri ringan, dan 2 responden (13,3%) mengalami nyeri hebat. Dari hasil penelitian menunjukkan semua responden yaitu remaja putri di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya mengalami nyeri menstruasi (dismenorea). Nyeri menstruasi (dismenorea) merupakan nyeri saat menstruasi yang mengganggu kehidupan sehari-hari wanita dan mendorong penderita untuk melakukan pemeriksaan atau konsultasi ke dokter, puskesmas, atau datang ke bidan (Kusmiran, 2012). Nyeri menstruasi muncul akibat kontraksi disritmik myometrium yang menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik disisi medial paha. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang mengalami dismenorea diantaranya yaitu, usia saat menstruasi pertama (menarche) kurang dari 12 tahun, haid memanjang atau dalam waktu yang lama, riwayat keluarga positif mengalami dismenorea (Anurogo & Wulandari, 2011).
Berdasarkan data penelitian, dari kelompok perlakuan dismenorea terbanyak dialami oleh responden yang mengalami menarche pada usia 12-14 tahun dari 13 responden (100%) sebanyak 10 responden (76,9%) mengalami nyeri sedang dan 3 responden (23,1%) mengalami nyeri hebat. Hasil data tersebut sesuai dengan pendapat Sophia (2013) dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa seseorang menstruasi pada umur ≤ 12 tahun memiliki kemungkinan resiko 1,6 kali lebih besar mengalami dismenore. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan organ – organ reproduksi. Menurut Manuaba (2001, dalam Sophia 2013) menyebutkan bahwa umur menarche yang terlalu muda, dimana organ – organ reproduksi belum berkembang secara maksimal dan masih terjadi penyempitan pada leher rahim, maka akan timbul rasa sakit pada saat menstruasi, karena organ reproduksi wanita belum berfungsi secara maksimal. Menurut pendapat peneliti, usia seseorang yang mengalami menarche lebih dini sebagian besar mengalami nyeri menstruasi (dismenorea). Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan data dismenorea lebih banyak dialami oleh responden yang mengalami menarche pada usia 15-17 tahun, yaitu dari 11 responden (100%) sebanyak 7 responden (63,6%) mengalami nyeri sedang, 3 responden (27,3%) mengalami nyeri ringan dan 1 responden (9,1%) mengalami nyeri hebat.  Menurut pendapat peneliti, usia sesorang yang mengalami menarche lebih dini bukan satu-satunya faktor resiko terjadinya dismenorea, namun juga harus diperhatikan bahwa ada faktor lain yang menyebabkan dismenorea. Sehingga peneliti berasumsi bahwa bukan berarti responden yang mengalami menarche pada usia 15-17 tahun tidak mengalami dismenorea. Hasil penelitian pada kelompok kontrol sesuai dengan pendapat Anurogo dan Wulandari (2011) yang menyebutkan bahwa ada faktor lain yang menyebabkan seseorang mengalami dismenorea, selain usia saat menstruasi pertama (menarche) kurang dari 12 tahun, yaitu haid memanjang atau dalam waktu yang lama, riwayat keluarga positif mengalami dismenorea.
Berdasarkan data penelitian pada kelompok perlakuan didapatkan hasil terbanyak yaitu responden yang mengalami menstruasi memanjang selama lebih dari 7 hari sebanyak 9 responden (100%), 7 responden (77,8%) mengalami nyeri sedang dan 2 responden (22,2%) mengalami nyeri hebat. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pendapat Sophia (2013) dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa seseorang dengan riwayat lama menstruasi ≥ 7 hari kemungkinan berisiko mengalami dismenore 1,2 kali lebih besar daripada seseorang dengan lama menstruasi < 7  hari. Menurut Pilliteri (2003) menyebutkan bahwa semakin lama menstruasi terjadi, maka semakin sering uterus berkontraksi, akibatnya semakin banyak pula prostaglandin yang dikeluarkan. Akibat prostaglandin yang berlebihan maka timbul rasa nyeri pada saat menstruasi. Sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa dismenorea lebih banyak dialami oleh responden yang mengalami menstruasi selama 5-7 hari, dari 9 responden (100%) sebanyak 5 responden (55,6%) mengalami nyeri sedang, 2 responden (22,2%) mengalami nyeri ringan dan 2 responden (22,2%) mengalami nyeri hebat. Peneliti berasumsi bahwa bukan berarti responden yang mengalami menstruasi dengan waktu yang normal atau lama waktu menstruasi yang tidak memanjang tidak mengalami dismenorea. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Anurogo dan Wulandari (2011) yang menyebutkan bahwa ada faktor lain yang menyebabkan seseorang mengalami dismenorea, selain haid memanjang atau dalam waktu yang lama  yaitu usia saat menstruasi pertama (menarche) kurang dari 12 tahun, riwayat keluarga positif mengalami dismenorea.
Berdasarkan data penelitian pada kelompok perlakuan didapatkan hasil terbanyak adalah responden yang memiliki riwayat keluarga yang mengalami dismenorea, dari 9 responden (100%) sebanyak 8 responden (88,9%) mengalami nyeri sedang dan 1 responden (11,1%) mengalami nyeri hebat. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pendapat Sophia (2013) dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa seseorang yang memiliki riwayat dismenore pada keluarga memiliki kemungkinan berisiko 1,2 kali lebih besar mengalami dismenore daripada seseorang  yang tidak memiliki riwayat dismenore pada keluarga. Hal tersebut sesuai dengan teori Pilliteri (2003, dalam Sophia 2013) yang menyebutkan bahwa riwayat keluarga (ibu atau saudara perempuan kandung) merupakan salah satu faktor risiko dismenorea. Kondisi anatomi dan fisiologis dari seseorang pada umumnya hampir sama dengan orang tua dan saudara – saudaranya. Sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa dismenorea lebih banyak dialami oleh responden yang tidak memiliki riwayat keluarga dismenorea, dari 9 responden (100%) sebanyak 4 responden (44,4%) mengalami nyeri sedang, sebanyak 3 responden (33,3%) mengalami nyeri ringan dan 2 responden (22,2%) mengalami nyeri hebat. Dari pernyataan tersebut peneliti berpendapat bahwa jika seseorang mempunyai riwayat dismenorea pada keluarga maka semakin beresiko mengalami dismenorea saat menstruasi. Namun perlu diingat bahwa faktor resiko seseorang mengalami dismenorea bukan hanya seseorang dengan riwayat keluarga dismenorea saja, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang yang tidak memiliki riwayat keluarga dismenorea juga dapat mengalami dismenorea karena banyak faktor lain yang menyebabkan dismenorea.

