Efektivitas Pemberian Terapi Susu Kedelai Terhadap Penurunan Skala Nyeri Haid (Dismenorea) Pada Remaja Putri Di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya
EFEKTIVITAS PEMBERIAN TERAPI SUSU KEDELAI
TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI HAID
(DISMENOREA) PADA REMAJA PUTRI
DI PONDOK PESANTREN AL-JIHAD
SURABAYA
Astrida
Budiarti, Rizta Novita Wulandhari
Stikes Hang
Tuah Surabaya
ABSTRAK
Menstruasi merupakan perdarahan teratur dari uterus sebagai tanda bahwa
alat kandungan telah menunaikan faalnya. Dismenorea merupakan fenomena simptomatik meliputi nyeri
abdomen, kram, dan sakit
punggung. Zat
gizi yang membantu meringankan dismenorea adalah kalsium,
magnesium serta vitamin A, E, B6, dan C. Susu kedelai merupakan minuman yang mengandung kalsium.
Penelitian ini bertujuan menganalisis efektivitas pemberian terapi susu kedelai
terhadap penurunan skala nyeri haid (dismenorea) pada remaja putri.
Desain yang digunakan adalah Quasy Experiment. Populasi yaitu remaja putri yang mengalami
dismenorea sejumlah 30 orang. Sampel diambil dengan metode sampling jenuh.
Variabel independen adalah pemberian terapi susu kedelai. Variabel dependen
adalah penurunan skala nyeri haid. Pengambilan data menggunakan lembar
kuesioner dan observasi Numeric Rating
Scale (NRS) kemudian diuji statistik menggunakan uji Mann-whitney dengan tingkat kemaknaan ρ < 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan skala nyeri haid sebelum
diberikan terapi susu kedelai didapatkan hasil 11 responden (73,3%) mengalami
nyeri sedang, dan skala nyeri haid sesudah diberikan terapi didapatkan hasil
nyeri ringan sebanyak 8 responden (53,3%). Hasil penelitian didapatkan terdapat
pengaruh pemberian terapi susu kedelai terhadap penurunan skala nyeri haid pada
remaja putri (ρ= 0,005).
Implikasi penelitian menunjukkan bahwa terapi susu
kedelai merupakan metode alternatif penerapan terapi non farmakologis yang
berpengaruh terhadap penurunan skala nyeri haid (dismenorea).
Kata kunci:
Susu kedelai, Nyeri Menstruasi (Dismenorea), Remaja
Title: The Effectiveness of
Giving Soybean Milk Therapy Towards The Reduction of Menstruation Pain (Dysmenorrhea) To The Teenage Girls
at Al Jihad Islamic Boarding School Surabaya.
ABSTRACT
Menstruation
is regular haemorrhage from uterus as a sign that reproductive organ has worked
its function. Dysmenorrhea
is a symptomatic phenomenon which brings an abdomen pain, cramp, low back pain,
gastrointestinal symptom like queasy and diarrhea that naturally happen as a
menstruation symptom. Nutritions which are able to reduce dismenorea are
calcium, magnesium, and vitamin A, E, B6, and C. Soybean milk is a drink which
contains of calcium. This research is aimed at analyzing the effectiveness of
giving soybean milk therapy towards the reduction of menstruation pain (dysmenorrhea) to the
teenage girls.
The
design of this research was Quasy Experiment. The population in this research
was 30 teenage girls having dysmenorrhea.
The samples were taken by using saturated sampling method. The independent variable was the giving soybean milk therapy. The dependent variable is the
reduction of menstruation pain. The data were
collected through questionnaire sheet and Numeric Ratting Scale (NRS)
observation which were further statistically tested by using Mann-Whitney test
with level of significance ρ < 0,05.
The
result of the research showed that 11 respondents (73,3%) had medium pain
before they were given soybean milk therapy; and after accepting soybean milk
therapy, it was found that 8 respondents (53,3%) had light pain. This result
indicated that there was a significant influence on giving soybean milk therapy towards the reduction of
menstruation pain to the teenage girls (ρ= 0,005).
The
implication of this research was that soybean milk therapy is an alternative
method of non pharmacologist therapy
implementation that has influence on the reduction of menstruation pain (dysmenorrhea)
Key
words: Soybean Milk, Menstruation Pain (Dysmenorrhea), Teenager
Pendahuluan
Masa remaja merupakan
usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak
tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada
dalam tingkatan yang sama. Pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja sangat
pesat, baik fisik maupun psikologis. Perempuan sudah mulai terjadinya
menstruasi dan pada laki-laki sudah mulai mampu menghasilkan sperma (Maisaroh,
2009 dalam Susilowati, 2014).
Menstruasi merupakan perdarahan teratur dari uterus sebagai tanda bahwa alat
kandungan telah menunaikan faalnya. Masa ini akan mengubah perilaku dari
beberapa aspek, misalnya psikologi dan lain-lain. Pada wanita biasanya pertama
kali menstruasi (menarche) pada umur
12-16 tahun. Siklus
menstruasi normal terjadi setiap 22-35 hari, dengan lamanya menstruasi selama
2-7 hari. Pada
saat menstruasi, wanita kadang-kadang mengalami nyeri. Sifat dan tingkat rasa
nyeri bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Kondisi tersebut
dinamakan dysmenorrheal, yaitu keadaan nyeri yang hebat dan dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari. Sebuah penelitian mengatakan prevalensi tertinggi dismenorea
terjadi
pada remaja (Calis dkk, 2009 dalam Susilowati, 2014). Menurut pengungkapan dari responden,
yaitu remaja putri di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya yang mengalami nyeri
haid,
nyeri
yang mereka rasakan sangat mengganggu aktivitas. Banyak dari mereka
tidak mengikuti kegiatan di Pondok Pesantren, misalnya mengaji, dan memilih istirahat
karena merasakan rasa nyeri dan sakit yang berlebihan ketika nyeri haid itu
menyerang.