2.             Nyeri menstruasi setelah diberikan terapi susu kedelai

Hasil pengamatan post test pada kelompok perlakuan dari total responden sebanyak 15 orang secara keseluruhan mengalami penurunan nyeri (100%), dengan menunjukkan bahwa 53,3% responden (8 orang) mengalami nyeri ringan, 20% responden (3 orang) tidak mengalami nyeri, dan 26,7% responden (4 orang) mengalami nyeri sedang, sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi susu kedelai tidak mengalami penurunan nyeri, dari data didapatkan bahwa 60% responden (9 orang) mengalami nyeri sedang, 26,7% responden (4 orang) mengalami nyeri ringan, dan 13,3% responden (2 orang) mengalami nyeri hebat.
Hasil pengamatan tersebut didapatkan setelah peneliti memberikan perlakuan atau intervensi terapi susu kedelai sebanyak 500 ml yang terbuat dari 300 gram kedelai yang mengandung 588 mg kalsium, terapi ini diberikan kepada responden yaitu hari pertama responden mengalami menstruasi dengan aturan mengkonsumsi 250 ml susu kedelai pada 1 jam pertama dan 250 ml susu kedelai pada 1 jam kedua, kemudian diobservasi 1 jam setelah pemberian terapi.
Berdasarkan hasil penelitian, kelompok perlakuan setelah diberikan terapi susu kedelai mengalami kemajuan, seluruh responden mengalami penurunan nyeri menstruasi, sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi susu kedelai dari 15 responden tidak mengalami penurunan nyeri saat menstruasi, peneliti berasumsi bahwa terapi susu kedelai sebanyak 500 ml yang mengandung 588 mg kalsium terbukti dapat menurunkan nyeri saat menstruasi. Setelah melakukan uji mann-whitney dengan membandingkan post-test penurunan nyeri menstruasi pada kelompok perlakuan dan post-test penurunan nyeri menstruasi pada kelompok kontrol menunjukkan hasil ρ=0,005. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan penurunan nyeri menstruasi antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi susu kedelai sebanyak 500 ml yang mengandung 588 mg kalsium.
Hasil penelitian diatas sesuai teori bahwa untuk dapat mengurangi kram saat menstruasi, diperlukan zat gizi sebagai terapi, yaitu mengkonsumsi kalsium sebanyak 250-500 ml setiap satu jam sekali selama keluhan sakit dirasakan. Menurut Syaifuddin (2006, dalam Susilowati 2014) ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin dan miosin yang menyebabkan bergerak bersama-sama menghasilkan kontraksi. Setelah kurang dari satu detik kalsium dipompakan kembali kedalam retikulum sarkoplasma tempat ion-ion disimpan sampai potensial aksi otot yang baru datang lagi, pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan kontraksi otot berhenti.