Berdasarkan data dari
berbagai negara, angka kejadian dismenorea di dunia cukup tinggi. Diperkirakan 50% dari
seluruh wanita di dunia menderita dismenorea dalam sebuah siklus
menstruasi. Pasien melaporkan nyeri saat haid, dimana sebanyak 12% dismenorea sudah
parah, 37% dismenorea sedang,
dan 49% dismenorea masih ringan (Calis,
2011 dalam Susilowati 2014).
Menurut Anurogo dan Wulandari (2011).
Di Amerika Serikat, prevalensi dismenorea diperkirakan 45-90%. Dari sejumlah 1266
mahasiswi di Firat University, Turki, sejumlah 45,3% merasakan nyeri setiap
haid, 42,5% kadang-kadang nyeri, dan 12,2% tidak mengalami nyeri. Mahasiswi yang
mengalami dismenorea primer, sekitar 66,9% diterapi dengan obat analgesik. Dalam studi
epidemiologi pada populasi remaja (berusia 12-17 tahun) di Amerika Serikat,
Klein dan Litt melaporkan prevalensi dismenorea 59,7%. Studi ini juga
melaporkan bahwa dismenorea menyebabkan 14% remaja putri tidak masuk sekolah.
Di Indonesia angka kejadian dismenorea
sebesar 64.25% yang terdiri dari 54,89% dismenorea primer dan 9,36% dismenorea sekunder (Info sehat,
2008). Di Surabaya
didapatkan 1,07-1,31% dari jumlah penderita dismenorea datang kebagian kebidanan
(Harunriyanto, 2008 dalam
Susilowati, 2014). Berdasarkan data
survei pendahuluan yang dilakukan pada 24 Februari 2015 di Pondok
Pesantren Al Jihad Surabaya, peneliti
melakukan wawancara kepada 12 remaja putri didapatkan hasil sebagai berikut: remaja putri yang mengalami
dismenorea dengan kriteria nyeri ringan sebanyak 2 orang, nyeri sedang 2 orang,
nyeri hebat
6 orang, nyeri yang tak tertahankan 2 orang.
Secara umum,
nyeri haid muncul akibat kontraksi disritmik myometrium yang menampilkan satu
gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan
sampai berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodic disisi medial
paha (Anurogo & Wulandari,
2011). Rasa nyeri atau dismenorea pada
saat menstruasi tentu saja sangat menyiksa bagi wanita. Sakit menusuk, nyeri
yang hebat di sekitar bagian bawah dan bahkan kadang mengalami kesulitan
berjalan sering dialami ketika nyeri haid menyerang, banyak wanita terpaksa
harus berbaring karena terlalu menderita sehingga tidak dapat mengerjakan
sesuatu apapun, ada yang pingsan, ada yang merasa mual, ada juga yang
benar-benar muntah, sehingga dismenorea memberikan
dampak negatif bila tidak segera diatasi. Selain memberikan dampak negatif,
nyeri haid juga dapat menimbulkan komplikasi. Menurut Anurogo dan Wulandari
(2011), ada 2 komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita nyeri haid.
Pertama, jika didiagnosis dismenorea
sekunder diabaikan atau terlupakan maka patologi (kelainan atau gangguan) yang
mendasari dapat memicu kenaikan angka kematian, termasuk kemandulan. Kedua,
isolasi sosial (merasa terasing atau dikucilkan)
dan atau depresi. Untuk itu perlu penanganan yang tepat saat nyeri haid
menyerang.
Penanganan dismenorea bisa dilakukan secara
farmakologi yaitu dengan pemberian obat-obatan analgesik (Wilmana & Gan,
2007 dalam Susilowati, 2014). Secara non farmakologi
melalui distraksi, relaksasi, imajinasi terbimbing, kompres hangat atau dingin
(Potter & Perry, 2005 dalam Susilowati). Beberapa penelitian
juga menyebutkan hubungan beberapa zat gizi dengan penurunan tingkat dismenorea. Menurut Devi (2012, dalam
Susilowati 2014)
zat gizi yang dapat membantu meringankan dismenorea adalah kalsium,
magnesium serta vitamin A, E, B6, dan C. Makanan yang baik dikonsumsi saat
menstruasi diantaranya yaitu makanan tinggi karbohidrat, vitamin, magnesium,
hindari kafein dan garam, dark coklat, minum air putih, konsumsi makanan yang
tinggi kalsium (Marmi, 2013).
Susu merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung Ca (kalsium), pada
remaja dianjurkan mengkonsumsi satu gelas susu yang mengandung 500-800 ml
kalsium setiap hari, dengan mengkonsumsi kalsium 500-800 ml perhari dapat
membantu mengurangi kram dan kejang perut saat menstruasi. Kalsium dipercaya
dapat membantu menghilangkan gejala kecemasan. Hal tersebut karena
diyakini dapat mengendalikan konduksi impuls saraf ke otak dan dari otak,
kekurangan unsur kalsium dalam persediaan didalam tubuh dapat menimbulkan
kekejangan pada otot (Sunita, 2002 dalam Susilowati, 2014). Menurut Hill (2002, dalam
Susilowati 2014),
untuk dapat mengurangi kram saat menstruasi, diperlukan zat gizi sebagai
terapi, yaitu mengonsumsi kalsium sebanyak
800-1000 ml dengan aturan mengonsumsi yakni 250-500 ml setiap satu jam sekali
selama keluhan sakit dirasakan. Menurut Syaifuddin (2006, dalam
Susilowati 2014)
ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filament aktin dan miosin yang
menyebabkan bergerak bersama-sama menghasilkan kontraksi. Setelah kurang dari
satu detik kalsium dipompakan kembali kedalam retikulum sarkoplasma tempat ion-ion disimpan sampai potensial aksi otot yang baru
datang lagi, pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan kontraksi
otot berhenti. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Glasier di University
of Maryland Medical
Center,
wanita yang mengonsumsi 500 ml kalsium perhari mengalami penurunan nyeri saat
haid hingga 30%, kalsium yang mudah diserap dapat membantu mengurangi dismenorea (Wulandari, 2011 dalam
Susilowati, 2014).
Berdasarkan kronologi dari permasalahan diatas maka peneliti tertarik
ingin mengetahui pengaruh
susu kedelai dalam
penurunan skala
nyeri haid.
Bahan dan Metode Penelitian
Penelitian
ini menggunakan desain Quasy
Eksperimental. Peneliti menganalisis adanya pengaruh pemberian terapi susu
kedelai terhadap penurunan skala nyeri haid pada remaja putri dengan cara
melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok perlakuan. Pada kelompok
perlakuan diberikan terapi susu kedelai sebanyak 500 ml yang mengandung 588 mg
kalsium dengan aturan mengkonsumsi 250 ml 1 jam sekali setiap keluhan sakit
dirasakan. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan terapi. Kedua kelompok
diobservasi tingkat nyeri haid setelah diberikan terapi.
Populasi
dalam penelitian ini adalah remaja putri di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya
dengan jumlah 30 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah semua populasi yaitu
sebanyak 30 orang. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Non Probability Sampling dengan metode
sampling jenuh, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. Uji statistik
yang digunakan adalah “Wilcoxon Sign Rank Test dan Mann Whitney U Test”.
Instrumen pengumpulan data pada penelitian
ini menggunakan lembar observasi Numeric
Rating Scale (NRS) dengan rentang skala 010 untuk mengetahui penurunan
tingkat nyeri haid pada remaja putri di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya.
Nilai 0:
Tidak nyeri, 1:
Nyeri ringan (skala 13), 2: Nyeri sedang (skala 46), 3: Nyeri hebat (skala 79), 4: Nyeri yang tak tertahankan (skala 10).
1.
Data Umum (Data Demografi)
a.
Karakteristik responden berdasarkan usia responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada kelompok perlakuan sebanyak 73,3% responden (11 orang) adalah berusia
17-20 tahun, 26,7% responden (4 orang) adalah berusia 21-23 tahun, dan sebanyak
0% responden (0 orang) adalah berusia lebih dari 23 tahun. Sedangkan pada
kelompok kontrol sebanyak 60 % responden (9 orang) adalah berusia 21-23 tahun,
33,3 % responden (5 orang) adalah berusia 17-20 tahun, dan sebanyak 6,7%
responden ( 1 orang) adalah berusia lebih dari 23 tahun.
b.
Karakteristik responden berdasarkan
siklus menstruasi
setiap bulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok
perlakuan sebanyak 93,3% responden (14 orang) adalah teratur dan 6,7% responden
(1 orang) adalah tidak teratur, sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 53,3%
responden (8 orang) adalah teratur dan 46,7% responden (7 orang) adalah tidak
teratur.
c.
Karakteristik
responden berdasarkan usia pertama kali menstruasi (menarche)
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada kelompok perlakuan sebanyak 86,7% responden (13 orang) adalah
menstruasi pertama kali (menarche)
pada usia 12-14 tahun, 13,3% responden (2 orang) adalah usia 15-17 tahun, dan
sebanyak 0% responden (0 orang) adalah berusia lebih dari 17 tahun. Sedangkan
pada kelompok kontrol sebanyak 73,3%
responden (11 orang) adalah pada usia
15-17 tahun , 26,7% responden (4 orang) pada usia 12-14 tahun, dan sebanyak 0%
responden (0 orang) adalah berusia lebih dari 17 tahun.
d.
Karakteristik
responden berdasarkan tanggal menstruasi sebelumnya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok
perlakuan sebanyak 40% responden (6 orang) adalah tanggal 1-10, 33,3% responden
(5 orang) adalah tanggal 21-31, dan 26,7% responden (4 orang) adalah tanggal
11-20. Sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 53,3% responden (8 orang)
adalah tanggal 11-20, 26,7% responden (4 orang) adalah tanggal 1-10, dan 20%
responden (3 orang) adalah tanggal 21-31.
e.
Karakteristik
responden menurut lama menstruasi dalam satu periode
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada kelompok perlakuan sebanyak 60% responden (9 orang) adalah lebih
dari 7 hari. 40% responden (6 orang) adalah 5-7 hari, dan 0 % responden (0
orang) adalah 2-5 hari. Sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 60% responden
(9 orang) adalah 5-7 hari, 26,7% responden (4 orang) adalah lebih dari 7 hari,
dan 13,3% responden (2 orang) adalah 2-5 hari.
f.
Karakteristik
responden berdasarkan nyeri menstruasi dirasakan
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada kelompok perlakuan sebanyak 73,3% responden (11 orang) adalah saat
menstruasi, 26,7% responden (4 orang) adalah sebelum menstruasi, 0% responden
(0 orang) adalah setelah menstruasi.
Sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 86,7% responden (13 orang) adalah saat
menstruasi, 13,3% responden (2 orang) adalah sebelum menstruasi, 0% responden
(0 orang) adalah setelah menstruasi.
g.