3.             Pengaruh pemberian terapi susu kedelai terhadap nyeri menstruasi di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya
a.             Hasil pengamatan pre-post pada kelompok perlakuan
Hasil pemgamatan pre test pada kelompok perlakuan telah didapatkan data yang menunjukkan bahwa sebanyak 73,3% responden (11 orang) mengalami nyeri sedang dan 26,7% responden (4 orang) mengalami nyeri hebat, sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa 26,7% responden (4 orang) mengalami nyeri ringan, 60% responden (9 orang) mengalami nyeri sedang dan 13,3% responden (2 orang) mengalami nyeri hebat. Hasil pengamatan post test pada kelompok perlakuan didapatkan 15 responden (100%) secara keseluruhan mengalami penurunan nyeri menstruasi. Penurunan nyeri menstruasi tersebut dikarenakan susu kedelai mengandung kalsium. Menurut Syaifuddin (2006, dalam Susilowati 2014) ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filament aktin dan miosin yang menyebabkan bergerak bersama-sama menghasilkan kontraksi. Setelah kurang dari satu detik kalsium dipompakan kembali kedalam retikulum sarkoplasma tempat ion-ion disimpan sampai potensial aksi otot yang baru datang lagi, pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan kontraksi otot berhenti sehingga nyeri berkurang. Hasil uji wilcoxon signed rank-test pada kelompok perlakuan dengan menghubungkan penurunan nyeri menstruasi sebelum pemberian terapi susu kedelai atau pre test dengan penurunan nyeri menstruasi setelah pemberian terapi susu kedelai atau post test didapatkan hasil ρ=0,001.
Dari hasil pengamatan pre-post pada kelompok perlakuan menunjukkan bahwa pemberian terapi susu kedelai sebanyak 500 ml yang mengandung 588 mg kalsium terbukti dapat menurunkan nyeri saat menstruasi, pernyataan tersebut didukung pula dengan uji wilcoxon signed rank-test dengan hasil ρ=0,001, hasil tersebut menujukkan bahwa terdapat perbedaan penurunan nyeri menstruasi sebelum perlakuan dan setelah perlakuan yaitu memberikan terapi susu kedelai sebanyak 500 ml yang mengandung 588 mg kalsium.
b.      Hasil pengamatan pre-post pada kelompok kontrol
Hasil pengamatan pre-post pada kelompok kontrol yang mengalami nyeri ringan sebanyak 4 responden (26,7%), 9 responden (60%) mengalami nyeri sedang dan 2 responden (13,3%) mengalami nyeri hebat. Hasil pengamatan post test pada kelompok kontrol tidak mengalami perubahan penurunan nyeri menstruasi. Hasil uji wilcoxon signed rank-test pada kelompok kontrol dengan menghubungkan penurunan nyeri menstruasi pre test dan post test yang menghasilkan ρ=1,000.
Menurut peneliti dari hasil pengamatan pre-post pada kelompok kontrol peneliti berasumsi bahwa tidak ada perubahan dari hasil pre test dan post test pada kelompok ini, peneliti juga melakukan uji statistik yaitu uji wilcoxon signed rank-test dengan membandingkan penurunan nyeri mestruasi sebelum diberikan terapi susu kedelai atau pre test intervensi dengan penurunan nyeri menstruasi setelah diberikan terapi susu kedelai atau post test intervensi yang menghasilkan ρ=1,000 hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan penurunan nyeri menstruasi pada hasil pre test dan post test pada kelompok kontrol.
Menurut Sunita (2002) dalam Sulistyowati 2014, kekurangan kalsium dalam persediaan didalam tubuh dapat menimbulkan kekejangan pada otot. Untuk dapat mengurangi kram saat menstruasi, diperlukan zat gizi sebagai terapi, yaitu mengonsumsi kalsium sebanyak 500-800 ml perhari dapat membantu mengurangi kram dan kejang perut saat menstruasi.
c.              Hasil pengamatan post test pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