Karakteristik
responden berdasarkan lama nyeri menstruasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan
sebanyak 60% responden (9 orang) adalah mengalami nyeri menstruasi selama 1
hari, 26,7% responden (4 orang) adalah kurang dari 1 jam, tetapi nyeri tersebut
dengan karakteristik hilang timbul, dan 13,3% responden (2 orang) adalah lebih
dari 1 hari. Sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 73,3% responden (11 orang) adalah lebih dari
1 hari, 26,7% responden (4 orang) adalah 1 hari, dan 0% responden (0 orang)
adalah kurang dari 1 jam.
h.
Karakteristik
responden berdasarkan riwayat keluarga menderita dismenorea
Hasil
penelitian menunjukkan
bahwa pada kelompok perlakuan sebanyak 60% responden (9 orang) adalah ada
riwayat keluarga dismenorea dan 40% responden (6 orang) adalah tidak ada.
Sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 60% responden (9 orang) adalah tidak
ada dan 40% responden (6 orang) adalah ada.
i.
Karakteristik
responden berdasarkan penanganan nyeri saat dismenorea
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok
perlakuan sebanyak 53,3% responden (8 orang) adalah dibiarkan, 26,7% responden (4
orang) adalah kompres air hangat dan 20% responden (3 orang) adalah
mengkonsumsi sesuatu yang hangat. Sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak dan
46,7% responden (7 orang) adalah mengkonsumsi sesuatu yang hangat, 33,3%
responden (5 orang) adalah dibiarkan, 20% responden (3 orang) adalah kompres
air hangat.
2.
Data Khusus
a.
Nyeri
menstruasi sebelum pemberian terapi susu kedelai (Pre Test) pada remaja putri di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok
perlakuan sebelum diberikan terapi susu kedelai menunjukkan bahwa hanya ada 2
karakteristik nyeri menstruasi yang dirasakan oleh responden, yaitu nyeri
sedang dan nyeri hebat. Dari data hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar responden mengalami nyeri sedang yaitu sebanyak 73,3% responden (11
orang). Sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan ada 3 karakteristik nyeri
yang dirasakan oleh responden (nyeri ringan, nyeri sedang dan nyeri hebat).
Sebagian besar responden pada kelompok ini mengalami nyeri sedang yaitu sebanyak 60% responden (9
orang).
b.
Tingkat
nyeri menstruasi setelah pemberian terapi susu kedelai (Post
Test)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan
setelah diberikan terapi susu kedelai menunjukkan bahwa sebagian besar
responden mengalami nyeri ringan yaitu sebanyak 53,3% responden (8 orang).
Sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi susu kedelai
menunjukkan sebagian besar karakteristik nyeri yang dirasakan oleh responden
adalah nyeri sedang yaitu sebanyak 60% responden (9 orang).
c.
Pengaruh
pemberian terapi susu kedelai terhadap nyeri menstruasi di Pondok Pesantren
Al-Jihad Surabaya
1.
Pengaruh
pemberian susu kedelai terhadap nyeri menstruasi di Pondok Pesantren Al-Jihad
Surabaya pre post test kelompok
perlakuan pada tanggal 24 April 2015 sampai 28 mei 2015
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian susu kedelai
terhadap nyeri menstruasi di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya pada kelompok
perlakuan, yaitu sebelum intervensi (pre
test) dan sesudah intervensi (post test) dan didapatkan data bahwa
dari 15 responden sebelum intervensi menunjukkan sebagian besar responden
mengalami nyeri sedang yaitu sebesar 73,3% (11 orang). Setelah diberikan terapi
susu kedelai karakteristik nyeri menstruasi yang dirasakan oleh responden
mengalami penurunan, sebagian besar responden mengalami nyeri ringan yaitu
sebesar 53,3% responden (8 orang). Berdasarkan hasil uji Wilcoxon sign rank test menunjukkan bahwa ρ = 0,001 yang berarti
ada pengaruh pemberian terapi susu kedelai terhadap penurunan nyeri menstruasi.
2.
Karakteristik tingkat nyeri
menstruasi di Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya pre post test kelompok kontrol pada tanggal 24 April 2015 sampai 28
Mei 2015
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol
yang tidak diberikan terapi susu kedelai antara pre test, post test 1 dan post test 2 tidak mengalami penurunan nyeri menstruasi,
yang ditunjukkan oleh data sebanyak 9 orang mengalami nyeri sedang, 4 orang
mengalami nyeri ringan, 2 orang mengalami nyeri hebat, dan tidak ada responden
yang tidak mengalami nyeri atau pun mengalami nyeri yang tak tertahankan.
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon sign rank
test menunjukkan bahwa ρ = 1,000 yang berarti tidak ada perbedaan nyeri
menstruasi pada kelompok kontrol.
d.
Perbedaan
tingkat nyeri menstruasi pada kelompok perlakuan yang diberikan intervensi dan
kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi (Post test)
Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok
perlakuan sebanyak 15 orang yang diberikan intervensi mengalami penurunan nyeri
menstruasi, dari data didapatkan sebagian besar responden merasakan nyeri
ringan sebesar 53,3% (8 orang). Sedangkan pada kelompok kontrol yang berjumlah
15 orang dimana pada kelompok ini tidak diberikan terapi susu kedelai, sehingga
tidak mengalami penurunan nyeri menstruasi, yaitu sebagian besar responden
merasakan nyeri sedang sebesar 60% (9 orang). Berdasarkan hasil uji Mann Whitney Post Intervensi didapatkan
hasil ρ=0,005 yang berarti terdapat
perbedaan yang signifikan antara hasil post test pada kelompok perlakuan yang
diberikan terapi susu kedelai dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak
diberikan terapi.
Pembahasan
1.
Nyeri
menstruasi sebelum diberikan terapi susu kedelai
Hasil pengamatan
pre test pada kelompok perlakuan dari
15 responden telah didapatkan yang mengalami nyeri sedang sebanyak 11 responden
(73,3%), sebanyak 4 responden (26,7%) mengalami nyeri hebat, dan yang mengalami
nyeri ringan sebanyak 0 reponden (0%), sedangkan pada kelompok kontrol
menunjukkan bahwa 9 responden (60%) mengalami nyeri sedang, 4 responden (26,7%)
mengalami nyeri ringan, dan 2 responden (13,3%) mengalami nyeri hebat. Dari
hasil penelitian menunjukkan semua responden yaitu remaja putri di Pondok
Pesantren Al-Jihad Surabaya mengalami nyeri menstruasi (dismenorea). Nyeri
menstruasi (dismenorea) merupakan nyeri saat menstruasi yang mengganggu
kehidupan sehari-hari wanita dan mendorong penderita untuk melakukan
pemeriksaan atau konsultasi ke dokter, puskesmas, atau datang ke bidan
(Kusmiran, 2012). Nyeri menstruasi muncul akibat kontraksi disritmik myometrium
yang menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai
berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik disisi medial paha.
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang mengalami dismenorea diantaranya
yaitu, usia saat menstruasi pertama (menarche)
kurang dari 12 tahun, haid memanjang atau dalam waktu yang lama, riwayat
keluarga positif mengalami dismenorea (Anurogo & Wulandari, 2011).
Berdasarkan
data penelitian, dari kelompok perlakuan dismenorea terbanyak dialami oleh
responden yang mengalami menarche pada
usia 12-14 tahun dari 13 responden (100%) sebanyak 10 responden (76,9%)
mengalami nyeri sedang dan 3 responden (23,1%) mengalami nyeri hebat. Hasil
data tersebut sesuai dengan pendapat Sophia (2013) dalam penelitiannya yang
mengatakan bahwa seseorang menstruasi pada umur ≤ 12 tahun memiliki kemungkinan
resiko 1,6 kali lebih besar mengalami dismenore. Hal tersebut dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang kompleks yang berkaitan dengan pertumbuhan dan
perkembangan organ – organ reproduksi. Menurut Manuaba
(2001, dalam Sophia 2013) menyebutkan bahwa umur menarche yang terlalu
muda, dimana
organ – organ reproduksi belum berkembang secara maksimal dan masih terjadi
penyempitan pada leher rahim, maka akan timbul rasa sakit pada saat menstruasi,
karena organ reproduksi wanita belum berfungsi secara maksimal. Menurut
pendapat peneliti, usia seseorang yang mengalami menarche lebih dini sebagian besar mengalami nyeri menstruasi
(dismenorea). Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan data dismenorea lebih
banyak dialami oleh responden yang mengalami menarche pada usia 15-17 tahun, yaitu dari 11 responden (100%)
sebanyak 7 responden (63,6%) mengalami nyeri sedang, 3 responden (27,3%)
mengalami nyeri ringan dan 1 responden (9,1%) mengalami nyeri hebat. Menurut pendapat peneliti, usia sesorang yang
mengalami menarche lebih dini bukan
satu-satunya faktor resiko terjadinya dismenorea, namun juga harus diperhatikan
bahwa ada faktor lain yang menyebabkan dismenorea. Sehingga peneliti berasumsi
bahwa bukan berarti responden yang mengalami menarche pada usia 15-17 tahun tidak mengalami dismenorea. Hasil
penelitian pada kelompok kontrol sesuai dengan pendapat Anurogo dan Wulandari
(2011) yang menyebutkan bahwa ada faktor lain yang menyebabkan seseorang
mengalami dismenorea, selain usia saat menstruasi pertama (menarche) kurang dari 12 tahun, yaitu haid memanjang atau dalam
waktu yang lama, riwayat keluarga positif mengalami dismenorea.
Berdasarkan
data penelitian pada kelompok perlakuan didapatkan hasil terbanyak yaitu responden
yang mengalami menstruasi memanjang selama lebih dari 7 hari sebanyak 9
responden (100%), 7 responden (77,8%) mengalami nyeri sedang dan 2 responden
(22,2%) mengalami nyeri hebat. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pendapat
Sophia (2013) dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa seseorang dengan
riwayat lama menstruasi ≥ 7 hari kemungkinan berisiko mengalami dismenore 1,2
kali lebih besar daripada seseorang dengan lama menstruasi < 7 hari. Menurut Pilliteri
(2003)
menyebutkan bahwa semakin lama menstruasi terjadi, maka semakin sering uterus
berkontraksi, akibatnya semakin banyak pula prostaglandin yang dikeluarkan.
Akibat prostaglandin yang berlebihan maka timbul rasa nyeri pada saat
menstruasi. Sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa dismenorea lebih
banyak dialami oleh responden yang mengalami menstruasi selama 5-7 hari, dari 9
responden (100%) sebanyak 5 responden (55,6%) mengalami nyeri sedang, 2
responden (22,2%) mengalami nyeri ringan dan 2 responden (22,2%) mengalami
nyeri hebat. Peneliti berasumsi bahwa bukan berarti responden yang mengalami
menstruasi dengan waktu yang normal atau lama waktu menstruasi yang tidak
memanjang tidak mengalami dismenorea.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Anurogo dan Wulandari (2011) yang
menyebutkan bahwa ada faktor lain yang menyebabkan seseorang mengalami
dismenorea, selain haid memanjang atau dalam waktu yang lama yaitu usia saat menstruasi pertama (menarche) kurang dari 12 tahun, riwayat
keluarga positif mengalami dismenorea.