Hasil uji Mann-whitney dengan membandingkan post test penurunan nyeri menstruasi pada kelompok perlakuan dan post test penurunan nyeri menstruasi pada kelompok kontrol menunjukkan hasil ρ=0,005. Dari hasil tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Pada kelompok kontrol dari 15 responden masih ada 2 responden yang mengalami nyeri hebat, sedangkan pada kelompok perlakuan sudah tidak ada yang mengalami nyeri hebat. Hasil pengamatan tersebut didapatkan setelah peneliti memberikan perlakuan atau intervensi terapi susu kedelai sebanyak 500 ml yang terbuat dari 300 gram kedelai yang mengandung 588 mg kalsium, terapi ini diberikan kepada responden yaitu hari pertama responden mengalami menstruasi dengan aturan mengkonsumsi 250 ml susu kedelai pada 1 jam pertama dan 250 ml susu kedelai pada 1 jam kedua, kemudian diobservasi 1 jam setelah pemberian terapi.
Dari hasil penelitian setelah responden diberikan terapi susu kedelai dan karakteristik nyeri menstruasi yang dirasakan mengalami penurunan, peneliti berasumsi bahwa pemberian terapi susu kedelai dapat membantu penurunan nyeri saat menstruasi, didukung dengan pendapat Sunita (2002, dalam Susilowati 2014) pada remaja dianjurkan mengkonsumsi satu gelas susu yang mengandung 500-800 ml kalsium setiap hari, dengan mengkonsumsi kalsium 500-800 ml perhari dapat membantu mengurangi kram dan kejang perut saat menstruasi. Kalsium dipercaya dapat membantu menghilangkan gejala kecemasan. Hal tersebut karena diyakini dapat mengendalikan konduksi impuls saraf ke otak dan dari otak, kekurangan unsur kalsium dalam persediaan didalam tubuh dapat menimbulkan kekejangan pada otot. Menurut Hill (2002, dalam Susilowati 2014), untuk dapat mengurangi kram saat menstruasi, diperlukan zat gizi sebagai terapi, yaitu mengonsumsi kalsium sebanyak 800-1000 ml dengan aturan mengonsumsi yakni 250-500 ml setiap satu jam sekali selama keluhan sakit dirasakan. Menurut Syaifuddin (2006, dalam Susilowati 2014) ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filament aktin dan miosin yang menyebabkan bergerak bersama-sama menghasilkan kontraksi. Setelah kurang dari satu detik kalsium dipompakan kembali kedalam retikulum sarkoplasma tempat ion-ion disimpan sampai potensial aksi otot yang baru datang lagi, pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan kontraksi otot berhenti sehingga nyeri berkurang.
Hasil penelitian tersebut diperkuat dengan hasil pengujian statistik lain yang berfungsi mengetahui apakah ada perbedaan penuruan nyeri menstruasi antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yaitu denga uji Mann-whitney yang menghasilkan ρ=0,005 hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam penurunan nyeri menstruasi antara kelompok perlakuan yang diberi terapi susu kedelai dan kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi susu kedelai sebanyak 500 ml yang mengandung 588 mg kalsium. Kelompok perlakuan menunjukkan peningkatan pada penurunan nyeri menstruasi sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan penurunan nyeri menstruasi tidak mengalami perubahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh intervensi terapi susu kedelai terhadap penurunan nyeri menstruasi di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya.
Simpulan
1.             Rata­rata skala nyeri haid remaja putri sebelum diberikan terapi susu kedelai adalah nyeri sedang.
2.             Rata­rata skala nyeri haid remaja putri setelah diberikan terapi susu kedelai adalah nyeri ringan.
3.             Ada pengaruh pemberian terapi susu kedelai pada remaja putri yang mengalami dismenorea di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya dengan nilai ρ = 0,005.