Berdasarkan
data penelitian pada kelompok perlakuan didapatkan hasil terbanyak adalah responden
yang memiliki riwayat keluarga yang mengalami dismenorea, dari 9 responden
(100%) sebanyak 8 responden (88,9%) mengalami nyeri sedang dan 1 responden
(11,1%) mengalami nyeri hebat. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pendapat
Sophia (2013) dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa seseorang yang memiliki
riwayat dismenore pada keluarga memiliki kemungkinan berisiko 1,2 kali lebih
besar mengalami dismenore daripada seseorang
yang tidak memiliki riwayat dismenore pada keluarga. Hal tersebut sesuai
dengan teori Pilliteri (2003, dalam Sophia 2013) yang menyebutkan bahwa riwayat
keluarga (ibu atau saudara perempuan kandung) merupakan salah satu faktor
risiko dismenorea. Kondisi anatomi dan fisiologis dari seseorang pada umumnya
hampir sama dengan orang tua dan saudara – saudaranya. Sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa dismenorea lebih
banyak dialami oleh responden yang tidak memiliki riwayat keluarga dismenorea,
dari 9 responden (100%) sebanyak 4 responden (44,4%) mengalami nyeri sedang, sebanyak
3 responden (33,3%) mengalami nyeri ringan dan 2 responden (22,2%) mengalami
nyeri hebat. Dari pernyataan tersebut peneliti berpendapat bahwa jika seseorang
mempunyai riwayat dismenorea pada keluarga maka semakin beresiko mengalami
dismenorea saat menstruasi. Namun perlu diingat bahwa faktor resiko seseorang
mengalami dismenorea bukan hanya seseorang dengan riwayat keluarga dismenorea
saja, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang yang tidak memiliki
riwayat keluarga dismenorea juga dapat mengalami dismenorea karena banyak
faktor lain yang menyebabkan dismenorea.
2.
Nyeri
menstruasi setelah diberikan terapi susu kedelai
Hasil pengamatan
post test pada kelompok perlakuan
dari total responden sebanyak 15 orang secara keseluruhan mengalami penurunan
nyeri (100%), dengan menunjukkan bahwa 53,3% responden (8 orang) mengalami
nyeri ringan, 20% responden (3 orang) tidak mengalami nyeri, dan 26,7%
responden (4 orang) mengalami nyeri sedang, sedangkan pada kelompok kontrol
yang tidak diberikan terapi susu kedelai tidak mengalami penurunan nyeri, dari
data didapatkan bahwa 60% responden (9 orang) mengalami nyeri sedang, 26,7%
responden (4 orang) mengalami nyeri ringan, dan 13,3% responden (2 orang)
mengalami nyeri hebat.
Hasil pengamatan
tersebut didapatkan setelah peneliti memberikan perlakuan atau intervensi
terapi susu kedelai sebanyak 500 ml yang terbuat dari 300 gram kedelai yang
mengandung 588 mg kalsium, terapi ini diberikan kepada responden yaitu hari
pertama responden mengalami menstruasi dengan aturan mengkonsumsi 250 ml susu
kedelai pada 1 jam pertama dan 250 ml susu kedelai pada 1 jam kedua, kemudian
diobservasi 1 jam setelah pemberian terapi.
Berdasarkan
hasil penelitian, kelompok perlakuan setelah diberikan terapi susu kedelai
mengalami kemajuan, seluruh responden mengalami penurunan nyeri menstruasi,
sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi susu kedelai dari
15 responden tidak mengalami penurunan nyeri saat menstruasi, peneliti
berasumsi bahwa terapi susu kedelai sebanyak 500 ml yang mengandung 588 mg
kalsium terbukti dapat menurunkan nyeri saat menstruasi. Setelah melakukan uji mann-whitney dengan membandingkan post-test penurunan nyeri menstruasi
pada kelompok perlakuan dan post-test penurunan
nyeri menstruasi pada kelompok kontrol menunjukkan hasil ρ=0,005. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan penurunan nyeri menstruasi antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi susu
kedelai sebanyak 500 ml yang mengandung 588 mg kalsium.
Hasil penelitian
diatas sesuai teori bahwa untuk dapat mengurangi kram saat menstruasi,
diperlukan zat gizi sebagai terapi, yaitu mengkonsumsi kalsium sebanyak 250-500
ml setiap satu jam sekali selama keluhan sakit dirasakan. Menurut Syaifuddin
(2006, dalam Susilowati 2014) ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara
filamen aktin dan miosin yang menyebabkan bergerak bersama-sama menghasilkan
kontraksi. Setelah kurang dari satu detik kalsium dipompakan kembali kedalam
retikulum sarkoplasma tempat ion-ion disimpan sampai potensial aksi otot yang
baru datang lagi, pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan
kontraksi otot berhenti.
3.
Pengaruh
pemberian terapi susu kedelai terhadap nyeri menstruasi di Pondok Pesantren
Al-Jihad Surabaya
a.