Daftar Pustaka

Anggraeni, Vira Fatmasari. (2008). Perbedaan Tingkat Dismenorea pada Remaja Putri yang Rutin Melakukan Olahraga dengan yang Jarang Melakukan Olahraga di SMA Negeri 1 Ambarawa. Terdapat pada http//digilib.unimus.ac.id/files/disk/104/jtptunimus-gdl-virafatma-5166-3-bab2.pdf. diakses tanggal 25 februari 2015 jam 08.25 WIB.
Anurogo, D dan Ari Wulandari. (2011). Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid. Yogyakarta: ANDI OFFSET.
Asrinah, et all. (2011). Menstruasi dan Permasalahannya. Yogjakarta: Pustaka Panasea.
Cakir, M, Mungan, I, Karakas, T, Girisken, I & Okten, A.(2007). Mestruasi Patten And Common Menstruasi Disorders Umong University Students In Turkey. Pediatrics International. Terdapat pada:http://eprints.uns.ac.id/195/1/165033008201011451.pdf. diakses pada tanggal 02 Maret 2015 jam 18.05 WIB.
Calis, K.A. (2009). Dysmenorrhea. Terdapat pada http://repository.usu.ac.id/bitstream123456789/31657/4/Chapter%2011.pdf. Diakses pada tanggal 28 februari 2015 jam 10.45 WIB.
Devi, N (2012). Gizi Saat Sindrom Menstruasi. Jakarta:PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia. Terdapat pada http://respository.usu.ac.id/123456789/31671/5/Chapter%2011.pdf. Diakses pada tanggal 28 februari 2015 jam 10.45 WIB.
Harunriyanto. (2008). Dismenore Masih Sering Membayangi Wanita. Terdapat pada http://respository.usu.ac.id/123456789/31671/5/Chapter%2011.pdf. Diakses pada tanggal 28 februari 2015 jam 10.45 WIB.
Hill, M.C. Graw. (2012). Nutrition almanac. Jakarta: Gramedia Pustaka. Terdapat pada http://respository.usu.ac.id/123456789/31671/5/Chapter%2011.pdf. Diakses pada tanggal 28 februari 2015 jam 10.45 WIB.
Joe, Wulan. (2011). 101++, Keajaiban Kedelai. Yogyakarta:ANDI.
Kusmiran, Eny (2012). Kesehatan Reproduksi Remaja Dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika.
K, Joseph H. Dan M, Nugroho S. (2010). Ginekologi Dan Obstetric. Yogyakarta: Nuh Medika.
Koswara, S (2006). Isoflavon Senyawa Multi Manfaat Dalam Kedelai. www.ebookpangan.com Diakses pada 22 Februari 2015 jam 12.25 WIB
Marmi, (2013). Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Marta, N ,dkk. (2012). 250 Resep Sehat & Sedap Ala Vegetarian. Yogyakarta: G-Media.
Nursalam. (2013). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Potter, P.A. Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep Proses, Dan Praktik. Edisi 4. Vol. 2. Jakarta:EGC.

. .(2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan Praktik edisi 4 volume 2. Jakarta: EGC

Proverawati, Maisaroh. (2009). Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta: Nuha Medika.

Setiadi. (2013). Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suryasaputra M, et al (2009). Buku Ajar Ginekologi. Jakarta: EGC.

Wilmana. F. K & Gan, S. (2007). Analgesik Antipiretik Analgesic Anti Inflamasi Nonsteroid Dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Terdapat pada http://respository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31671/4/Chapter%2011.pdf. Diakses pada tanggal 2 maret 2015. Jam 13.00 WIB.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

OBAT EMERGENCY

OBAT EMERGENCY DENGAN PENGGUNAAN SYIRINGE PUMP Obat emergency merupakan obat-obatan yang dibutuhkan untuk mengatasi keadaan gawat darurat. Sebaiknya disiapkan dan disediakan ditempat yang mudah terjangkau dan pemberiannya berdasarkan pada keadaan pasien tersebut. Pemberian obat selalu mengacu pada 5T dan 1W dimana yang dimaksud adalah (Tepat obat, Tepat waktu, tepat orang, tepat dosis, tepat cara ) dan Waspada terhadap efek samping obat tersebut. Berikut yang termasuk obat-obatan yang sering diberikan secara berkesinambungan adalah adrenalin, dopamin, dobutamin, herbesser . Pemberian obat yang tidak dirancang dengan benar dapat berakibat fatal atau tidak berkhasiat sama sekali. PRINSIP PEMBERIAN Pemberian obat selalu mengacu pada 5T dan 1W (Tepat obat, Tepat waktu, tepat orang, tepat dosis, tepat cara ) dan Waspada terhadap efek samping obat tersebut. PERHITUNGAN OBAT :  Pasien dengan BB 50Kg, mendapatkan terapi dopamin dengan dosis 5mcg/Kg/Menit. Sediaan dopamin yan

Pemeriksaan fisik sistem pernapasan

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERNAPASAN (B1) INSPEKSI 1.     Wawancara pasien terkait keluhan sesak napas, nyeri dada ,  batuk, pengeluaran sputum dan batuk darah. Adapun masing – masing pemeriksaan akan dijelaskan sebagai berikut : a.     Derajat Sesak Nafas Derajat Sesak Keluhan Sesak Derajat I Sesak bila aktivitas berat, aktivitas sehari-hari baik Derajat II Sesak bila naik tangga Derajat III Aktivitas sehari-hari terasa sesak Derajat IV Pekerjaan ringan terasa sesak, istirahat tidak sesak Derajat V Istirahat tetap sesak (hidup tergantung O 2 ) b.     Nyeri dada Keluhan Nyeri Dada Kemungkinan Diagnosis Nyeri Dada Mendadak  Peny. Jantung   Pneumotoraks Nyeri Seperti Ditusuk Pleuritis Peny. Jantung  (Angina) Pneumotoraks Nyeri Dada Rasa Keme

APA YANG KAU CARI DENGAN PENELITIAN ??

APA YANG KAU CARI DENGAN PENELITIAN ?? Skripsi merupakan syarat wajib untuk dapat lulus di program sarjana di perguruan tinggi. Sebelum anda menyusun maka perhatikan topik riset apa yang anda inginkan. Terkait topik riset maka ada beberapa hal yang harus anda perhatikan diantaranya   1. Pastikan anda menyukai topik tersebut.  2. Pastikan anda bisa pakar di bidangnya 3. Pastikan topik itu mampu laksana ( waktu, tempat, responden) 4. Pastikan hasilnya bisa dirasakan di profesi keperawatan misal berdasar intervensi yang ada   1.        PENDAHULUAN : a.        Apa judul riset anda ? b.       Mengapa anda mengambil topic ini? c.        Apa kaitannya dengan profesi perawat. Dimana masalahnya? Mana problem statementnya ? à Bab 1 alenia 1 d.       Berapa prevalensinya ? è bab 1 alenia 2 e.       Bagaimana perjalanan singkat kasus anda ini jika masalah ini tidak tertangani f.         Lalu dengan hal tersebut dimana peran perawat?   2.        TINJAUAN PUSTAKA a.        Konsep