Hasil
pengamatan pre-post pada kelompok
perlakuan
Hasil pemgamatan
pre test pada kelompok perlakuan
telah didapatkan data yang menunjukkan bahwa sebanyak 73,3% responden (11
orang) mengalami nyeri sedang dan 26,7% responden (4 orang) mengalami nyeri
hebat, sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa 26,7% responden (4
orang) mengalami nyeri ringan, 60% responden (9 orang) mengalami nyeri sedang
dan 13,3% responden (2 orang) mengalami nyeri hebat. Hasil pengamatan post test pada kelompok perlakuan
didapatkan 15 responden (100%) secara keseluruhan mengalami penurunan nyeri
menstruasi. Penurunan nyeri menstruasi tersebut dikarenakan susu kedelai
mengandung kalsium. Menurut
Syaifuddin (2006, dalam Susilowati 2014) ion kalsium menimbulkan kekuatan
menarik antara filament aktin dan miosin yang menyebabkan bergerak bersama-sama
menghasilkan kontraksi. Setelah kurang dari satu detik kalsium dipompakan
kembali kedalam retikulum sarkoplasma tempat ion-ion disimpan sampai potensial
aksi otot yang baru datang lagi, pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan
menyebabkan kontraksi otot berhenti sehingga nyeri berkurang. Hasil uji wilcoxon signed rank-test pada kelompok
perlakuan dengan menghubungkan penurunan nyeri menstruasi sebelum pemberian
terapi susu kedelai atau pre test dengan
penurunan nyeri menstruasi setelah pemberian terapi susu kedelai atau post test didapatkan hasil ρ=0,001.
Dari hasil
pengamatan pre-post pada kelompok
perlakuan menunjukkan bahwa pemberian terapi susu kedelai sebanyak 500 ml yang
mengandung 588 mg kalsium terbukti dapat menurunkan nyeri saat menstruasi,
pernyataan tersebut didukung pula dengan uji wilcoxon signed rank-test dengan hasil ρ=0,001, hasil tersebut
menujukkan bahwa terdapat perbedaan penurunan nyeri menstruasi sebelum
perlakuan dan setelah perlakuan yaitu memberikan terapi susu kedelai sebanyak
500 ml yang mengandung 588 mg kalsium.
b. Hasil
pengamatan pre-post pada kelompok
kontrol
Hasil pengamatan
pre-post pada kelompok kontrol yang
mengalami nyeri ringan sebanyak 4 responden (26,7%), 9 responden (60%)
mengalami nyeri sedang dan 2 responden (13,3%) mengalami nyeri hebat. Hasil
pengamatan post test pada kelompok
kontrol tidak mengalami perubahan penurunan nyeri menstruasi. Hasil uji wilcoxon signed rank-test pada kelompok
kontrol dengan menghubungkan penurunan nyeri menstruasi pre test dan post test yang
menghasilkan ρ=1,000.
Menurut peneliti
dari hasil pengamatan pre-post pada
kelompok kontrol peneliti berasumsi bahwa tidak ada perubahan dari hasil pre test dan post test pada kelompok ini, peneliti juga melakukan uji statistik
yaitu uji wilcoxon signed rank-test dengan
membandingkan penurunan nyeri mestruasi sebelum diberikan terapi susu kedelai
atau pre test intervensi dengan
penurunan nyeri menstruasi setelah diberikan terapi susu kedelai atau post test intervensi yang menghasilkan ρ=1,000
hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan penurunan nyeri
menstruasi pada hasil pre test dan post test pada kelompok kontrol.
Menurut Sunita (2002) dalam Sulistyowati
2014, kekurangan kalsium dalam persediaan didalam tubuh dapat menimbulkan
kekejangan pada otot. Untuk dapat mengurangi kram saat menstruasi, diperlukan
zat gizi sebagai terapi, yaitu mengonsumsi kalsium sebanyak 500-800 ml perhari
dapat membantu mengurangi kram dan kejang perut saat menstruasi.
c.
Hasil
pengamatan post test pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol
Hasil uji Mann-whitney dengan membandingkan post
test penurunan nyeri menstruasi pada kelompok perlakuan dan post test penurunan nyeri menstruasi
pada kelompok kontrol menunjukkan hasil ρ=0,005. Dari hasil tersebut peneliti
dapat menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil pada kelompok perlakuan
dengan kelompok kontrol. Pada kelompok kontrol dari 15 responden masih ada 2
responden yang mengalami nyeri hebat, sedangkan pada kelompok perlakuan sudah
tidak ada yang mengalami nyeri hebat. Hasil
pengamatan tersebut didapatkan setelah peneliti memberikan perlakuan atau
intervensi terapi susu kedelai sebanyak 500 ml yang terbuat dari 300 gram
kedelai yang mengandung 588 mg kalsium, terapi ini diberikan kepada responden
yaitu hari pertama responden mengalami menstruasi dengan aturan mengkonsumsi
250 ml susu kedelai pada 1 jam pertama dan 250 ml susu kedelai pada 1 jam
kedua, kemudian diobservasi 1 jam setelah pemberian terapi.
Dari hasil penelitian
setelah responden diberikan terapi susu kedelai dan karakteristik nyeri
menstruasi yang dirasakan mengalami penurunan, peneliti berasumsi bahwa pemberian
terapi susu kedelai dapat membantu penurunan nyeri saat menstruasi, didukung
dengan pendapat Sunita (2002, dalam Susilowati 2014) pada remaja dianjurkan
mengkonsumsi satu gelas susu yang mengandung 500-800 ml kalsium setiap hari,
dengan mengkonsumsi kalsium 500-800 ml perhari dapat membantu mengurangi kram
dan kejang perut saat menstruasi. Kalsium dipercaya dapat membantu
menghilangkan gejala kecemasan. Hal tersebut karena diyakini dapat
mengendalikan konduksi impuls saraf ke otak dan dari otak, kekurangan unsur
kalsium dalam persediaan didalam tubuh dapat menimbulkan kekejangan pada otot.
Menurut Hill (2002, dalam Susilowati 2014), untuk dapat mengurangi kram saat
menstruasi, diperlukan zat gizi sebagai terapi, yaitu mengonsumsi kalsium sebanyak 800-1000 ml
dengan aturan mengonsumsi yakni 250-500 ml setiap satu jam sekali selama
keluhan sakit dirasakan. Menurut Syaifuddin (2006, dalam Susilowati 2014) ion
kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filament aktin dan miosin yang
menyebabkan bergerak bersama-sama menghasilkan kontraksi. Setelah kurang dari
satu detik kalsium dipompakan kembali kedalam retikulum sarkoplasma tempat
ion-ion disimpan sampai potensial aksi otot yang baru datang lagi, pengeluaran
ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan kontraksi otot berhenti sehingga
nyeri berkurang.
Hasil penelitian
tersebut diperkuat dengan hasil pengujian statistik lain yang berfungsi
mengetahui apakah ada perbedaan penuruan nyeri menstruasi antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol yaitu denga uji Mann-whitney yang menghasilkan ρ=0,005 hasil tersebut menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan dalam penurunan nyeri menstruasi antara kelompok perlakuan
yang diberi terapi susu kedelai dan kelompok kontrol yang tidak diberikan
terapi susu kedelai sebanyak 500 ml yang mengandung 588 mg kalsium. Kelompok
perlakuan menunjukkan peningkatan pada penurunan nyeri menstruasi sedangkan
pada kelompok kontrol menunjukkan penurunan nyeri menstruasi tidak mengalami
perubahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh intervensi
terapi susu kedelai terhadap penurunan nyeri menstruasi di Pondok Pesantren
Al-Jihad Surabaya.
Simpulan
1.
Ratarata skala nyeri haid remaja putri sebelum diberikan
terapi susu kedelai adalah nyeri sedang.
2.
Ratarata skala nyeri haid remaja putri setelah diberikan
terapi susu kedelai adalah nyeri ringan.
3.
Ada pengaruh pemberian terapi susu
kedelai pada remaja putri yang mengalami dismenorea di Pondok Pesantren
Al-Jihad Surabaya dengan nilai ρ = 0,005.
Daftar Pustaka
Anggraeni, Vira Fatmasari. (2008). Perbedaan
Tingkat Dismenorea pada Remaja Putri yang Rutin Melakukan Olahraga dengan yang
Jarang Melakukan Olahraga di SMA Negeri 1 Ambarawa. Terdapat pada
http//digilib.unimus.ac.id/files/disk/104/jtptunimus-gdl-virafatma-5166-3-bab2.pdf.
diakses tanggal 25 februari 2015 jam 08.25 WIB.
Anurogo, D dan Ari Wulandari. (2011). Cara
Jitu Mengatasi Nyeri Haid. Yogyakarta: ANDI OFFSET.
Asrinah, et all. (2011). Menstruasi
dan Permasalahannya. Yogjakarta: Pustaka Panasea.
Cakir, M, Mungan, I, Karakas, T, Girisken, I & Okten, A.(2007). Mestruasi Patten And Common Menstruasi
Disorders Umong University Students In Turkey. Pediatrics International.
Terdapat pada:http://eprints.uns.ac.id/195/1/165033008201011451.pdf. diakses
pada tanggal 02 Maret 2015 jam 18.05 WIB.
Calis, K.A. (2009). Dysmenorrhea. Terdapat
pada http://repository.usu.ac.id/bitstream123456789/31657/4/Chapter%2011.pdf. Diakses
pada tanggal 28 februari 2015 jam 10.45 WIB.
Devi, N (2012). Gizi Saat Sindrom
Menstruasi. Jakarta:PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia. Terdapat pada
http://respository.usu.ac.id/123456789/31671/5/Chapter%2011.pdf. Diakses
pada tanggal 28 februari 2015 jam 10.45 WIB.
Harunriyanto. (2008). Dismenore Masih
Sering Membayangi Wanita. Terdapat pada http://respository.usu.ac.id/123456789/31671/5/Chapter%2011.pdf. Diakses
pada tanggal 28 februari 2015 jam 10.45 WIB.
Hill, M.C. Graw. (2012). Nutrition
almanac. Jakarta: Gramedia Pustaka. Terdapat pada http://respository.usu.ac.id/123456789/31671/5/Chapter%2011.pdf. Diakses
pada tanggal 28 februari 2015 jam 10.45 WIB.
Joe, Wulan. (2011). 101++, Keajaiban
Kedelai. Yogyakarta:ANDI.
Kusmiran, Eny (2012). Kesehatan
Reproduksi Remaja Dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika.
K, Joseph H. Dan M, Nugroho S. (2010).
Ginekologi Dan Obstetric. Yogyakarta: Nuh Medika.
Koswara, S (2006). Isoflavon Senyawa Multi Manfaat Dalam
Kedelai. www.ebookpangan.com Diakses
pada 22 Februari 2015 jam 12.25 WIB
Marmi, (2013). Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Marta, N ,dkk. (2012). 250 Resep Sehat & Sedap Ala Vegetarian. Yogyakarta: G-Media.
Nursalam. (2013). Konsep dan
Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Potter, P.A. Perry, A.G. (2005). Buku
Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep Proses, Dan Praktik. Edisi 4. Vol. 2.
Jakarta:EGC.
. .(2006).
Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan Praktik edisi 4 volume 2. Jakarta: EGC
Proverawati, Maisaroh. (2009). Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta: Nuha Medika.
Setiadi. (2013). Konsep &
Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suryasaputra M, et al (2009). Buku Ajar Ginekologi. Jakarta: EGC.
Wilmana. F. K & Gan, S. (2007).
Analgesik Antipiretik Analgesic Anti Inflamasi Nonsteroid Dan Obat Gangguan
Sendi Lainnya. Terdapat pada http://respository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31671/4/Chapter%2011.pdf. Diakses
pada tanggal 2 maret 2015. Jam 13.00 WIB.
Komentar
Posting Komentar